REPLAYING || 12

7 1 0
                                    

SELAMAT MEMBACA, YEOROBUN❤

××××

"Kamu kenal, Sheira?"

Tiba-tiba Jihan terbatuk-batuk saat menelan sesuap nasi goreng yang sudah ia lumat dengan baik dalam mulutnya.

"Jihan, ini minumnya." Bunda yang merupakan ibu sambung Jihan di beberapa tahun belakangan setelah mamanya tiada.

"Papa kok kenal Sheira?" Jawab Jihan ketika sudah meminum air yang di beri Bundanya. Setelah menjawab seperti itu ia mengusap bibirnya dengan tissue yang tersedia. Ia menatap papanya yang sibuk memotong omelette-nya.

Selesainya, sang papa menjawab. "Gak juga, dia anak temen papa. Kalau papa boleh tahu dia gimana di sekolah?" Pria bernama Tio itu menatap sebentar anak sulungnya tersebut.

Jihan menatap papanya, "Papa kok jadi pengin tahu tentang Sheira?" Suara Jihan berubah sedikit meninggi. Dengan jawabannya itu, dentingan sendok dan garpu yang di letakkan secara kasar di piring keramik berwarna putih porselen itu mengubah atmosfer di ruang makan tersebut menjadi tegang dan mendadak sunyi.

"Jiro, kamu bawa kotak bekal ini. Sana tunggu kakak kamu di mobil." Bunda bersuara pada anak pertamanya yang kini duduk di bangku SMP kelas 1.

"Aku malu, Bunda. Gak usah bawain bek-"

"Ayo cepet minum susu kamu. Bunda anter ke mobil. Ayo!" Jiro kemudian menegak susunya dan mengikuti langkah Bundanya yang seiring menyuruh Jiro mempercepat langkahnya. Sebelumnya Jiro juga menyalami tangan papanya dan pamit.

Jihan terdiam, tangannya berhenti melakukan pergerakan. Ia menurunkan kedua tangannya di atas pahanya, kepalanya juga hanya memandang lurus ke piring berisi sarapannya. Sementara Tio menatap putri satu-satunya itu.

"Papa ngajarin kamu untuk bersikap gak sopan seperti tadi?"

"Gak, pa." Jawab Jihan dengan suara lantang. Seperti yang papanya mau, ia tidak suka anak yang menjawab dengan suara yang tertahan. Lebih baik lantang agar jelas dan tegas.

"Bi!" Teriak Tio pada ART-nya, yang di panggil segera datang.

"Iya, ada apa tuan?" Jawab Bibi.

Tio mengelap bibirnya sebentar. "Tolong buatkan sandwich sekitar 4 buah dan masukkan ke kotak bekal. Terus kasih ke Jihan." Spontan Jihan mengangkat pandangan.

"Papa mau kamu makan itu bareng Sheira. Kamu harus kasih bukti ke papa." Papanya kemudian bangkit dari duduknya, meninggalkan Jihan yang baru saja akan menjelaskan.

Gimana caranya?! Bahkan Sheira di skors selama seminggu, lalu gue harus gimana dong? Apa nyari alamatnya aja ya? Batin Jihan yang termenung memegang kotak bekal bening tersebut.

"Lo ternyata datang sekolah?" Sheira berbalik, dia dengan wajahnya yang memiliki lebam pada tulang pipinya.

"Wajah lo?!" Kata Jihan. Sheira memegang lebam di wajahnya. "Kenapa? Bukannya lo udah lihat? Lihat aja gak cukup kalau belum tahu ini di sebabkan apa?"

"Bukan gitu, maksud gue kenapa bisa?" Jihan berucap, sementara Sheira kini tertawa sinis

"Sejak kapan kita jadi begitu deket? Sampai-sampai lo nanyain luka gue? Dan... Kenapa juga lo nyamperin gue kesini."

Jihan mendekati Sheira yang sedang bersandar pada balkon di koridor ujung lantai 3 dan pada bagian sinilah pemandangan bagus mengenai hiruk-pikuk jalanan kota terlihat.

"Gue dan lo juga kan temen sekelas bukan? Wajar dong ya gue nanya keadaan temen sekelas gue?" Jihan menatap Sheira yang pucat, walau sebenarnya wajah cewek itu terlihat pucat di setiap harinya.

REPLAYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang