10. Bang Yedam

44 20 2
                                    

Jihan pagi ini sedang beruntung. Pasalnya ia mendapatkan tebengan berangkat sekaligus pulang sekolah dari Bang Jay.

Bang Jay sedang dihukum oleh Michael, ia diharuskan untuk mengantar-jemput Jihan, dan dilarang berpergian keluar bersama Ryunjin.

"Yah tapi dia gak seburuk yang Ayah fikirin!"

"Sekali enggak tetap gak Jay! Firasat orang tua jauh lebih kuat daripada kamu!"

"Yakin firasat? Bukan karena musuh dalam selimut sama perusahaan sebelah?"

Michael yang merasa ucapan Jay tak sopan pun, langsung mengambil seluruh kunci motor maupun mobil pribadi milik Jay. Ia hanya disisakan satu kunci motor yaitu, sejenis motor matic jadul yang hanya bisa berfungsi untuk berangkat ke sekolah,

Boro-boro pergi jauh paling gak sampe 5km aja udah mogok minta di servis.

"Uang jajan off, kartu kamu Ayah sita! Ayah hanya bisa beliiin kamu buku SBMPTN Jay."

"Fokus belajar tinggalkan Ryunjin!"

-

Bang Jay mengacak-acak rambutnya frustasi. Kampret moment, baginya. Jihan yang terlihat senang karena tak perlu susah-susah untuk berangkat maupun pulang sekolah.

Sudah ada ojek pribadinya, Bang Jay.

"Anjing, sepatu gak ada yang bener!" Bang Jay melempar sepatu-sepatunya yang berada di dalam laci.

Sejenis Adidas, Nike, Puma, Converse, Vans, dan lain-lain.

"Kenapa Bang sepatu kamu?" tanya Jihan,

"Bolong bawahnya, mana kartu gue disita lagi!" umpat Bang Jay.

"Mau pake punya aku?"

"Gak ah sepatu lu jelek semua. Biasa gue jordan."

"Udah rusak gak tau diri lagi!" geram Jihan kesal.

"Yaude iye... iye... mana sepatu jelek nya?"

"Bukan jelek emang kamu nya gak biasa aja pake sepatu kayak begini!" jelas Jihan, Bang Jay mengganguk ngalah.

Bang Jay memakai sepatu berwarna hitam putih, yang menjadi tipikal sepatu anak-anak sekolahan. Karena model dan warnanya yang sudah menjadi dominan.

"Biasanya gue pake sepatu warna-warni."

"Buat sementara sih Bang, daripada kamu gak pake sepatu!"

"Iyee iyeee.....udah ah berangkat ayo!" ajak Bang Jay, yang segera menstater motor matic tua bangkotan miliknya, yang memabg sudah sangat susah.

Jihan memakai helm miliknya, lalu menaiki jok belakang. "Bang pelan-pelan bawa motornya ya, aku takut." cicitnya ketakutan.

"Oke."

Dengan sepelan mungkin Bang Jay menjalankan motornya, kira-kira setara dengan laju siput darat. Jihan yang menyadari itu pun langsung melayangkan pukulan kerasnya tepat di punggung belakang Bang Jay. "GAK GITU JUGA KALI!" amarahnya semakin memuncak.

******

Jihan kini sudah berada tepat di depan gerbang sekolah SMANSA. Untungnya ia belum telat, walaupun para kumpulan babu-babu sekolah sudah berjejer rapih di depan gerbang, dengan tatapan yang sok mengintimidasi,

"Gue cabut ya Dek, bye!" pamit Bang Jay, yang langsung menancapkan gas motor maticnya itu menuju sekolahannya. Pasalnya, sekolahan Jihan dan Bang Jay berbeda. Jihan bersekolah di SMANSA, sedangkan Bang Jay sekolah di salah satu lembaga pendidikan internasional di kotanya.

Jihan's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang