Episode 2 : V BTS

320 79 174
                                    


Muza Yana

Pagi ini menjadi hari pertamaku di Seoul. Aku hanya melihat kesibukan pagi dari balik jendela kamar. Lalu-lalang pejalan kaki seperti bergegas menuju lokasi kerja. Sebentar lagi, tak lama lagi aku akan menjadi bagian dari para pejalan kaki itu.

Rasanya tak sabar menunggu pukul 09.00 untuk datang ke perusahaan yang alamatnya dicatatkan Jessica tempo hari. Katanya, tak jauh dari sini. Perjalanan sepuluh menit jalan kaki.

"Darao yixia?" Suara Olivia terdengar di luar kamar. Aku membuka pintu dan mempersilakan masuk. Wanita muda itu datang dengan mendorong rak peralatan berdandan.

"Nihao ma?" sapanya dengan nada berbasa basi. Ia tersenyum senang setelah menyapaku.

"Hao de," jawabku sambil membungkuk.

"Aku akan mendadanimu sebelum kau mulai bekerja." Olivia memulai percakapan.

"Tidak usah repot-repot, Nyonya," jawabku dengan membungkuk.

"Ah, sudahlah." Wanita itu membimbingku duduk di kursi meja rias yang memang ada di kamarku. Kamar yang aku tempati memang bukan seperti kamar biasanya. Kamar ini bertema putih dengan single bed, lemari kecil dan meja rias. Kamar mandi kecil juga ada di dalam kamar ini. Aku cukup lega dengan kamar ini, aku tak perlu bersusah payah antrian di kamar mandi dengan gadis-gadis lain yang suka berbisik-bisik saat menatapku. Aku masih sangsi, berapa won aku harus membayar uang sewa kamar ini.

Olivia mengambil sisir bergigi jarang dari raknya dan membuka ikatan rambutku. Pelan-pelan ia mulai menyisir rambutku dengan lembut. Sudah lama sejak ibuku meninggal tak ada yang menyisiri rambutku. Apa yang kini dilakukan Olivia membuatku teringat pada sosok ibuku yang sering menyisiri rambutku saat beliau masih hidup. Aku rindu ibuku, sekuat tenaga aku menahan air mataku.

"Kau cantik Yana, kurasa kau memenuhi standar cantik orang Indonesia," katanya dengan tangan yang sibuk menyisir rambutku yang sedikit ikal.

"Hah, aku cantik?" Aku tersenyum. Kalau aku cantik, mana mungkin aku diberi harapan palsu oleh si Rean anak Pak Lurah. Kalau aku cantik, tak mungkin si Gusti selingkuh sama Hida Shofie. Menurutku, lelaki akan setia dengan wanita cantik.

"Kau ini cantik, percayalah padaku."

"Nyonya bisa saja, jika aku cantik pasti aku sudah punya kekasih," jawabku tersipu.

"Hoh, jadi kau belum punya kekasih? Kurasa kau bisa mencari kekasih di Korea. Kau tahu kan, pria Korea terkenal dengan ketampanannya. Kau lihat saja V anggota BTS itu, dia paling paling tampan di dunia," ujarnya dengan raut wajah bangga. Ketampanan V sepertinya membawa nama baik negaranya di kancah ajang pemilihan wajah tampan.

Aku tersenyum ketika Olivia menyebut V. Mengapa tiba-tiba kami membicarakan salah satu anggota BTS itu? Kurasa di Korea setiap membicarakan wajah tampan selalu nama V yang muncul. Baiklah, jujur V memang memiliki ketampanan yang sangat dasyat. Jujur, V bukan tipeku. Tipe lelaki idamanku adalah Hwang Chanyeol member The One.

"Kau menyukai V, bukan?" tiba-tiba Olivia bertanya seperti itu. Dia seperti sedang mengintrogasiku dan memastikan kalau aku menyukai V. Nadanya justru menunjukkan kalau dialah yang menyukai V. Memang yang menyukai V itu tak ada batasan usia.

"Sebagian besar gadis di belahan bumi ini tentu saja menyukai V," jawabku diplomatis.

"Kau benar, dia kebanggaan kami."

"Oh, begitu. Dia kebanggan siapapun kurasa. Dia adalah perwakilan dari definisi tampan bagi laki-laki," jawabku sekenanya.

"Hahaha, kau memuji pria Korea, kuharap kau berjodoh dengan pria Korea," timpal Olivia.

Aku tersenyum tersipu-sipu. Jika aku berjodoh dengan pria Korea tentu saja aku senang. Aku akan membuktikan pada Rean kalau dia salah telah memberikanku harapan palsu. Katanya, dia mau menikahiku, buktinya dia sibuk dengan bisnis percetakannya. Lalu Gusti, aku akan pamer padanya kalau diselingkuhi dia adalah masalah sepele, toh gantinya Gusti adalah pria Korea. Hida Shofie? Ah, silakan saja ambil Gusti, aku tak peduli.

Aku datang kemari demi sesuap nasi dan menanti kau pinang, pria Korea. Aku datang ke mari untuk mencari pekerjaan dan cinta sejatiku. Aku tersadar dari lamunanku setelah Olivia memulai membubuhkan face primer ke wajahku. Menurutku, Olivia terlalu sibuk mengurusiku, padahal aku di sini membayar uang sewa kamar.

"Nyonya, mengapa kau mendandaniku? Aku tak ingin merepotkanmu," tukasku sambil menahan napas dan memejamkan mata. Olivia dengan cekatan membubuhkan fondation ke wajahku.

"Saat Bekerja di Korea, penampilan itu menjadi keharusan," jawabnya. Oh iya. Aku baru ingat, supaya cepat dapat kerja wanita Korea harus berpenampilan menarik. Mungkin hal ini yang membuat makin banyaknya klinik bedah plastik.

"Apakah tukang listrik sepertiku, nantinya juga harus berpenampilan cantik? Bukankah pekerjaanku menyambung kabel dan memperbaiki generator rusak?" Di lowongan kerja yang kulamar tugasku memang memperbaiki generator dan menyambung kabel. Mengingat aku adalah sarjana teknik elektro, pekerjaan ini kurasa cocok.

"Menyambung kabel? Apa maksudmu?" Olivia justru kembali bertanya. Ia tampak heran dan menghentikan aktivitasnya memoles lipstik di bibirku.

"Iya, dari deskripsi pekerjaan yang kulamar tugasku menyambung kabel dan memperbaiki generator," jawabku.

"Hah? kau salah," sambungnya.

"Benar, aku tidak salah. Seharusnya aku bekerja di perusahaan alat-alat listrik di Beijing. Tetapi, karena perusahaan itu tidak menerima karyawan lagi aku diminta bekerja di cabang perusaan di Seoul."

Olivia mengerutkan keningnya. "Siapa yang berkata seperti itu padamu?"

"Jessica, dia yang berkata demikian."

"Baiklah, sepertinya ada miscomunication. Perusahaan seperti yang kau ceritakan itu tidak ada," tegasnya.

"Apa maksudmu, Nyonya? Perusahaan itu tidak ada? Lantas, aku bekerja di mana?"

"Kau akan bekerja di kafe," jawabnya.

"Kafe? Tunggu-tunggu. Ini tidak mungkin. Aku tidak bisa masak. Tak mungkin aku bekerja di kafe." Apa-apaan ini? Mengapa bisa jadi begini. Mendengar kafe aku bergidik ngeri. Dalam banyanganku pekerjaan di kafe sangat sulit dan melelahkan. Aku tak suka itu.

"Apakah Jessica tidak cerita kalau di sini kau akan dipekerjakan di lini bisnis kami. Tidak ada perusahaan peralatan listrik di sini yang ada kafe, salon, panti pijat, karaoke, toko baju, dan usaha lainnya. Lokasinya masih di Miari."

"Tidak, dia hanya berkata kalau aku akan bekerja di perusahaan alat-alat listrik," jawabku.

Olivia menatapku sejenak dan tersenyum. Ia mendekat dan membuka bajuku. Ia menarik ke atas kaos oblong yang kukenakan. "Nyonya, apa-apan ini? Hentikan, Nyonya!" pekikku.

Catatan kaki :

Darao yixia (mandarin) : permisi

Nihao ma (mandarin): bagaimana kabarmu

Hao de (mandarin) : baik

Cuap-cuap penulis

Apakah yang dilakukan nyonya Jung? Sudah mendandani Yana, kini wanita itu membuka baju Yana. Tunggu di next episode ya teman-teman. Vote jangan lupa. Yang ngevote iklas, aku doakan rezekinya lancar dan selalu sehat. Aminnn

My Big Boss IS V BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang