Happy reading....
Pagi telah datang kembali, dan itu artinya hidup yang membosankan, melelahkan dan juga menyakitkan, akan kembali dijalani oleh Liasya. Dia mulai merasa bahwa dirinya tidak bisa lagi bertahan lama, dia sungguh ingin menyerah, sudah ada sepertinya 1000 kali Liasya berpikir untuk mengakhiri hidupnya karena memang tidak ada lagi yang memerlukannya di dunia ini, lebih baik dia mati.
Bukannya pergi kesekolah seperti biasa, Liasya malah terpaku melihat seorang nenek-nenek yang umurnya sekitar 60 tahun, yang membawa gerobak sampah dan dalam gerobak itu ada 2 orang anak kecil. Liasya menghentikan mobilnya di pinggir jalan kemudian menghampiri nenek-nenek tersebut.
Liasya mengenal nenek itu, Liasya sering mengunjugi mereka di kolong jembatan tempat tinggal mereka. "Nenek." Sapa Liasya dan kemudian menyalim nenek tersebut. "Eh neng Liasya, kenapa neng ? Kok nggak ke sekolah."
"Kebetulan liat nenek lewat jadi Liasya samperin."
"Ohh begitu yah neng, nggak perlu disamperin atuh neng kalo mau ke sekolah mah. Nanti terlambat." Ujar nenek Sumi cemas.
Liasya menatap kearah gerobak dan melihat cucu nenek Sumi yang duduk di sana sampe menatapnya dengan mata polos dan juga berbinar, karena merasa senang melihatnya, usia mereka itu masih 3 tahun mereka anak kembar dan mereka juga tidak memiliki orangtua lagi. Orangtua mereka sudah meninggal. Mereka hanya dirawat oleh nenek Sumi seorang diri.
"Kalian udah makan belum nek ?" Tanya Liasya yang takut kalau mereka sedang menahan lapar.
"Sudah kok neng, nggak usah khawatir." Jawab nenek Sumi. Namun kedua cucu bi Sumi yang bernama Sari dan Jojo malah menggeleng, memberi tahukan bahwa mereka belum makan. Bahkan semalam mereka juga hanya bisa makan 1 roti dibagi bertiga, yang pastinya tidak akan mengenyangkan perut mereka. Namun karena sudah begitu sering Liasya membantu mereka, membuat nenek Sumi sangat segan bila terus menerus menerima bantuan dari Liasya.
"Yaudah kalian tunggu disini dulu yah nek, Liasya beli makanan buat kalian dulu." Kemudian Liasya mencari warung makan yang ada disekitar jalan itu, setelah membeli nasi bungkus lengkap dengan lauk, Liasya kembali menghampiri nenek Sumi, kemudian memberikan makanan yang telah dibelikannya.
Liasya ikut duduk di pinggir jalan membantu Bi Sumi menyuapi Jojo dan Sari, bukannya tidak bisa makan sendiri namun Liasya yang mau, dia sangat menyayangi mereka. Karena itu dia langsung turun dari mobil ketika melihat mereka. Dirinya merasa bersalah karena hampir 1 bulan dirinya tidak mengunjungi mereka, karena Liasya yang bolak-balik ke rumah sakit. Setelah mereka selesai makan, Liasya memberikan uang 500 rb kepada nenek Sumi. Nenek Sumi sangat kaget melihatnya, karena selama ini Liasya tidak pernah memberikan uang langsung kepadanya. Liasya lebih senang membelikan barang-barang dan juga bahan pangan kepada mereka.
"Ambil nek! Liasya mungkin masih belum bisa ngunjungin nenek dalam waktu dekat. Ini buat kebutuhan nenek sama adek-adek." Liasya menyelipkan uang itu ke tangan nenek Sumi.
Nenek Sumi sampai menangis melihat kebaikan Liasya, dan akhirnya memeluk Liasya sambil terus terisak. "Makasih neng, makasih udah sering bantu nenek. Nenek tidak tau lagi harus bagaimana membalas kebaikan neng Liasya."
"Sama-sama nek. Nenek nggak perlu balas kok, cukup nenek adek Jojo sama Sari bahagia itu udah buat Liasya seneng banget." Ucap Liasya mengusap punggung nenek Sumi yang masih setia memeluknya.
"Yaudah nek, Liasya ke sekolah dulu yah. Udah telat banget soalnya." Pamit Liasya.
"Maaf yah neng gara-gara nenek, neng Liasya jadi terlambat sekolahnya."
"Ya ampun nek, orang Liasya yang mau sama kalian kok disini. Yaudah Liasya pamit yah nek."
"Dadah kakak Lica"
Dadah kakak Lica" Ucap Jojo dan Sari bergantian sambil melambai-lambaikan tangan mereka."Dadah adek-adek kakak."
"Baik-baik yah nek, jangan maksain buat kerja terus, kalo capek istirahat. Kapan-kapan Liasya main lagi kerumah nenek, tapi mungkin belum bisa diwaktu dekat, hahaha."
"Sekali lagi makasih banyak neng. Bahagia selalu yah neng."
Mendengar hal itu Liasya ingin sekali menangis. Dia tidak pernah bahagia, atau mungkin tidak akan pernah. Hanya mereka yang senang dengan keberadaan Liasya. Orang lain tidak, bahkan ingin sekali rasanya bahwa Liasya mati saya.
Liasya hanya mengangguk-angguk kepala dan berlalu dari sana menuju mobilnya untuk segera ke sekolah. Namun sepertinya dia sudah sangat terlambat.
Setelah sampai di sekolahnya Liasya melihat gerbang sekolahnya telah ditutup, dan benar saja dia sudah terlambat. Kemudian satpam sekolah membukakan gerbang, memberikan jalan untuk mobil Liasya memasuki sekolah. Namun tentu saja dia harus ikut baris bersama anak anak lain yang juga terlambat seperti dirinya.
Di depan mereka Tagama berdiri tegap mengawasi gerak gerik mereka. Saat ini mereka sedang di jemur di bawah sinar matahari yang sangat terik. Anak-anak cewek sudah mulai mencak-mencak ditempatnya karena kepanasan, namun takut complain kepada Tagama.
"Saya akan memberikan hukuman kepada kalian terlebih dahulu agar kalian bisa masuk kelas. Ingat tidak ada yang boleh masuk kelas jika hukuman kalian belum selesai, kalian juga kan diawasi oleh anggota osis lain. Paham sampai disini?"
"Paham"
"Paham kak"
Mendengar respon tersebut Tagama pun mulai membagi hukuman mereka, ada yang menyapu lap, membersihkan toilet, menyapu taman. Menyiram tanaman, dan tentu saja setiap pekerjaan itu dilakukan oleh beberapa orang. Namun untuk Liasya dia hanya sendiri disuruh membersihkan dan juga menata buku-buku yang berantakan di perpustakan. Tagama pikir Liasya akan protes karena dia disuruh bekerja sendiri, karena buku diperpustakaan sangat banyak, tetapi tanpa protes Liasya pergi menuju perpustakaan diawasi anak osis cewek adek kelas mereka.
SEE YOU
PAIIPAIII
KAMU SEDANG MEMBACA
TAGAMA
Teen Fiction"Acting lo bagus banget yah cewek sialan sampe-sampe semua orang ngebelain lo. Semua orang mikir ini semua salah gue, padahal lo yang gatal sama tunangan orang." Liasya menenggelamkan wajah Vira kedalam wastafel yang berisi penuh dengan air. Liasya...