REPLAYING || 13

6 0 0
                                    

"Besok ibu akan mengumumkan hasil seleksi terakhir kita hari ini. Siapapun yang terpilih yang lain harus menyemangati ya dan jangan putus asa juga. Baik, untuk hari ini selesai ya?" Bu Farah mengakhiri pertemuan seleksi Olimpiade matematika hari ini.

"Kayaknya gue gak lolos deh. Soalnya udah gue kerjain lagi tadi ada beberapa soal, hasilnya beda dari yang gue jawab. Gue kurang teliti banget, aduh!" Celetuk salah satu peserta seleksi dari 5 orang yang ada di kelas tersebut.

Di bangku kedua sebelah kiri Jihan gelisah sendiri dengan tangan yang menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatql secara kasar.

"Ih samaan dong. Tapi gak apa-apa lah kalau gak lolos. Masih ada olimpiade IPA, gue mau daftar ah. Eh tapinya kayaknya dari guru yang bersangkutan yang memilih pesertanya. Pasti di lihat dari nilai akademik di mapel itu kan? Kalau lo gimana, Ra?"

Ciara mengulas senyum. "Gue percaya sih jawaban gue benar. Seingat gue, mata gue teliti kok mencermati soalnya. Tapi ya kalau bukan rezeki gue pasti ada aja jawaban yang salah kan? Kalian PD aja, siapa tahu yang buat kalian khawatir gagal itu prasangka yang salah?" Katanya berusaha memotivasi temannya.

"Kalo lo Jihan gimana? Kalian berdua nih yang sekelas pasti saingan berat dong. Gue denger kalian berdua ini Diva dalam pemeringkatan jurusan kita dan umum. Wah, kalian hebat!!" Puji Bimo, Ciara hanya tersenyum malu sementara Jihan menatap rival sekelasnya itu dengan diam, padahal dia di hantui kecemasan berlebih.

"Gak juga, santai aja kali. Gue sama Jihan biasa aja kok, gak kayak saingan beneran gitu. Iya kan, Han?"

Jihan menyengirkan giginya, "Haha, iya. Kalau gue sih kayaknya ada jawaban salahnya. Tapi semoga aja itu cuman prasangka buruk gue."

Setelah berbincang para peserta lain segera meninggalkan ruangan dan kini tersisa dirinya dan Ciara, Jihan menahan sebentar rivalnya tersebut. "Ciara, gue mau ngomong sesuatu!"

Yang di sebut namanya berhenti dan menengok Jihan, "Ada apa? Ngomong aja. Masalah serius ya?"

Jihan menggigit bibir bawahnya sejenak. "Ah, bukan. Gini besok kalau hasil seleksi akhir keluar, otomatis kita tahu dong siapa yang akhirnya mewakili sekolah pada Olimpiade matematika tahun ini. Nah, kalau misalnya nih ya antara kita berdua terpilih gue ada acara kecil nih dan mau ngajak lo sama temen peserta juga. Ya walau bukan gue atau lo yang lolos acara ini tetep gue laksanain, ya seenggaknya sebagai penutupan seleksi gitu. Gimana?" Kata Jihan panjang lebar.

"Bagus juga idenya. Boleh juga, acara kayak gimana tuh? Gue bantu persiapan gimana?" Ciara memberi saran.

Jihan langsung menggeleng, "Gak perlu. Acara makan kudapan gitu di rooftop sekolah. Nanti gue aja yang siapin, nanti sebelum seleksi di mulai gue bakalan suruh bawahan papa gue untuk nyiapin di rooftop sana. Pokoknya kalian dateng tinggal beresnya aja."

"Wah makasih loh sebelumnya, lo baik banget. Oke deh lo udah kasih tahu yang lain?"

Jihan menggaruk belakang lehernya gelisah. "Belum. Maksud gue kita aja dulu yang tahu biar jadi surprise gitu. Gimana?"

Ciara tersenyum. "Oke deh. Selesai pengumuman kan ya? Ya udah kalau gitu gue balik duluan ya?" Ujar Ciara pamit dan melangkah pergi meninggalkan Jihan sendirian yang bergulat dengan batin dan kegelisahan berlebihannya yang tak dapat ia atasi sekarang.

Berdasarkan dari cerita Setya, Bimo dan Karin apa iya Ciara yang bakal lolos untuk mewakili sekolah pada Olimpiade matematika? Mati kalau itu beneran terjadi. Batinnya dengan tangan yang semakin kasar menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal sama sekali.

Tapi walaupun begitu setidaknya dia sudah memiliki rencana yang akan ia jalankan jika hal itu terjadi. Hal yang akan membuatnya tidak mendapat marah atau hukuman dari papanya yang tanpa ampun jika hal yang ia bayangkan terjadi. Entahlah apa maksudnya, kita lihat saja sendiri apa yang akan di lakukan Jihan.

REPLAYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang