Part 10

14.8K 542 3
                                    


Happy reading .....

Tidak terasa sudah sebulan lamanya Lian menjalani masa skorsingnya, dan hari ini dia kembali untuk bersekolah. Teman-temannya menyambut heboh kedatangan Lian kembali ke sekolah.

"Widihh, anaknya si Yanto udah sekolah lagi." Ucap Michael sambil menonjok bahu cukup keras.

Lian mengusap bahunya dan menatap marah kearah Michael. "Sakit bangsat."

"Cemen banget anjing gitu doang udah kesakitan." Ejek Michael lagi.

Lian yang tidak terima dikatain cemen, mencoba untuk menghajar Michael, namun Michael langsung berlari dan Lian pun mengejarnya. Berlangsunglah aksi kejar-kejaran di koridor. Sementara Tagama, Bara dan Kai yang saat ini duduk di kursi koridor, hanya menatap aksi kekanak-kanakan itu dengan Tatapan datar.

Karena terlalu kencang berlari Michael tidak memperhatikan jalan alhasil dia pun menubruk Liasya yang sedang berjalan dengan lesu dari arah berlawanan. Liasya mundur beberapa langkah, namun tidak membuat gadis itu terjatuh. Liasya memegangi bahunya yang sakit, dan menatap tajam sekaligus marah kearah Michael.

"Kalo mau lari-lari, dilapangan lo anjing." Maki Liasya.

"Santai dong, gue minta maap elah, gitu doang." Ucap Michael sedikit kesal karena dimaki Liasya.

Liasya yang malas berdebat akhirnya berlalu dari sana. Namun Lian menghalangi jalan gadis itu. Liasya menghela napas kemudian menatap datar kearah Lian.

"Minggir!" Ucap Liasya penuh penekanan. Namun Lian masih tetap berdiri dihadapan Liasya menghalangi langkahnya.

Liasya menghela nafas kembali, jujur dia tidak mau berdebat dengan siapa pun hari ini, karena dia masih merasa lemas, wajahnya pun terlihat pucat. Liasya masih baru pulang dari rumah sakit. "Mau lo apa?" Tanya Liasya dengan suara lemah, dia tidak mau berlama-lama berurusan dengan orang orang yang menurutnya tidak penting.

"Setelah apa yang lo lakuin ke gue, sampai gue di skors 1 bulan, nggak ada niatan lo buat minta maaf ke gue?" Tanya Lian dengan nada sinis.

"Emangnya lo sendiri udah ada minta maaf ke gitu? Bukannya lo di skors akibat kesalahan lo sendiri?" Liasya menatap wajah Lian kemudian berdecih.

"Gue lakuin itu juga karna kelakuan lo sama Vira."

"Urusan gue sama Vira bangs*t, ngapain lo ikut campur ? Emangnya Vira siapanya lo sih sampai segitunya ngebelain dia? Lo suka sama dia." Ucap Liasya sambil terkekeh. Dia menyandarkan punggungnya ke dinding sambil melipat kedua tangannya di dada. Liasya menyandarkan punggungnya untuk menopang tubuhnya yang sepertinya akan ambruk jika masih berdiri lama. Namun dia tidak mau menunjukkan sisi lemahnya kepada orang lain. Maka Liasya berlagak seperti menantang Lian.

"Kalo gue suka, itu bukan urusan lo. Lagian gue ngelakuin itu biar lo sadar, biar nggak seenaknya ngebuli orang yang nggak salah sama lo."

"Hahaha. Lucu banget." Liasya tertawa sambil bertepuk tangan. "Tau nggak, lo itu defenisi yang namanya nggak tau diri."

Mendengar itu Lian semakin menatap Liasya dengan tatapan kebencian, wajah Lian sampai memerah. Ingin sekali rasanya menghajar mulut sialan Liasya. Tagama, Bara dan Kai yang menyaksikan pendebatan Lian dan Liasya sedari tadi akhirnya menghampiri mereka.

"Nggak seenaknya ngebuli orang lo bilang? Terus apa bedanya lo sama gue b*bi? Lo juga ngebuli gue. Banci banget tau nggak. Nggak salah sih kalo lo begitu, ketua lo juga sama aja. Sama-sama banci. Beraninya sama cewek." Liasya menatap Tagama bermaksud menyindir lelaki itu.

Lo cewek di dunia ini yang paling gue benci." Ucap Lian sambil mengepalkan kedua tangannya.

"Gue juga nggak butuh rasa cinta dari lo, lo nggak penting sama gue, nggak ada untungnya, nggak guna." Ucap Liasya kemudian berlalu dari tempat itu, menuju kelasnya, karena kakinya sudah mengetaran, tidak akan sanggup lagi untuk berdiri.


Setelah istirahat, Tagama diam-diam mengikuti Liasya, karena jika Tagama menunggu Liasya di kelas gadis itu, dia takut Vira akan marah lagi kepadanya. Tagama tidak mau hal itu terjadi, dia sudah berjanji untuk tidak menyakiti perasaan Vira lagi.

Tagama mengikuti agak jauh dibelakang Liasya, namun dia heran kenapa Liasya ke ruang BK, untuk urusan apa Liasya ke sana?

Di ruang BK, Liasya duduk santai sambil melipat kedua kakinya dengan angkuh. "Kenapa ibu manggil saya ke sini?" Tanya Liasya dengan datar. 

Bu Ririn selaku guru BK di SMA Bhakti Nusantara, melipat kedua tangannya diatas meja, dengan menumpukan kedua sikunya. "Liasya boleh ibu tau kenapa kamu sering sekali tidak hadir kesekolah namun tidak memberikan surat izin?"

"Emangnya penting banget surat izin buat ibu?" Tanya Liasya sambil memainkan kuku-kuku cantiknya.

"Bisa kamu sopan sedikit sama ibu." Bu Ririn menekan kalimatnya untuk membuat Liasya tau bahwa saat ini dia sedang serius.

Liasya hanya menatap Bu Ririn sekilas kemudian menatap ke sekeliling ruangan. "Saya sakit Bu, kalo saya nggak hadir di kelas berarti saya sedang di rumah sakit atau istirahat di rumah." Ucap Liasya akhirnya. Namun Bu Ririn seakan tidak percaya. Liasya menatap wajah Bu Ririn untuk melihat respon dari guru BKnya itu.

"Ibu nggak percayakan, jadi percuma juga saya ngasih surat keterangan sakit." Liasya menarik kursi yang dia duduki agar semakin dengan dengan pinggiran meja yang ada dihadapannya. "Kasih tau aja ibu mau apa, apa cuman mau nanya itu doang?"

Bu Ririn mengambil sebuah amplop dari laci mejanya kemudian meletakkannya di meja dan menyeret amplop itu ke hadapan Liasya. "Karena ketidak hadiran kamu sudah sangat banyak sekali selama kelas XI ini, jadi ibu harus memanggil orang tua kamu." Final Bu Ririn.

Liasya mengambil amplop itu dengan malas, namun di dalam hatinya dia sangat takut, apa yang akan dia katakan nanti kepada ayahnya, ayahnya pasti akan sangat marah dan akan kembali menyakiti dirinya. Padahal dia baru pulang dari rumah sakit, memang selama ini, ketika dia berada di rumah sakit tidak sekali pun ayahnya datang menjenguknya, dia tidak tau ayahnya tau dia dirumah sakit atau tidak.

Liasya keluar dari ruangan itu dan berjalan dengan gontai ke toilet. Sesampainya di sana, dia membasuh wajahnya yang sudah seperti mayat, karena sangat pucat. Dia mengeluarkan surat panggilan orang tua yang diberikan Bu Ririn tadi dari saku Hoodienya. Hatinya sangat gusar. Dia takut. menghadapi ayahnya nanti.

Apakah ayahnya akan mendengarkan alasannya kenapa dia tidak datang ke sekolah? Tentu saja tidak, bagi ayahnya tidak hal yang benar yang pernah dia katakan atau lakukan, Ayahnya hanya akan menganggap bahwa dia sedang berusaha memberontak kepada ayahnya.




SEMOGA SUKA.....

TINGGALKAN JEJAK YAH CINGU

PAIPAI

TAGAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang