"Cinta ini cinta yang tak kan tergantikan."
Jimin
Dering nyaring yang berasal dari pengeras suara menandakan kalau jam pelajaran sudah harus diakhiri. Beberapa orang di dalam kelas sudah berlarian, berlomba siapa saja yang bakal bisa keluar lebih dahulu. Alhasil keadaan jadi gaduh dan terlampau berisik.
Dari bangku dekat jendela, Jimin bangkit. Berjalan pelan-pelan meninggalkan kelas untuk bisa menunggu sosok setan di dalam kamar mandi. Keduanya sudah sepakat kalau kelas bukan tempat yang aman buat mengobrol. Terlebih dengan kejadian CCTV yang ternyata masih hidup. Jimin jadi ditanyai aneh-aneh oleh pihak sekolah. Masalah yang seharusnya tidak perlu dibahas karena Jimin sendiri enggan.
Dari cermin panjang yang digantung di kamar mandi, depan bilik, wujud Banaspati datang. Bermula dari percik-percik api kecil yang melayang di udara sampai berbentuk bongkahan. Memantul ke keramik ruangan dan bermutasi jadi sosok manusia. Masih pakai setelan bergaris biru dan jarit. Tidak pernah ganti. Jimin jadi berpikir, kalau saja Banaspati ini manusia dan tidak pernah ganti baju, tidak terbayang betapa pengab dan basin bau bajunya.
"Aku sudah bilang, kan, jangan ganggu Hoseok," kata Jimin. "Dia bilang kalau ibunya sakit sampai tidak bisa bangun dari kasur. Waktu dibawa ke dokter, katanya cuma kecapaian tapi seperti orang koma."
"Tidak semua yang kesakitan itu salahku." Titik kemerahan di manik mata Banaspati kelihatan lebih terang. Mungkin karena lampu ruangan yang redup. "Dan kamu tidak bisa mengatur aku mau makan siapa saja."
"Ban." Jimin jadi jengah. Seingatnya, ia tidak pernah minta yang aneh-aneh. "Kalau kamu kasih aku alasan logis, aku tidak bakal membuat skenario liar di dalam otak. Bikin pusing. Coba bilang, kenapa kamu mengincar ibunya?"
"Kamu tidak perlu tahu."
"Perlu." Lengan kemeja Banaspati, ditarik Jimin mendekat. "Selama ini, aku cuma anggap kelakuan kamu itu iseng atau perintah orang. Ada orang yang minta ibu Hoseok meninggal?" Tanyanya. "Jawab."
Banaspati memincing. "Kamu ini kenapa? Aku baru datang, langsung marah-marah."
"Kamu yang kenapa?" Jimin melempar pertanyaannya. "Sejak kamu muncul, orang-orang di sekitarku seperti diambil satu-satu. Sebegitunya kamu lapar?"
Lidah api muncul pelan-pelan dari balik punggung dan lengan Banaspati. Berwarna kehitaman dan mirip seperti asap. Berbeda dengan api kompor yang selama ini sering Jimin lihat. Tubuhnya yang tinggi, mendekat pelan-pelan dan menghimpit Jimin dengan dinding. "Berhenti berasumsi soal aku. Manusia seperti kamu harusnya diam saja," bisiknya rendah.
Takut-takut, Jimin bertanya, "Jadi selama ini memang yang mengambil kakekku itu kamu? Tanteku juga mau kamu ambil? Kapan?"
Banaspati menghela napas panjang. Meski mungkin juga tidak butuh menghirup udara di keseharian. "Bukan aku," ujarnya. "Kalau kamu masih punya asumsi negatif soal aku, aku tidak bakal menjelaskan semuanya."
"Kamu mengancam."
"Dan aku tidak peduli." Kalimat terakhir mengantarkan demit itu menggendong tubuh Jimin seperti karung beras. Berjalan selayaknya manusia biasa yang menyusuri lorong sekolah. Tidak peduli dengan pasang mata yang memandang keduanya heran. Entah karena orang Kraton yang masuk ke sekolah atau karena Jimin digendong seperti karung tapi tidak meronta.
...
Tubuh Jimin mundur duluan sebelum diserang dengan ciuman lain yang menyita hampir semua oksigen yang ia hirup. Kedua telapaknya sudah ada di depan bibir untuk menghalau Banaspati supada tidak menciumnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adhiyaksa
Fanfiction[ COMPLETE ] : KookMin [ Sudah dibukukan ] Indonesian Mythology fanfiction. Abinawa - full version. Bercerita soal Jimin dan Jeongguk. Bertemunya dua insan beda wujud, dua raga beda pijak, dan dua jiwa satu prasangka. Note: Banaspati adalah sosok r...