Episode 4: Terjebak

275 66 160
                                    

Muza Yana

Benar, aku terjebak dalam sindikat perdangan manusia dan dijual ke Korea. Perusahaan alat-alat listrik yang diceritakan Jessica Wang adalah fiktif belaka. Dia memang punya perusahaan, tetapi perusahaan yang bergerak dalam bisnis prostitusi. Jessica adalah mucikari dan Olivia adalah pengurus rumah bordil yang berkedok ibu kos.

Usaha yang dijalankan Jessica semuanya bergerak di bidang prostitusi. Ada panti pijat plus-plus yang melayani om-om senang asing maupun lokal. Ada marketplace 'happy' yang melayani transaki prostitusi secara daring sesuai pilihan om-om senang. Usaha lainnya seperti rumah bordil dan usaha rumah kaca seperti kafe yang tempo hari yang hampir membuatku gila.

Setelah menendang selakangan pria hidung belang, aku kabur kembali ke kamarku dan mengambil tasku. Ternyata, tak semudah itu, aku pun ditangkap pengawal Olivia dan aku dikurung di ruangan isolasi hingga keesokan harinya. Beruntung laki-laki itu tidak menuntutku, ia hanya menuntut Olivia dan meminta ganti rugi. Sebagai hukuman, aku akan dikeluarkan ruang isolasi jika ada lelaki hidung belang yang mengajakku kencan.

Cerita tentang usaha Jessica ini aku dapatkan dari Wina, wanita Korea yang sempat dikurung bersamaku tadi. Wina bercerita dengan bahasa Inggris seadanya, dan aku baru tahu semuanya. Wina kini sudah keluar dari ruangan isolasi mungkin karena ada yang mengajaknya kencan.

Namun, sebelum ia keluar, ia memberikan sebungkus kecil bubuk berwarna putih. Entah bubuk apa yang dia berikan, semoga bukan narkoba. Sebab, aku tak ingin punya masalah lebih besar lagi. Bisa keluar dari sini saja aku bersyukur.

"Yana, ini untukmu. Bubuhkan pada minuman pelanggan. Semoga ini bermanfaat," katanya.

"Terima kasih, Wina," jawabku.

"Hati-hati, semoga kau selamat sampai ke Indonesia," jawabnya sesaat sebelum keluar.

Aku menyimpan bubuk putih dalam braku. Sebab seragam seksi ini tidak memiliki kantong untuk menyimpan apa pun. Sepertinya, pengurus rumah bordir sengaja merancang demikian agar pekerja fokus dengan pelanggan.

Sungguh miris, aku sengaja ke luar negeri mencari kerja, tetapi yang kudapatkan malah situasi kacau seperti ini. Harapan bertemu pria Korea yang tampan sirna seketika, aku justru bertemu pria hidung belang. Kini aku mengerti, harapan memiliki kekasih orang Korea hanya mimpi di siang bolong dan halusinasi belaka.

***

Aku berusaha tegar. Aku berusaha tak menangis, menangis tidak akan menyelesaikan masalahku. Aku terlanjur terjebak di lembah hitam walau sepenuhnya aku belum terjun. Dalam pikiranku adalah bagaimana caranya kabur dari tempat ini.

Ponsel dan surat-suratku disita pengurus rumah bordir. Kini, aku tak membawa apapun kecuali tubuhku sendiri. Aku juga tak ingin dinodai hidung belang dan aku berpikiran kabur walau tak membawa apa-apa. Aku juga berusaha mencari lokasi KBRI, sebelumnya aku juga sempat bertanya pada Wina. Kata wanita muda itu, di Yeudongpo, aku tak tahu tetapi tetap harus kucari sampai dapat.

***
Ruangan isolasi dikhususkan untuk para pekerja rumah bordir yang melawan, berusaha kabur atau menyakiti hati pelanggan. Seperti Wina tadi, ia mengumpat dan menolak permintaan pelanggan, terpaksa ia diisolasi.

Satu hari aku berada di ruangan isolasi ini cukup melelahkan. Mereka menghukumku sembari menunggu hidung belang yang mengajakku kencan. Mungkin saja fotoku telah diposting di website, sebab aku tidak becus di kafe kaca itu. Kata Olivia sebelum menghukumku, Jika ada hidung belang yang tertarik mereka akan mengajakku kencan dengan tarif yang cukup tinggi. Ya, tentu saja, mengingat aku adalah orang asing.

***

Keesokan harinya, salah satu pengawal Olivia membuka pintu ruang isolasi. Sedikitpun aku tak menatapnya, aku masih bersimpuh di atas lantai tanpa beralaskan karpet.

"Kau boleh keluar!" kata pengawal bertubuh besar dengan berbahasa Inggris.

Aku tak menjawab, aku masih duduk bersimpuh dan bersandar pada dinding. Aku berharap, jika ia mendekat aku akan meninju wajahnya dan menendang selakangannya lalu aku kabur. Tunggu saja.

Ternyata benar dugaanku, lelaki bertubuh besar bermata sipit itu mendekat padaku. Ia berjongkok dan menarik pelan daguku. Ia seperti ingin aku menatap wajahnya. Sungguh jijik, dia seperti ingin mengambil keuntungan.

"You're beautiful," bisiknya menyebalkan.

Aku menepuk tangannya. Ia justru terkekeh. Sungguh sial nasibku. Ia memegang kedua pipiku hendak mencium bibirku dan segera ia kuludahi. "Cuih."

Ia melepas tangannya membuat kepalaku hampir terbentur dinding. Ia mengelap air ludah yang menempel di wajahnya. Kemudian ia menamparku dan bersumpah serapah dengan bahasa Korea.

"Mwohaneoungeoya!" Tiba-tiba Olivia datang dan berkacak pinggang. Lelaki itu berdiri dan tertunduk. Olivia memarahinya dengan berbahasa Korea dan menoyor kepala pria itu.

Olivia berjongkok dan mencoba mengajakku berbicara. "Ada yang mengajakmu kencan, kuharap kau tidak menolak. Ia pengusaha kaya di Seoul, orangnya baik. Kau akan dibayar dengan bayaran tinggi. Tujuh puluh persen untukmu dan tiga puluh persen untuk kas rumah bordir."

Aku hanya menatap Olivia dengan tatapan tajam. Aku kecewa padanya, aku sempat mengira dia adalah ibu kos yang baik, namun ternyata dia menejer rumah bordil sialan ini. " Baiklah," tukasku. Aku menyanggupinya semata-mata berniat kabur dan tak akan kembali ke sini walaupun surat-surat dan ponselku masih di tangan mereka.

Aku berdiri dan mengikuti Olivia untuk berbenah-benah. Pengawal yang tadi hampir melecehkanku tak kuhiraukan. Sebisa mungkin aku akan kabur menuju KBRI dan menceritakan permasalahan ini.

***

Tepat pukul sepuluh pagi aku selesai berbenah-benah. Aku menggunakan seragam seksi merah kembali, seragam yang baru diberikan karena seragam yang kukenakan kemarin sudah kotor. Aku berusaha santai agar tak ketahuan niatku kabur. Aku juga mencoba berbasa basi dengan wanita lain di ruang tamu hingga, hidung belang datang menjemputku.

Akhirnya Olivia datang dengan wajah senang. Jelas saja dia senang, sebentar lagi dia akan mendapat bagian cukup banyak dari menjualku. Aku bersumpah, malam ini aku akan membuatnya rugi.

"Kau sudah siap, Yana?" tanyanya semeringah.

"Hm," jawabku cuek dan mengangguk. Aku berjalan ke lobi dikawal Olivia sebelum akhirnya aku menemuai pria yang akan menjadi batu loncatanku untuk kabur. Semoga.

Dari penampilannya sepertinya dia orang kaya. Ia memakai setelan jas berwarna hitam dengan kemeja yang sengaja dikeluarkan dari celananya. Dasinya juga tampak longgar dan berantakan. Ia dikawal oleh dua orang pria berkacamata hitam.

"Hm." Pria Korea bermata sangat sipit itu menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala sambil mengelus-elus dagunya dan sesekali menggigit lidahnya.

Sungguh menjijikkan, aku ingin muntah. Ia bahkan tersenyum genit seperti tak sabar ingin menerkamku. Semoga niatku berhasil. Dadaku pun berdebar-debar. Sungguh, sebenarnya aku ketakutan sekali.

Pria itu memberikan tangannya padaku. Mau tak mau aku menerimanya. Ia tersenyum dan menggandengku. Sungguh sial, ini pertama kali aku bergandengan tangan dengan pria lain yang bukan pacarku. Seseorang, tolong aku.

Glosary:

You're beautiful (Inggris) = Kau Cantik

Mwohaneoungeoya (Korea) = Apa yang kau lakukan

Cuap-cuap penulis :

Up gaess.... Sabar ya. Semesta V akan muncul di beberapa part lain. Aku janji cerita ini bakalan seru dan gak disangka-sangka.

Terima kasih vote dan komentarnya. Semoga lancar rezekinya dan sehat selalu.

My Big Boss IS V BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang