"Shei!"
"Shei, tunggu dong!" Teriak Mario masih berusaha mensejajarkan langkahnya yang tertinggal jauh dari cewek tersebut. Mario sebenarnya tahu jika Sheira akan seperti ini ketika bertemu dengannya, cewek itu pastinya tidak akan mau menganggap dirinya lagi.
Cewek itu spontan berhenti membuat Mario terkaget dan ikut berhenti juga. Ia lantas memajukan langkah untuk melihat wajah cewek itu.
"Gue gak akan basa-basi kali ini. Beneran! Dengerin aja omongan gue 3 menit aja oke?" Mario memohon pada Sheira yang kini memalingkan wajah. Ada keganjilan di wajah mulus cewek itu, ada sebuah lebam tak begitu melebar di sudut bibir kanannya.
Mata Mario yang terlalu jeli membuat Sheira sadar akan suasana. Dia segera bersuara, "Cepetan katanya 3 menit sekarang udah hampir 1 menit pertama habis." Wajahnya segera ia palingkan lagi.
Mario mengubah ekspresi menelitinya, "Gue mau ajak lo makan malem bareng di rumah."
Sheira secara cepat menatap wajah Mario bingung. Mario memahami apa yang Sheira tatap padanya akhirnya kembali melanjutkan ucapannya. "Gue beneran, bentar malem sekitar jam 7 lah. Gimana? Tapi gue mohon lo dateng ya?"
Tanpa menjawab Sheira segera meninggalkan Mario.
"SHEI! SHEIRA!" teriak Mario akhirnya tapi tidak memberhentikan langkah Sheira yang tak begitu cepat.
Gue mohon datang ya, Shei. Gue harap lo dateng gue tunggu. Batin Mario menaruh kepalan tangan kanannya di depan mulutnya.
****
"Pak, pak berhenti!"
Taksi yang di lajukan dengan kecepatan sedang tersebut akhirnya menepi di jalanan kompleks perumahan ini. Sepasang mata yang jeli, mengenali sebuah mobil yang terparkir di depan sebuah rumah bertingkat yang minimalis di komplek tempat tujuannya sejak tadi ke sini.
"Pak, saya mau turun sebentar ke mobil itu. Tapi bapak bisa gak tunggu saya di sini? Nanti saya bayar lebih kok. Atau kalau bapak memang ada orderan lain saya bayar sekarang aja di sini."
"Gak perlu, dek. Saya free kok. Habis antar adek ini saya langsung mau pulang ke rumah. Gak apa-apa kalau mau singgah sebentar." Tukas supir taksi itu dengan sabar. Gadis berambut panjang dengan sedikit gelombang dan poni di dahinya yang menutupi, ia keluar dari taksi dan menyeberang ke arah mobil yang di kenalinya.
Kompleks ini juga sepi, wajar ini sudah menunjukkan pukul 6.40 malam. Sesampainya di samping mobil milik papanya sendiri.
"Bener deh, ini mobilnya papa plat nomornya aja aku hafal dan ini sesuai." Celetuk Jihan pelan meneliti mobil di sampingnya. Ia kemudian mendengar suara papanya yang terdengar serius namun lembut. Terdengar perhatian terhadap seseorang. Cewek itu mengintip di samping mobil papanya.
"Kita pernah bertemu di RSJ Terang di tempat mama kamu di rawat setelah depresi akibat di penjara atas kasus pembunuhan saudara sepanti asuhannya."
Jihan membelalakkan matanya. Siapa itu? Ah, orangnya ketutup badan papa sih. Apa jangan-jangan papa selingkuh ya? Ah, gak mungkin papa aja sekitar 2 tahun baru nikah lagi ama bunda. Tapi apa mungkin ya? Aduh, papa sih sengaja nutupin lawan bicaranya deh. Batinnya semerawut sebab ingin tahu siapa lawan bicara papanya di pintu rumah yang terbuka tersebut.
"Saya yang beradu mulut dengan mama kamu, Nimas, dua hari sebelum dia meninggal menyayat pergelangan tangan dia dengan pecahan beling dari gelas air minum dia. Kita ketemu bersama saat Nimas..." Papanya menjeda ucapan dan menggerakkan tangannya ke wajahnya menurut pengamatan Jihan. "Cekik kamu saat itu."
"Nimas?" Jihan berucap dengan hati yang tak begitu percaya. Jihan kemudian berdiri setelah lama menunduk di balik mobil papanya. Dengan kaki yang kini gemetar, dan badan yang terasa panas dingin ia berhenti sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
REPLAYING
Mystery / ThrillerON GOING • SELASA, RABU & JUM'AT Bagaimana rasanya hidup dengan masa lalu yang terus terputar ulang? **** Masa lalu saling berkesinambungan dengan masa depan. Seringkali masa lalu tersebut menjadi arahan seseorang bahkan pelajaran untuk kehidupan ke...