6. Pekerja keras

41 19 1
                                    

Haruto, pria itu. Baru saja selesai bekerja, dirinya segera melepaskan baju khas 'barista' yang melekat pada tubuhnya, dan juga apron berwarna coklat, yang kini sedang ia masukan di dalam loker.

"Malem siapa yang jaga?" tanya Somi, gadis itu berjalan menghampiri Haruto.

"Hyunjin."

"Lo malem gak kesini?"

Haruto menggeleng kecil, "Gue jaga di toko kue." balasnya.

"Kerja lagi?"

Haruto membalasnya dengan anggukan.

Gadis itu sedikit terkejut, tak bisa berkata apa-apa lagi perihal Haruto, yang sepertinya memang sangat maniak, dengan bekerja.

"Buat apa sih Ru? Kerja gini?" Somi sedikit menggali, hal-hal yang ingin ia ketahui, walaupun jatohnya memang sedikit kepo.

"Survive."

"Kepo lu, dah ah gue balik!" pamit Haruto, yang langsung menyambar ransel hitam miliknya, dan berjalan menuju parkiran.

"Weiii.... buru-buru banget lu!" cegat seorang pria, yang nampaknya sangat familiar di penglihatan Haruto.

Dengan cekatan Haruto segera menyingkirkan lengan pria tersebut.

"Gue Yedam, santai aja kali, lo bolos ternyata?" tanyanya, Yedam, bocah yang hampir saja adu jotos dengan dirinya tadi di sekolah,

Yedam menatap Haruto dengan tatapan remeh, lalu menyerahkan satu buah surat.

"Gue udah di scors 20 kali banyaknya, kenalin gue Yedam!" gumamnya, sok jagoan.

"Dah tau."

"Anak olimpiade sekaligus beasiswa? Gue gak nyangka sih kita bisa ketemu, padahal niat gue disini mau bolos sambil ngopi dengan tenang. Eh malah ketemu lo!"

"Bacot lu, gue mau balik!" geram Haruto, namun lagi-lagi lengannya di cegat oleh Yedam.

"Ayolah, lo harus kenal sama gue H-A-R-U-T-O." eja yedam.

"Gue gak bakal nyari ribut, selagi orang itu gak banyak tingkah!"

Haruto makin geram sama Yedam, namun disisi lain dirinya juga penasaran. Sebenernya Yedam itu kenapa? Kenapa Yedam bisa tiba-tiba muncul di hadapannya?

"Udah ngomongnya? Gue mau cabut!" jelas Haruto untuk yang kesian kalinya.

"Cih." desah Yedam kecil, lalu dengan gestur yang angkuh melangkah pergi meninggalkan Haruto.

Haruto tak mau nyari ribut untuk sekarang. Lebih baik ia menghindari perdebatan tersebut.

Haruto segera menuju halte, untuk mencari minibus ke-arah komplek perumahannya, mengingat vespa tua miliknya yang masih terparkir rapih di parkiran sekolah.

****


Jihan's side

"Aduh Non, perut nya makin sakit gak?" tanya Bi Siti khawatir, dengan tangan yang dipenuhi dengan obat-obatan.

Jihan menggeleng kecil, "Gak apa-apa Mba mungkin ini gejala menstruasi." jawabnya, seraya menenangkan Bi Siti yang sedang panik.

"Oh gitu atuh? Yaudah, syukurlah kalau gitu, Non Bibi mau kebawah dulu ya, lanjut masak."

Jihan mengganguk, disusul dengan Bi Siti yang langsung meninggalkan ruangan serba pink tersebut, dan segera menuju dapur.

"Hampir aja ketahuan!" gumam Jihan

Jihan's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang