☄ REPLAYING - BAB 5
"Selama seminggu kedepan kamu saya skors. Tambah lagi, setelah seminggu skors kamu akan membersihkan koridor yang ada di ruang guru sampai di perempatan koridor selama 3 hari setiap pagi." ujar Pak Ismail.
"Baik, pak. Permisi." ujar cewek itu langsung berdiri dan meninggalkan ruang BK. Ia kemudian mengeluarkan sebuah eraphone bluetooth dari saku roknya, selanjutnya ia tempelkan di telinganya. Ia berjalan dengan musik yang mengalun di telinganya.
Tersadar akan sesuatu Sheira duduk di bangku yang ada di koridor tempatnya berhenti. Kemudian ia memiringkan bawahan sepatunya dan mengambil sebuah benda kecil yang tajam tertancap di bawah sepatunya yang malah menghasilkan ia rentetan hukuman.
Ketika melepas paku tajam itu dari sepatunya, beberapa lama kemudian sepasang sepatu berbeda kini di hadapannya yang entah milik siapa. Sheita kemudian mengangkat pandangan, ketika retinanya melihat siluet sosok di depannya cewek itu hanya terdiam dalam tatapannya.
"Biar gue bantu." ucap sosok di depannya, namun Sheira hanya terdiam saja dengan aktivitasnya. Ia melihat Mario lagi, akhirnya ia menyingkirkan rambut yang menutupi telinga kanannya lalu mencopot buds earphone itu dan menatap mata Mario.
"Lo ngomong apa?" tanya Sheira dengan nada khas dirinya, cuek. Wajahnya yang selalu terlihat tenang dan tanpa ekspresi membuat dirinya menjadi orang yang di hindari. Dia, yang tidak memiliki lingkungan pertemanan, selalu sendiri.
Mario terdiam dahulu, posisinya yang berdiri di depan Sheira membuatnya sedikit menunduk melihat cewek itu.
"Buka sepatu lo." ujar Mario.
Sheira mengerutkan keningnya. "Buat apa?"
Tanpa aba-aba dari Sheira, cowok itu kemudian duduk di sampingnya dengan jarak yang cukup. "Udah, buka aja." katanya.
Cewek itu menatapnya lamat dengan mata yang menukik dalam. Pada akhirnya dia melepas kedua sepatunya. Selesainya, Mario mengambil salah satu sepatu Sheira yang tertancap paku tindis. Ternyata, cowok itu hendak membantu Sheira menyingkirkan benda kecil dan tajam tersebut.
"Gue minta maaf." Mario berucap sambil meletakkan kembali sepatu Sheira di ubin koridor tempat mereka berpijak. Sheira lalu melirik Mario sebentar tanpa bicara dan memakai sepatunya.
Cewek itu berdecih dengan posisi masih mengikat tali sepatunya. "Buat?" selesainya dia berdiri, ia menghentakkan kakinya sejenak. Merasa nyaman dengan sepatunya, ia berjalan meninggalkan Mario.
Melihat Sheira berlalu, ia segera berdiri. "Atas apa yang gue bilang sama lo tadi."
Langkah Sheira berhenti, earphone yang sempat ia buka kini di pasang kembali. Tidak mengatakan sepatah kata pun, Sheira melanjutkan langkahnya menuju kelas.
Sesampainya di kelas ia menjadi pusat perhatian di bangku yang tak jauh dari bangku miliknya, sebuah tatapan menatapnya. Tidak ada ucapan apapun dari mereka hanya senyap dengan tatapan yang terus mengintai.
Sheira tidak peduli apapun itu, ia tidak menganggap keberadaan mereka. Ia ke bangkunya mengambil tas dan memasukkan beberapa barangnya yang masih tergeletak di atas meja. Selesai meringkus, ia menyampirkan tasnya ke sebelah kanan bahunya dan melangkah pergi meninggalkan kelas tanpa ucapan dan meninggalkan tanda tanya pada Jihan yang sedari tadi menatapnya serta teman-temannya.
Dari balkon lantai 2, Mario memandang siluet cewek yang tadi ia ajak bicara. Cewek itu berjalan dengan memanggul tasnya menuju gerbang sekolah.
"Mario, istirahat bentar yuk." Jihan berucap. Pagi ini sesuai pembicaraan mereka kemarin, di hari libur mereka akan jogginh bersama. Jihan meneguk air minum yang di bawanya, begitupun Mario.
"Lo ikut seleksi olimpiade matematika?" tanya Mario membuat Jihan tiba-tiba terasedak. Ia batuk-batuk, setelah reda ia menatap ke arah lain dan kemudian menggerakkan tangannya kebelakang leher, menggaruknya walau tak gatal. Menunggu jawaban Jihan, di pagi ini untuk kedua kalinya setelah kemarin, ia melihat Sheira.
Sheira sedang menaiki sepeda dengan rambut pendeknya yang di ikat seadanya serta earphone wireless yang menyumpal telinganya. Melihat Sheira memelankan laju sepedanya, Mario segera bangkit. Jihan yang tadinya gelisah dengan pertanyaan Mario, langsung menatap cowok itu. "Ada apa, Mario?"
Terakhir kali melihat Sheira saat cewek itu bolos sekolah kemarin. Namun Mario menjadi ingin tahu mengapa Sheira melakukan itu, apa hukuman yang di berikan untuknya saat ia di BK? Apa iya dia di skors makanya memutuskan pulang lebih awal? Mendadak ia menjadi merasa bersalah saat membentak cewek itu, yang sebenarnya Mario tahu Sheira sepertinya cewek yang kebal.
Lebih baik gue nanya langsung aja. Sekalian minta maaf. Batin Mario.
Namun ada yang berbeda dengan Sheira, setelah beberapa hari lalu ia melihat wajah Sheira terluka kini gantian tangan kanannya yang di perban. Ada apa sebenarnya dengan cewek itu? Begitu isi pikiran Mario.
Mario segera bangkit dan bergerak mendekati Sheira yang kini memelankan laju sepedanya menuju kursi taman yang tak jauh dari tempat mereka.
"Yo!" teriak Jihan yang tadinya gelisah kini melihat Mario pergi membuatnya tersadar akan pikirannya yang melayang. Ketika kakinya melangkah, secara spontan ia berhenti. Ia akhirnya mengerti, kemana Mario pergi. Tangannya terkepal dengan tatapan yang berubah dingin.
****
"Hai, Shei!" Sheira melihat kesamping. Kini alisnya bertaut. Lagi, Mario menemuinya berbicara untuk kedua kalinya. Cewek itu hanya menatap sebentar dan kemudian memalingkan wajahnya dari Mario.
Mario tersenyum lebar saat menyapa cewek itu, namun merasa tidak di gubris ia menurunkan senyumnya perlahan dan tertawa garing sejenak. Tanpa di persilakan duduk, ia mengambil tempat di samping Sheira dengan jarak yang cukup. Menepuk pahanya sebentar untuk menghilangkan gugup.
"Shei." sapa Mario ragu. Cewek itu mendengar ucapan Mario dan meliriknya. Tatapan mereka bertemu cukup lama.
"Ngomong aja, telinga gue masih bisa denger lo ngomong." Sheira menjelaskan.
Mario menghembuskan napas pelan. "Gue mau minta maaf atas omongan kasar gue waktu kita sepedaan bareng dan kemarin sama Ellia."
Sheira memandang para orang yang sedang berolahraga di taman dan juga bersantai. "Gak ada yang perlu di maafin. Gue sadar dengan apa yang sudah gue lakuin sama si badut dan lo saat itu."
Sheira kemudian melepas kedua buds earphone dari telinganya. "Gue ini emang bener gila, gak ada hati, gak punya belas kasihan, kebal. Karena apa? Ya karena gue zombie." Sheira kemudian tertawa hambar.
"Lo gak perlu minta maaf segala. Gue udah kebal dengan kata gituan. Gue zombie, gak mungkin sakit hati ataupun marah kan? Zombie seperti gue cuman merasakan kelaparan."
Mario tertawa sebentar. "Lapar? Sini gue traktir deh biar mood lo juga nambah bagus. Gimana?" ujarnya dengan senyum dan keceriaan.
Sheira menatap lekat Mario, membuat cowok itu tersenyun kikuk. "Kelaparan kehidupan."
Mario bungkam tanpa suara. Hanya mata yang menatap Sheira dan pikiran yang berusaha mengerti ucapan Sheira yang terdengar...seperti rintihan yang teredam jauh di sana.
****
To be continued...
Salam hangat💙,
fadilldolmi
(Selasa, 10 Agustus 2021. 22:05 WITA)
KAMU SEDANG MEMBACA
REPLAYING
Mystery / ThrillerON GOING • SELASA, RABU & JUM'AT Bagaimana rasanya hidup dengan masa lalu yang terus terputar ulang? **** Masa lalu saling berkesinambungan dengan masa depan. Seringkali masa lalu tersebut menjadi arahan seseorang bahkan pelajaran untuk kehidupan ke...