Episode 34 : Cinderella

82 18 92
                                    

Muza Yana

Kedatangan Chanyeol beberapa hari yang lalu membuat angin segar bagiku. Aku berhasil berswafoto dengan Chanyeol dan V tidak menghapusnya lagi karena semuanya sudah diproteksi dengan password

Suasana hatiku kini kembali membaik seperti semula. V sepertinya sengaja mengundang Chanyeol ke rumahnya, mungkin V menebus rasa bersalahnya padaku. Kini aku menyambut V dengan di semua situasi. Aku tidak sedih lagi dan aku bersemangat kerja seperti biasanya.

Sarapannya dan Jigoong kubuat menjadi spesial. Kemudian, setiap pukul 22.00 aku kembali mengajaknya bercerita. Setelah dua minggu lebih kami tak bertegur sapa, aku menjadi tidak tahu kabar Xiaoyu yang ia tipu. Di akhir acara, V justru mengantarku pulang. Sementara acara dansa ia abaikan dan Xiaoyu terpaksa berdansa dengan Son Jungwoo.

"Apa Xiaoyu tidak histeris saat melihat bukan kau pasangan dansanya?" tanyaku penasaran.

"Kau penasaran sekali, memangnya kau tak menonton siaran ulangnya?" tanya V padaku.

Aku menggeleng. Aku terlalu sibuk bekerja, mana mungkin aku sempat menonton siaran ulangnya di TV. Apalagi cucian yang belum disetrika menumpuk.

"Dia tidak histeris, mungkin dia hanya terkejut sedikit, tetapi Son Jungwoo bisa mengatasinya, mereka berdansa dengan baik," cerita V tanpa menatapku yang duduk di ujung sofa kamarnya. 

"Oh, begitu. Kau menonton siaran ulangnya?" tanyaku.

"Tidak, berita ini menjadi topik utama di kantor agensi. Sementara Xiaoyu, gadis itu setelahnya mengunjungiku ke kantor agensi," cerita V.

Aku hanya mendengar ceritanya. Entah mengapa rasanya tidak enak mendengar Xiaoyu mendatangi V ke kantor agensi. Pertama kali aku melihatnya, ia seperti benar-benar mencintai pria ini. Bagaimana jika seandainya Xiaoyu tahu kalau setiap malam pukul 22.00 aku menemani V mengobrol? Aku yakin gadis itu akan murka dan mencekik leherku sampai mati.

"Hei, kenapa kau diam saja?" Tiba-tiba V mengagetkanku.

"Oh, eh. Maaf," jawabku tergagap.

"Kau melamun, kau memikirkan Chanyeol, ya?" ia bertanya padaku.

"Ah, tidak. Ada-ada saja kau ini," jawabku tersipu malu. Aku tidak memikirkan Chanyeol, aku hanya memikirkan Xiaoyu. 

Mendengar jawabanku V hanya memajukan bibirnya lalu menarik sudut bibirnya hingga wajahnya mendadak tampak sedikit menyebalkan. Walau menyebalkan sekalipun, ia tetap saja tampan. Semenjak aku menjadi pelayannya, ia sukses membuatku jantungan. Tak mungkin rasanya menolak pesona V yang sangat luar biasa ini. 

Pria itu kutatap dari sisi samping wajahnya. Ia memiliki hidung mancung sempurna. Bibir menyebalkannya itu tak bisa dianggap remeh. Bibirnya terlihat indah, apalagi saat ia tersenyum dan mengecilkan matanya. Selama ini aku selalu memikirkannya, lebih tepatnya aku memikirkan caranya menolak pesonanya. 

Aku juga memikirkan segala cara menghilangkan dirinya dari otak dan hatiku. Terlebih saat kejadian di taman hiburan di mana ia hampir saja menciumku. Kejadian itu membuat tidurku tidak nyaman, aku menyesal tak menerima ciumannya. Seharusnya, aku menerima ciuman itu dan mengesampingkan tentang perasaan V padaku.

Apalah aku ini, hanya seorang pelayan. Tentu bukan menjadi kriterianya. Berhenti memikirkannya adalah solusi yang baik dalam masalah ini, tetapi tetap saja bayangan V menari-nari. Menyudahi memikirkannya adalah jawaban yang tepat, sebelum aku terjun bebas ke palung hati dan perasaan teramat dalam pada dirinya. 

"Mengapa kau menatapku seperti itu?" V berkata dan membuatku tersadar karena menatapnya terlalu lama.

"Oh-oh. Maaf, V," jawabku gagap. Sial.

Aku mencoba-coba mengalihkan perhatiannya. "Mengapa kau tak membuka suatu hubungan dengan Xiaoyu? Kulihat dia tulus mencintaimu," tanyaku asal.

"Itu hanya masalah kenyamanan. Bagiku cinta saja tidak cukup. Kenyamanan justru lebih penting. Sebab tak sembarangan wanita yang sanggup membuatku nyaman," jawabnya diplomatis. Ia tetap dengan wajah terpaku di televisi yang menayangkan siaran motor GP. Ia menjawab pertanyaanku tanpa menoleh sedikit pun padaku.

Aku menunduk setelah ia berkata seperti itu. Entah mengapa terlintas dipikiranku untuk bertanya kepadanya, apakah ia nyaman bersamaku? Jangan, aku tak boleh menanyakannya. Jawabannya jelas saja tidak, sedangkan wanita paling cantik di dunia saja ia abaikan. Aku mengusap wajahku, dan menyadarkan diriku untuk 'jangan bermimpi' yang bukan-bukan. 

Silakan sadar diri, Rean anak Pak Lurah saja tidak menginginkan aku, apalagi V. Sedangkan Gusti, pemilik bengkel motor itu tidak menginginkanku juga, ia justru memilih Hida Shofie. Kemudian, Seokjin? Astaga aku tiba-tiba teringat dirinya, katanya ia akan menjagaku kalau V tidak mencintaiku? Mengapa Seokjin berkata seperti itu? 

"Kau sepertinya suka sekali menatapku?" Lagi-lagi pria itu memergokiku menatapnya. Sial, aku tertangkap basah lagi.

"V, aku wanita normal," jawabku singkat.

"Aku tahu kau wanita normal, lantas bagaimana?" 

"Aku mengantuk, aku ingin kembali ke kamarku," jawabku. 

"Mengapa kau tak mengatakannya dari tadi. Baiklah, kau boleh kembali ke kamarmu dan beristirahat," jawabnya.

"Terima kasih, V. Selamat malam dan selamat tidur," ucapku sebelum meninggalkannya.

Ia pun menjawab, "Selamat tidur, semoga mimpi indah." Aku menggaruk telingaku. Apa aku salah dengar? Selama aku bekerja di sini, baru kali ini aku mendengar ia mengucapkan selamat tidur.

Setelah sampai di kamar aku merasa lega. Akhirnya, aku menjauh darinya dan menjauh dari pesona luar biasanya itu. Aku memegangi dadaku yang berdegup hebat. Inilah perbedaannya saat aku duduk berdekatan dengan V atau Seokjin, aku berdebar saat berdekatan dengan V. Kata almarhum ibuku, jika kita berdebar berdekatan dengan seorang laki-laki, itu artinya kau jatuh cinta.

Sial. Di saat seperti ini aku justru berdebar. Setiap pukul 22.00 aku selalu berdebar. Habislah aku. Di  kamar aku mengulangi kembali semua gambaran wajahnya yang tadi kusimpan di memori kepalaku. Karena memang semuanya sudah terlanjur tersimpan.

Aku mengempaskan tubuhku ke atas tempat tidur sambil tersenyum. Jika begini terus aku bisa gila memikirkannya. Mengapa Tuhan menciptakan dirinya begitu sempurna? Mengapa takdir bertemu dengannya sebegitu mudah? Kemudian, pada akhirnya apa yang terjadi padaku?

Aku bahkan tidak bertanya sampai kapan kontrakku di sini selesai? Sampai kapan aku mendekam di penjara hatinya? Sampai kapan aku tersenyum diam-diam? Semuanya terasa seperti indah saja. Aku bahkan belum memikirkan rencanaku ke depan. 

Kuambil bantalku dan kembali kutepis segala yang berhubungan dengan V, aku tahu, bahkan sadar kalau menepis pesona V bukanlah perkara gampang. Jika aku sangat mengagumi Chanyeol,  dengan V semua justru terasa sangat berbeda. Aku sangat mengkhawatirkan dirinya. Setiap pekerjaan yang kukerjakan selalu kukerjakan sebaik mungkin agar dirinya merasa nyaman. Segalanya bahkan kuberikan yang terbaik untuknya.

Aku berbaring terlentang dan menatap langit-langit kamar. Apakah dongeng seperti Cinderella itu bisa terjadi di dunia nyata? Jika iya, aku sangat berharap sekali hal seperti itu terjadi juga padaku, aku menjadi Cinderella dan V adalah pangeran yang kucari-cari selama ini.





My Big Boss IS V BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang