Part 12

12.9K 532 2
                                    

Happy reading......


"Jadi seperti ini kelakuan kamu setiap hari? Mau jadi apa kamu hah?" Reza dengan emosi yang meledak-ledak lagi lagi menampar wajah Liasya

"Bagaimana kamu bisa bersanding dengan Tagama yang selalu juara umum. Sedangkan kamu hanya bisa membolos dari sekolah. Kamu berangkat dari rumah tapi tidak sampai kesekolah? Betul-betul anak tidak tau diri." Lagi-lagi ayah Liasya menampar wajahnya. Apakah tindakan itu mencerminkan seorang ayah yang menyayangi anaknya ?

Liasya baru saja memberikan surat panggilan orangtuanya kepada ayahnya. Setelah membaca surat itu ayahnya langsung menamparnya berkali-kali, dan terus saja menyumpahi dan memaki maki dirinya.

"Ini pertama kali dan untuk terakhir kalianya ayah menerima panggilan dari sekolah mu akibat kenakalanmu. Jika itu terulang lagi, kamu pasti tau apa yang akan ayah lakukan." Ucap Reza melepaskan jambakannya dari rambut Liasya. Namun Liasnya hanya diam, tidak menjawab perkataan Reza. "Kamu dengar apa yang ayah katakan?" Tanya Reza dengan suara yang penuh emosi.

Alih-alih menjawab pertanyaan ayahnya, Liasya malah merosot ke lantai telinganya berdengung penglihatannya menggelap akibat tamparan-tamparan yang menyakitkan dari ayahnya. Begitulah Reza jika menyiksa Liasya, tidak tanggung-tanggung. Bukannya memeluk dan meminta maaf kepada anaknya, dia malah memilih pergi begitu saja tanpa memperdulikan keadaan Liasya.

Bi Rita sampai menangis melihat keadaan Liasya saat ini, dari tadi dia sudah menyaksikan perbuatan Reza terhadap gadis malang itu. Namun dia tidak berdaya, dia sangat takut terhadap Reza, karena pernah sekali dia melapor perbuatan Reza kepada polisi namun segera di gagalkan oleh Reza sendiri, dan mengancamnya jika dia berani melapor ke polisi maka nyawanya dan semua keluarganya yang akan menjadi korban.

Rasanya ingin sekali berhenti bekerja di tempat ini, namun melihat Liasya yang selalu diperlakukan seperti ini, dia ingin selalu membantu dan juga menguatkan gadis ini. Dia sangat menyayangi Liasya.




Setelah mendengar wejagan-wejangan  dari Bu Ririn selaku guru BK yang memanggil Reza - ayah Liasya, akhirnya mereka pun dipersilahkan keluar. Saat mereka sudah di Luar ruangan, Reza menatap Liasya dengan tajam.

"Sekali lagi kamu berbuat ulah di sekolah, ingat Ayah akan memberikan hukuman yang lebih berat buat kamu! Paham?" Reza mengeratkan giginya sambil mendorong kepala Liasya menggunakan jari telunjuknya.

"Iyah Yah, maaf." Jawab Liasya seadanya. Menjelaskan yang sebenarnya pun ayahnya tidak akan mau tau. Dia pikir selama ini ayahnya tau kalau dia sering masuk rumah sakit. Dia pikir ayahnya hanya tidak mau mengunjunginya di rumah sakit. Tapi nyatanya tidak. Ayahnya tidak tau sama sekali. Setidak penting itu lagi memang dirinya dimata ayahnya. Liasya terlalu jauh berekspektasi.

"Satu lagi. Terus dekatin Tagama apapun caranya, singkirkan pacarnya segera." Setelah mengatakan itu Reza melihat jam yang melingkar di tangannya, dan segera buru-buru pergi dari sekolah itu. Melihat kepergian ayahnya, Liasya pun ikut berlalu dari sana menuju kelasnya. Malas sekali memang jika saat ini Liasya  mengikuti perbelajaran. Dia ingin menenangkan diri. Tapi mengingat ucapan ayahnya tadi, tidak ada pilihan selain harus masuk ke kelas.

Setelah istirahat, Liasya pergi menuju kelas Tagama, namun kata teman sekalasnya, Tagama sudah pergi ke kantin. Liasya pun mencari Tagama di kantin, setelah menemukan keberadaan Tagama, Liasya segera menghampirinya.

Liasya menarik kursi yang ada disamping Tagama dan segera duduk. Vira yang melihat kedatangan Liasya yang duduk tepat dihadapannya menjadi tidak tenang duduk di kursinya.

"Pesanin gue minum lemon tea satu!" Ucap Liasya sambil melemparkan uang 50 ribu rupiah ke hadapan Vira.

Tagama membulatkan matanya kaget melihat keberanian Liasya menyuruh-nyuruh Vira di depan matanya. Namun karena Vira takut membuat Liasya marah, akhirnya dia segera berlalu membelikan minuman untuk Liasya.

Tagama menarik bahu Liasya supaya dia berhadapan dengan Liasya. "Atas dasar apa lo bisa nyuruh-nyuruh Vira seenaknya hah?" Tanya Tagama dengan geram.

Liasya menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum remeh. "Kalo dia gue jadiin babu emang kenapa? Dianya aja mau-mau aja kok. Terus atas dasar apa lo larang-larang gue?"

"Gue pacarnya." Ucap Tagama penuh penekanan.

Liasya tersenyum dengan remeh lagi. "Lo tunangan gue, jadi gue berhak juga dong atas diri lo?"

Tagama menggembrak meja, sehingga minuman yang dia dan Vira pesan tadi bertumpahan dari gelas. Mendengar keributan itu semua mata langsung menuju ke arah mereka, Vira juga sudah berdiri kaku di samping mereka sambil memegang minuman Liasya, tetapi dia tidak berani bersuara. Teman-teman Tagama juga melihat pertengkaran mereka dari sudut kantin.

"Belum jera juga lo ternyata sama balasan gue sama Lian kemaren. Tunggu aja gue bakalan kasih perhitungan yang lebih buat lo." Ucap Tagama sambil menunjuk-nunjuk wajah Liasya.

Liasya berdecak sambil bangkit dari kursinya. Dia sengaja membesarkan suaranya agar seisi kantin mendengar perkataannya.

"Silahkan kasih pelajaran semau kalian sama gue, gue terima dengan senang hati, tapi jangan salahin gue, kalo gue bales. Biar impas. Jangan cuman bisa ngasih pelajaran sama gue, tapi pas gue bales malah marah-marah, merasa paling disakiti, merasa paling benar, merasa paling suci. Mana mereka laki-laki lagi. Malulah, kayak banci tau nggak." Ucap Liasya kemudian berlalu dari sana. Lian yang mendengar ucapan Liasya barusan hanya bisa mengertakkan giginya. Merasa tersindir. Sebelum benar-benar pergi Liasya berbalik kembali menatap Vira yang berdiri kaku seperti orang bodoh melihatnya.

"Makasih minumannya." Liasya mengambil gelas itu dari tangan Vira.

"Maaf yah aku nggak bisa minum bekas sampah, takutnya aku jadi penyakitan. Mending dibuang aja ke tempat SAMPAH." Kemudian Liasya menyiramkan minuman itu ke rambut Vira.

Melihat itu Tagama tidak tahan lalu mendorong Liasya sampai terjatuh, dan keningnya yang dibenturkan ayahnya tadi malam, yang dia tutup menggunakan poninya kembali terbentur dan membuat lukanya mengeluarkan darah kembali sampai menetes ke lantai.

Semua orang yang melihat sampai histeris. Bara pun langsung berlari menghampiri Liasya. "Lo nggakpapa ? " Tanyanya dengan nada suara yang penuh rasa khawatir.

Liasya yang merasa pusing tidak menjawab, dia hanya terus memegangi kepalanya. Bara pun langsung menggendong Liasya ke UKS. Sebelum benar-benar meninggalkan kantin, bara menatap kecewa ke arah Tagama

"Parah banget lo Ga. Nggak habis pikir gue."

Tagama masih syok dengan perbuatannya barusan, dia kalap, jantungnya langsung berdetak dengan cepat. Dia juga sampai heran melihat dirinya sendiri. Bajingan memang.






KESAL SAMA TAGAMA ?

BAPER SAMA BARA ?

JANGAN LUPA JEJAKNYA DITINGGALIN YAH

PAIPAI

TAGAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang