Muza Yana
Sejak kejadian di taman hiburan itu, kami menjadi canggung dan jarang berbicara. Aku masih tetap datang dan menemaninya mengobrol di kamarnya. Jika tidak ada obrolan, terkadang kami menonton film barat atau drama Korea.
Jigoong pulang ke kampung halamannya di daerah Daegu. V dan Jigoong sejatinya satu kampung halaman. Jigoong adalah sepupu jauh V. Ia meminta izin kepada V selama dua hari untuk mengunjungi keluarganya. V tentu saja mengizinkan, V memang pria lembut berhati mulia yang tidak suka semena-mena terhadap karyawannya.
V selalu loyal pada asistennya. V tidak pernah bersikap seolah raja pada Jiggong. V justru bersikap layaknya seorang kakak pada Jigoong. V juga kadang seolah bersikap layaknya kekasih padaku. Oh, tidak. Itu hanya perasaanku saja. Tentu saja V bersikap layaknya teman padaku. Hanya saja, kejadian di taman hiburan masih berputar-putar dalam benakku.
Kepergian Jigoong membuat apartemen V menjadi sunyi. Tidak ada suara V memerintah Jigoong dan tidak ada suara dengkuran Jigoong. Sunyi tanpa Jigoong hingga isi lemari es tetap utuh. Biasanya isi lemari es akan terkuras habis karena pria itu saat malam diam-diam memakan es krim atau sekadar memakan camilan berkarbohidrat.
Hari minggu pagi, V libur akhir pekan dan tidak latihan atau ke kantor greats hits. Ia Berjam-jam berada di kamarnya dan tidak keluar. Entah ia malas melihatku, entah ia tak enak serumah dengan wanita, yang jelas aku tak tahu. Sepertinya, ia sedang menulis lagu dan mengarasemen musik. Kuharap sekalian saja ia tak keluar kamarnya, supaya aku bebas bersantai-santai menonton televisi Korea dan menonton drama atau iklan yang dibintangi Chanyeol.
V selalu sinis saat aku histeris ataupun menganga melihat iklan yang dibintangi Chanyeol. Katanya, aku berlebihan dan terlalu berkhayal. Padahal, apa bedanya aku dengan penggemarnya yang berlebihan dan terlalu berkhayal. Kurasa aku dan penggemarnya sama saja berlebihan dan banyak berkhayal. Bedanya aku berkhayal menjadi kekasih Chanyeol dan penggemarnya berkhayal menjadi kekasihnya.
Sejam, dua jam, tiga jam, V masih betah di dalam kamarnya. Tak ada siapa-siapa di kamarnya, tak ada suaranya, yang kudengar hanya lantunan musik yang ia arasemen dan sesekali terdengar ia bernyanyi menggunakan microphone. Semua orang yang menonton BTS Live akan tahu kalau di dalam kamar V ada studio kecil tempat ia bekerja. Aku tahu hal ini karena aku pernah menontonnya sedang melakukan vlog. Aku mencoba santai dan tak memikirkannya, apa pun yang ia lakukan aku tak peduli yang jelas cukup lumayan tidak melihat wajahnya yang terkadang enak dipandang dan terkadang menyebalkan.
Aku melanjutkan menonton televisi siaran Korea yang tak kuketahui bahasanya. Setiap iklan selalu menampilkan wajah V dan teman-temannya. Hampir semua iklan di Korea ini didominasi oleh BTS dan aku sesekali melihat iklan yang dibintangi Chanyeol.
Ini sudah pukul setengah dua siang, V masih di kamarnya, ia sudah enam jam tidak keluar dari kamarnya. Apa pria itu tidak lapar? Apa ia tidak bosan? Setahuku memang begini karena orang Korea memiliki budaya kerja yang disiplin dan tinggi. Jika sudah bekerja mereka akan bekerja maksimal dengan hasil terbaik. Berbeda denganku, yang bekerja sangat santai dan suka menunda-nunda.
Beberapa menit kemudian, batinku berperang. Rasanya aku tak boleh membiarkan pria itu tidak makan karena kerja. Aku khawatir? Iya aku khawatir, kalau ia mati yang susah tentu saja aku yang menjadi tersangka utama. Bagaimanapun caranya aku akan memaksanya makan, bila perlu aku akan mendobrak pintunya dan menyeretnya ke meja makan. Jika tidak ada pilihan lain aku akan menyuapinya. Jika ia tidak membuka mulutnya aku akan meninju wajahnya. Aku tersenyum smirk, lumayan juga pernah meninju pria paling tampan di dunia.
Akhirnya, aku berjalan menuju kamarnya dan mengetuk pelan kamarnya. Tak ada jawaban, musik arasemennya masih terdengar lembut. Dari suara yang terdengar sepertinya V sedang memetik gitarnya. Ketukan pintuku tak terdengar olehnya. Ketukan akhirnya kuubah menjadi gedoran keras. Ya, seperti gedoran untuk rumah Pak RT ketika ada warga tertimpa musibah.
Dor dor dor!
V membuka pintu. Seperti biasa wajahnya datar tanpa ekspresi. Ia menatapku dengan saksama. Aku sepertinya telah mengganggunya bekerja. Terserah! Jika ia marah silakan, tetapi aku tak ingin pria itu sakit, kasihan penggemarnya. Ups, aku kasihan pada penggemarnya, atau aku khawatir padanya?
"Kau mau apa?" tanya V dengan wajah datar.
"Hei, kau tidak keluar kamarmu lebih dari enam jam." jawabku.
"Bukankah bagus aku tak mengganggumu melihat bintang K-Pop pujaanmu itu?" jawabnya sinis.
"Sudahlah, aku tak mau berdebat denganmu. Aku sudah menyiapkan makan, silakan kau ke meja makan saja."
"Aku belum lapar!"
"Hei! Kau ini selebriti, jangan sampai sakit. Kasihan penggemarmu!"
"Hei, kau mengkhawatirkanku atau penggemarku," jawabnya dengan menarik sudut bibirnya. Sangat menyebalkan.
"Sudah kau makan saja, V. Selebriti sepertimu harus menjaga kesehatan supaya tetap tampil prima!" kataku santai.
"Tidak, aku belum lapar," jawabnya sambil menutup pintunya.
"Hei V," pekikku sambil menahan pintunya.
"Kau jangan macam-macam. Aku bisa merusak pintumu jika kau tak mau makan!"
"Kau makan sendiri saja, aku belum lapar," sanggahnya.
"Baiklah V, tubuhku terlalu kecil untuk menyeretmu ke meja makan. Aku yang akan masuk ke kamarmu menyuapimu!"
Lagi-lagi V tersenyum menyebalkan. Ia menarik sudut bibirnya.
"Jangan kau kunci pintumu! Kalau kau kunci aku akan merusak pintumu, tak peduli jika aku menggantinya dengan menjadi pelayanmu seumur hidupku!" geramku.
***
Ternyata V tidak mengunci kamarnya. Aku masuk dengan membawa nampan berisi makanan yang kubuat sendiri berbekal resep dari teman-teman K-Popers. Aku hanya bisa memasak ini, ini kulakukan daripada V sakit karena bekerja. Aku membawakan nasi, jipcay yang kumasak sendiri, orange juice, dan segelas air putih.
V masih berada di ruangan yang sepertinya studio mini miliknya. Ruangan itu tertutup dan didesain kedap suara hingga petikan gitar V terdengar pelan dan berirama indah. Aku membuka pintu ruangan itu, pintunya tak dikunci.
Saat melihatku, V meletakkan gitarnya. Headphone masih terletak di kepalanya. Ia masih memasang wajah datar. Aku menyodorkan piring berisi makanan padanya. Ia menggeleng pelan dan menepis makanan yang kusodorkan padanya.
"V, aku serius. Aku tak ingin kau sakit karena bekerja. Kau makan dulu," titahku.
V menggeleng. " Aku belum lapar," jawabnya.
"V kau tak boleh terus-terusan begini. Kalau kau sakit semua orang akan bersedih. Makanlah sedikit saja, nanti kau bisa lanjutkan pekerjaanmu."
V tak menjawab. Ia berpaling menatap layar komputer seperti sedang mengarasemen nada-nada. Aku geram melihatnya. Karena bekerja ia sampai menangguhkan makan siang dan mengabaikan kesehatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Big Boss IS V BTS
FanfictionV menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Aku sudah pasti menganga, rabutnya basah dan terlihat makin menggemaskan. Ia memakai kaos oblong tipis dengan tulisan Celine dan celana hitam parasut sepanjang lututnya. Tak berdandan pun ia justru te...