Part 29

20.9K 860 85
                                    

Selamat membaca
Vote dulu yh

Tagama POV

"Tagama, berhubung sebentar lagi adalah ulang tahun sekolah ini, saya mau kamu menyusun suatu program yang akan dilaksanakan selama satu minggu untuk memeriahkan ulang tahun sekolah kita."

"Saya percayakan semuanya kepada kamu, nanti jika ada kendala atau yang lainnya, boleh kamu konfirmasi sama saya." Ucap kepala sekolah dirapat guru, yang dihadiri oleh anggota OSIS inti.

Gue nggak tau harus gimana sekarang, pikiran gue sedang kacau, tapi gue harus selesaiin tanggung jawab gue di sekolah ini.

Entah apa yang diharapkan orang tua gue, jadiin gue ketua OSIS. Tetap aja gue jadi cowok brengsek. Gue paling nggak mau diatur, dikekang, apalagi gue nggak di kasih buat nentuin pilihan hidup gue sendiri. Kalau orang ngelakuin itu sama gue, gue bakalan memberontak sekalipun itu orangtua gue.

Gue udah dewasa, gue bisa nentuin hidup gue sendiri, jadi tolong jangan kekang gue.

Biarpun sebetulnya gue malas buat program untuk HUT sekolah gue, tapi gue harus ngerjain itu, karna itu tanggung jawab gue. Jadi gue kumpulin semua anggota OSIS di ruangan OSIS.

"Tadi saya sudah ngomong sama Kepala Sekolah, jadi kita diminta untuk nyusun program yang akan di lakukan disekolah ini selama seminggu penuh buat memeriahkan HUT sekolah kita."

                                     ..............

Setelah sekitar 2 jam rapat, akhirnya programnya sudah tersusun, panitia-panitianya juga sudah dipilih. Jadi seminggu kedepan akan diadakan lomba antar kelas, ada lomba basket putra dan putri, lomba nyanyi, lomba dance, lomba cerdas cermat, lomba fashion show, dan di hari H mereka akan mengundang artis ibukota untuk melakukan semacam mini konser di sekolah.

Karena semua perlombaan itu akan dilakukan oleh seluruh kelas, maka kami anggota OSIS berpencar mengumumkannya ke setiap kelas-kelas, gue bertugas untuk pergi ke kelas XI IPS 1. Iya, gue sengaja ngajuin buat kesana, gue nggak mau munafik, gue mau liat Liasya disana.

Namun saat di kelas itu, gue nggak liat dia sama sekali, gue udah telusuri seisi kelas, namun sosok Liasya tidak ada disana, gue hanya melihat tasnya yang dia letakkan di atas mejanya.

Gue merasa sedikit kecewa karena tidak bisa melihat Liasya di kelasnya. Setelah selesai memberi pengumuman, gue langsung keluar dari kelas itu, namun tiba-tiba dari arah luar, Liasya tiba-tiba datang dan nggak sengaja kita bertabrakan hingga membuat Liasya terjatuh kelantai, dan berkas-berkas yang dia pegang sebelumnya berserakan.

Padahal gue merasa tidak sekuat itu kita bertabrakan, namun kenapa Liasya bisa sampai terjatuh ? Satu hal yang terlintas di otak gue, gadis ini sangat lemah. Luarnya saja kelihatan kuat.

Setelah kejadian itu, Liasya cepat-cepat mengumpulkan kertas-kertas yang berserakan dilantai, entah berkas apa itu. Gue juga ikut mengumpulkannya, tidak banyak memang, sekitar 6 atau 7 lembar saja. Setelah terkumpul semua, dia membungkukkan badannya, sambil minta maaf, entah siapa yang salah sebenarnya, yang jelas Liasyalah yang meminta maaf, dan bodohnya gue, gue malah ingin mendekap gadis itu ke pelukan gue. Terserah lo semua mau bilang gue apa.

Gue perhatiin dia sampai dia duduk ke kursinya, setelah dia duduk tenang, dia pun ikut menatap gue, namun dia langsung mengalihkan pandangannya dari gue, dan sibuk merapikan berkas-berkas tadi.

Gue menghela napas sebentar, dan akhirnya gue pun pergi dari sana. Gue sama sekali nggak sadar ada satu gadis yang menatap gue dengan mata yang berkaca-kaca - Vira. Gue bahkan nggak peduli dengan perasaan pacar gue sendiri. Karena dari awal gue nggak benar-benar suka sama lo Vir, maaf.

Gue pengen banget sekarang ngomong baik-baik sama Liasya, tentang apapun itu, gue pengen. Selama ini gue nggak pernah ngomong dengan baik sama dia, gue pasti bakalan terbawa emosi jika dia sudah ada di depan mata gue. Padahal gue sadar dia nggak punya salah sama gue. Tapi yang buat gue marah dia terlalu kasar sama Vira. Dan akhirnya gue nyakitin dia lebih parah. Maaf yah Sya, gue tau gue jahat banget sama lo, gue nggak sadar selama ini gue nyakitin lo terlalu dalam. Sekarang lo udah jauh banget dari jangkauan gue, bahkan sekedar ngomong sepatah kata sama lo aja gue merasa berat banget. Gue malu Sya ngomong sama lo, takut juga.

Maafin gue yang udah jahat banget sama lo, gue ingat  waktu Liasya dikunci sama Lian di gudang. Gue pura-pura senang Liasya di gituin, nyatanya gue khawatir banget sama dia. Gue nggak tenang selama seminggu dia nggak sekolah waktu itu. Gue diam-diam terus cariin gadis disekolah.

Waktu gue juga dorong dan ninggalin dia ketika pulang olimpiade, gue nyuruh Vira buat naik taksi online dan gue kembali kesekolah itu buat jemput dia, tapi ternyata dia nggak ada, gadis itu sudah pergi dari situ. Jantung gue langsung nggak tenang, hujan deras juga turun waktu itu. Gue cariin dia disepanjang jalan, lama gue nyari dari dalam mobil, akhirnya gue melihat dia berjalan di tengah hujan, namun sebelum gue menghampiri dia, ada laki-laki yang datang memayungi Liasya. Mereka tampak berbicara dan akhirnya Liasya dibawa ke sebuah tempat, sepertinya itu bengkel. Gue takut banget Liasya diapa-apain sama cowok itu, jadi gue ikutin mereka dari belakang, namun gue melihat dari jauh bahwa Liasya duduk di kursi yang ada di bengkel tersebut. Tempat itu juga ramai, jadi gue tidak jadi turun dari mobil. Gue nungguin dia terus disana, dan ketika Liasya pergi dari tempat itu, gue ngikutin dia dari belakang dan pastiin dia pulang kerumahnya.

Ketika om Reza meninggal, gue juga sedih banget. Gue sampe nangis dengar berita itu, gue juga langsung pergi ke rumah Liasya. Gue prihatin banget melihat keadaan Liasya waktu itu. Hati gue perih banget mendengar jeritan dia sambil memeluk tubuh ayahnya yang sudah terbujur kaku di dalam peti. Namun gue nggak berani mendekat, gue hanya bisa melihat dia dari belakang. Ketika gue tau rumah lo disita sama perusahaan milik Papa gue, gue marah besar sama Papah gue. Gue minta rumah itu supaya tidak ikut disita. Gimanapun keadaan Liasya waktu itu sangat terpuruk, gadis itu masih sangat tertekan dengan keadaannya, ditambah lagi rumahnya disita, disaat dia hanya sendiri. Ternyata Papa gue nggak mengetahui itu, Papa gue tidak tau kalau rumah itu ikut disita, dan akhirnya rumah itu sudah kembali, rumah itu sudah jafi milik Liasya sepenuhnya.

Namun semua udah terlambat, Liasya sudah pergi dari rumah itu, entah kemana. Gadis itu berjuang sendiri ditengah tekanan batin yang dia rasakan. Gue masih mengumpulkan keberanian buat ngomong sama dia. Gue mau jujur tentang semuanya sama dia. Apakah bisa ? Atau apakah semua sudah terlambat ?


INI POV DARI TAGAMA, BIAR KALIAN TAU ISI HATI TAGAMA SELAMA INI.
JGN HUJAT TAGAMA LAGI YAH.
TAPI GPP DEH DIHUJAT

MUNGKIN NANTI JUGA AKU BAKALAN BUAT POVNYA VIRA. BIAR KALIAN SEMUA TAU JUGA ISI HATINYA VIRA.

SAMPAI KETEMU DI NEXT CHAPTER
PAPAI

TAGAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang