"Kalian berdua ngapain berantem kayak gitu? Mau jadi anak jago?" omel seorang guru laki-laki gondrong dengan kumis tipis, usianya sudah kepala tiga lebih yang berdasarkan gosip para guru ia belum menikah. Masih single.
"Mario, kamu kan anak baik. Gak pinter tapi ya kamu lumayan. Gak pernah buat masalah juga, kali ini kenapa jadi kayak gini?" kini omelan sekaligus pertanyaan dilontarkan pada Mario. Cowok berwajah lugu itu dengan sifat yang lumayan ceria.
"Saya gak mungkin melakukan ini tanpa alasan, pak." ujar Mario pelan dengan sesekali menundukkan kepala.
Pak Ismail kemudian menatap cowok di samping Mario, teman Mario baku hantam. "Lalu kamu Geri? Masalah kamu di sekolah gak banyak tapi, ada...aja yang buat pusing guru. Kamu sebenarnya pinter tapi malas. Apa alasanmu?"
"Mario duluan pak."
Mario langsung menarap Geri dan tersenyum sinis. "Lo duluan malah nuduh gue."
"Udah-udah. Kenapa jadi ribut gini sih?" Pak Ismail langsung menengahi.
"Eh, kamu mau kemana Sheira?" sambung Pak Ismail ketika Sheira hampir sampai di pintu.
Sheira membalikkan badan. "Pergi ke kelas pak." ujarnya santai.
Pak Ismail langsung geleng kepala. "Sini duduk. Kami belum saya interogasi."
Sheira akhirnya kembali di kursi tempatnya tadi dan menatap Pak Ismail. Sekarang Pak Ismail jadi salah tingkah sendiri sebab di lihati Sheira yang tidak tampak ragu sedikit pun menatapnya.
Heran ya, anak zaman sekarang gak ada takutnya. Tapi kalau terkhusus Sheira sih memang kayak gitu kelakuannya. Bukan dia yang takut, tapi gurunya. Aduh. Batin Pak Ismail geleng-geleng.
"Kenapa, pak? Bapak sakit? Langsung ke UKS aja pak. Atau pulang aja. Nan-"
"Mario, kamu mau bapak pulang? Biar gak hukum kamu, kamu, kamu ini." ujar Pak Ismail menunjuk mereka bertiga.
Pak Ismail memosisikan badannya dengan nyaman. Kemudian menatap tangan Sheira yang kini di perban. "Kamu sudah tidak apa-apa, Sheira?" tanyanya.
Sheira memijat-mijat perban mengeliling di lengannya. Lalu memutar-mutar lengannya melihat kondisi luka tersebut. Wajahnya tanpa ekspresi, "Gak apa-apa pak. Santai aja. Gak sakit juga."
Pak Ismail dan Geri menatap ngilu luka di lengan kanan Sheira yang di pijat-pijat cewek itu. Sementara Mario menatap Sheira begitu saja. Mata mereka berdua kini saling memandang.
Sejam yang lalu...
Tidak tahan lagi melihat mereka, Sheira bergerak cepat mendekati. Tapi sebuah suara membuatnya berhenti. Ia berhenti di pertengahan jalan. Terlihat pemandangan Mario dan Geri yang sedang bergulat berubah menjadi pandangan kelam.
Dua orang perempuan berusia tiga puluhan awal kini saling berdorongan. Seorang perempuan berambut pendek kini memimpin kegiatan itu, ia berhasil mendorong wanita satunya hingga terbentur di tembok belakangnya.
"Kamu berani buat saya malu? Kamu mau menghancurkan reputasi saya di rumah sakit? Kamu gak akan bisa." ia mencekik wanita yang terbentur di tembok itu dengan wajah merah dan bulir keringat sebiji jagung yang kian membasahi pelipisnya.
Yang di cekik itu kini mulai melepaskan diri, kedua tangannya kini meraih lengan si wanita berambut pendek itu kemudian melengketkan kuku jarinya dan menariknya perlahan. Wanita yang mencekiknya itu kini berteriak sakit tapi masih bertahan mencekik wanita itu.
Wanita tadi yang mencakar akhirnya kian menekan luka yang ia ciptakan hingga usahanya berhasil. Musuhnya itu melepas cekikannya.
"Mama!" teriak seorang anak perempuan berusia 7 tahun dengan rambut kuncir dua. Wanita yang mencakar tadi langsung melarikan diri menghampiri anaknya dan membawanya pergi dari tempat neraka tersebut. Memanfaatkan waktu tersebut ketika wanita yang di cakarnya sedang merintih kesakitan pada lengannya yang memerah dengan sedikit darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
REPLAYING
Mystery / ThrillerON GOING • SELASA, RABU & JUM'AT Bagaimana rasanya hidup dengan masa lalu yang terus terputar ulang? **** Masa lalu saling berkesinambungan dengan masa depan. Seringkali masa lalu tersebut menjadi arahan seseorang bahkan pelajaran untuk kehidupan ke...