REPLAYING || 1

46 10 9
                                    

Bau menyengat merasuk indra penciuman dengan tajam. Lembab, cair dan lengket melumuri bahu kanan seorang gadis yang tengah meringkuk, kini terasa menengang seiring sebuah tangan meraba diatasnya. Dari bahu, perlahan bergerak geli menuju wajahnya dari belakang.

"Ikutlah..." suara samar-samar namun lumayan berdengung ity merasuki indra pendengaran hingga bulu kuduk berdiri dan ketegangan kian terasa. Hawanya mendadak dingin namun biji keringat di dahinya kian mengucur.

Dia tidak bergerak, dia diam saja dengan mata yang melotot menegang. Sampai tangan itu meraih seluruh wajahnya, reaksi tubuhnya semakin tak terkendali. Panas dingin dan rasa seperti ingin berteriak tak tahu lagi mana yang akan ia perbuat.

"Shei!" sapa seseorang takut-takut menyentuh bahunya bersamaan dengan tangan berlumur darah itu hampir mencengkeram wajahnya.

Ia menghela napas dengan kencang, bahunya bergerak naik turun. Sheira langsung mengusap wajahnya dan menyugar rambut pendeknya sebentar. Kemudian ia langsung bangkit dari meringkuknya dan berlari keluar dari toilet siswi. Siswi yang menyadarkan Sheira itu hanya menatap kepergian cewek itu dan melanjutkan kembali aktivitasnya.

Ia selamat. Tangan itu menghilang ketika kesadaran akhirnya menguasai dirinya. Ia berlari sejauh mungkin, hingga pada akhirnya ia menabrak bahu seseorang.

"Ah." keluhnya sakit, sosok laki-laki berpakaian seragam sekolah sama sepertinya yang kini mengelus bahunya. Ia menatap kepergian gadis yang menyenggolnya itu dengan heran.

"Heran ya, bukannya minta maaf malah lari terus. Untungnya dia nabrak gue, bukan tiang di samping ini." ujarnya sambil memegang tiang bangunan di koridor tersebut.

"Mario!"

****

"Oh, jadi lo capek gitu gue suruh?" suara membentak terdengar hingga para siswa/siswi yang berlalu lalang menengok ke sumber suara. Tidak ada yang berani berhenti menyaksikan. Mereka hanya melihat sekilas dan berlalu.

Tapi sekitar 7 langkah dari kumpulan siswi yang sedang rusuh itu menjadi pemandangan utama yang di lihat Sheira. Ia menatap dengan mata yang menyorot tenang. Tak lama ia langsung menunduk dan ternyata mengikat tali sepatunya. Selesainya, ia kembali berjalan. Tepat melewati mereka yang sedang berselisih sebuah pandangan mengusik dirinya.

Belum jauh jaraknya, Sheira kembali memundurkan langkah. Keributan tersebut menjadi senyap, tergantikan dengan mereka yang kini memandang Sheira.

"Ngapain lo di sini?" ujar salah satu di antara keempatnya pada Sheira. Sheira nampak tidak asing wajahnya. Pandangannya menatap cewek yang sering di gosipkan para siswi di kelasnya. Kalau tak salah dengar, nama cewek itu Ellia dia kakak kelasnya. Tapi kelakukannya yang sering jadi bahan pembicaraan sangat tidak mencerminkan dirinya sebagai senior. Dia suka membully siswi yang tidak ia suka.

Sangar enggak, jutek juga enggak, cantik? Lebih-lebih. Cat dinding di bibirnya itu tebel banget. Apalagi tepung kanji sama kesumba di pipinya itu pasti sama tebelnya. Norak sih iya! Batin Sheira kemudian tersenyum sinis.

Ellia langsung menatapnya sebal. "Ngapain lo ngetawain gue? Lo berani ke gue? Oh, atau lo temennya dia ini? Jadi lo mau datang belain?"

Sheira hanya menatap lamat Ellia. "Sini gue jambak lo!" kata Ellia langsung mendekati Sheira dan mengangkat tangannya menuju rambut pendek Sheira itu.

Secepat kilat tatapan Sheira menukik dalam menatap tangan Ellia dan secara bersamaan ia memegang salah satu tangan Ellia lalu mencengkramnya.

Ia tatap mata Ellia dan memberi sedikit garis lukisan bertinta merah, berpenakan kuku di jari lentiknya. Setelahnya ia lepas tangan Ellia kasar.

Ellia berdesis perih pada luka yang di timbulkan kuku Sheira. Sheira kemudian tersenyum. "Itu cara gue untuk kendaliin marah. Mungkin lo harus nyoba itu. Cantik lho, lukisannya."

Sheira langsung berjalan pergi dari mereka. Sementara gadis korban perundungan itu kini membuntuti Sheira.

"Lo ngapain ngikutin gue?" ujar Sheira kemudian ketika gadis itu kini di sampingnya. Mereka berjalan dengan keheningan sejak tadi.

"Gue mau berterima kasih." ucap gadis itu.

Sheira menatap gadis itu dan kini berhenti.

"Jihan, denger ya. Gue gak berniat nolong lo. Gue, cuman jengkel dengan tatapan menderita lo di depan Si Norak tadi." Sheira berucap.

Jihan menatap kedua mata Sheira dengan diam. "Lo gak sadar akan hal itu." ujar Jihan dengan nada yang pelan namun penuh pengertian.

Sheira menyipitkan matanya. "Gue bukan orang baik. Gue bukan manusia karena gue gak punya kemanusiaan apapun. Itu selalu ucapan gue sejak dulu sampai sekarang." ujarnya terdengar ketus.

"Lo bohongin diri lo sendiri, Shei. Dan harusnya lo gak nyakitin Kak Ellia kayak gitu." ujar Jihan berusaha memberi pengertian pada cewek di hadapannya ini.

Sheira kini menyilangkan tangannya depan dada. Langkahnya ia majukan pada Jihan. Ia mendesis pelan. "Ssh, lo ini orangnya sok tahu. Lo...urus si Ellia Norak aja gak bisa? Cara gue, tergantung dari hal yang mengusik gue."

Sheira langsung menyugar rambutnya. "Gue mohon, lo stop bicara apapun sama gue. Kalau lo keberatan dengan sikap gue sama Ellia, sana lo mohon maaf sama dia." Sheira kemudian berlalu melewati Jihan. Menyudahi percakapan mereka yang tidak ingin cewek itu dengar lagi. Tidak ada yang perlu mengusik apa yang mau.

Jihan menghela napas. Ia tahu jika Sheira akan mengatakan hal itu. Teman sekelasnya itu yang selalu sendiri tidak pernah membantu ataupun di bantu. Karena cewek itu tidak suka akan kedua-duanya. Ia memalingkan pandangannya ke arah lain kemudian matanya membulat ketika melihat sesuatu yang mengganjal hatinya. Ia segera berlari.

"Mario!" teriaknya berlari menuju lapangan.

Sheira segera membalikkan badan dan menatap kejadian itu dari kejauhan.

Perasaan daritadi yang gue lihat hal sial mulu. Di toilet, di koridor dan sekarang di lapangan. Gue bosen lihat mereka yang wajahnya gak berdaya. Seolah-olah mereka gak mampu untuk hidup dan bela dirinya sendiri. Lemah! Batin Sheira menatap hal rusuh di lapangan itu dan menyenderkan di pilar koridor itu.

"Stop!" teriak Jihan melerai dua orang lelaki yang saling berpukulan itu. Dua-duanya menjadi tontonan hebat. Walau sudah berusaha melerai, tidak ada yang saling mengalah. Malah salah satu dari mereka kini babak belur.

"Udah Yo, udah." ujar Jihan melerai. Tapi kedua kubu tetap bertahan saling memukul.

Tidak tahan lagi melihat mereka, Sheira bergerak cepat mendekati. Namun, ia berhenti di pertengahan.

"BERHENTI!" semua berbalik menatap di belakang mereka yang lumayan berjarak. Mata mereka melotot dengan sahutan suara yang tiba-tiba berteriak histeris.

"Aaaa!" mereka semua bergerak ricuh. Tidak ada yang paham dengan situasi tersebut. Di beberapa orang antara kerumunan tersebut 2 orang dari mereka memandang kejadian tersebut tak percaya  dan ada yang seorang lagi memejamkan matanya dengan gemuruh dada yang tak beraturan.

*****

Hai, alhamdulillah chap. 1 cerita ini berhasil saya upload. Mohon dukungannya. Saya sedang mengikuti Challenge Writing selama 60 hari. Buat kalian para pembaca yuk dukung cerita ini. Jangan lupa tekan bintang di pojok kanan (🌟) serta rekomendasikan ke temanmu untuk membaca cerita ini.

Jangan lupa komen dan kritikmu jika senang ataupun merasa ada yang kurang di cerita ini. Boleh SS saat kamu baca cerita ini dan post di InstaStory kamu jangan lupa tag aku @fdllahcsr30_

Oh iya, cerita ini akan menemani masa PPKM mu selama 3x seminggu (Selasa-Rabu-Jum'at). Dukung penulis lainnya juga yang mengikuti kompetisi menulis CW2C (Cloudy Winter Writing Challenge) dengan menekan tagar yang ada.

#CW2C #CW2C2021 #CloudyWinterWritingChallenge2021 #CloudyWinter2021 #WritingChallenge #ReplayingOnGoing #DukungReplayingTuntas

Salam hangat,

fadilldolmi💙
(Minggu, 1 Agustus 2021. 21:15)

REPLAYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang