33

805 122 75
                                    

"Tapi hatiku selalu berpihak lagi padamu."


Yugyeom

Tidak ada yang salah kalau menyebut Jeongguk dengan kata bengis, tidak kenal ampun. Semenjak pertemuannya dengan pemuda itu untuk yang kedua kalinya, Yugyeom merasa kalau kawannya berubah jadi orang lain. Mungkin ini jati diri Jeongguk yang asli atau sebuah watak yang bermutasi akibat hidupnya yang kurang mulus.

Sifat lembut dan penyayang seolah hilang dari perawakan Jeongguk yang tinggi. Tidak menyisakan ruang untuk orang lain bisa menjamahnya lagi. Bahkan Yugyeom sudah pernah jadi korban ledakan amarahnya karena tidak sengaja menghalangi jalan. Ia yang awalnya mengira kalau Jeongguk bakal bersyukur justru beralih dan hampir membuat keduanya jatuh ke kubangan pertikaian. Tidak pernah ia duga kalau emosi bisa dikumpulkan anak itu dan meledak ke permukaan.

Sudah sekitar lima belas menit berlalu dan suara rintih mulai mengudara. Hampir selaras dengan teriakan yang berasal dari lautan api. Sosok Jimin masih belum kelihatan. Siluetnya cuma seperti orang kelabakan yang pusing dan mulai sempoyongan. Anak itu tidak bakal bisa bertahan lebih lama.

"Jeongguk," panggil Yugyeom.

Kawannya tidak bergeming. Kedua lengannya masih terlipat dan bersedekap seakan menunggu. Sorot maniknya bak cermin yang memantulkan cahaya keemasan dan bersanding dengan titik merah menyala di tengah pupil. Wajahnya jadi berubah sekeras batu.

"Dia tidak bakal bisa selamat," bisik Bambam dari seberang. Kedua tangannya masih sama sibuknya. Menyalurkan api dari balik kulit. "Masuk, Jeongguk. Binasakan dan jadikan dia arwah saja." Saran yang bagus di situasi genting seperti ini.

"Selamatkan dia, Gguk." Yugyeom mencoba menggoyahkan pertahakan kawan lama nya. "Kamu tahu, dia tidak diberkati ilmu sama sekali, kemari."

Jeongguk tidak bereaksi. Manik matanya masih lurus dan diam menanti. Entah apa yang ia saksikan dan apa pula yang sedang terjadi di dalam otaknya. Jeongguk yang sekarang tidaklah sama dengan Jeongguk yang ia kenal waktu masih di Mataram.

Raungan bisa Yugyeom dengar dari dalam api lagi. Sudah sekitar enam kali.

"Jeongguk!" Pekik kawan Jeongguk yang Yugyeom percaya, punya nama Taehyung. "Jangan siksa dia lebih lama!" Satu tangannya juga terentang. Sama-sama membantu untuk menyalurkan api keunguan yang ikut bergabung dengan nyala keemasan api di dalam kubangan.

Tubuh Jeongguk merunduk. Berjongkok sambil menarik jaritnya supaya ada di posisi yang enak. Ujung kaki nya yang tidak beralas justru bermutasi jadi sekadar siluet hitam saja. Ekspresinya masih sama. Memandang ke dalam api seperti orang yang menanti menu makanan siap disajikan. Jelaga api kemerahan muncul perlahan di balik badannya.

"Kamu masih percaya kalau dia bisa kembali, ya." Yugyeom tidak mau mendorong kawannya ke sesuatu yang tidak Jeongguk kehendaki. Kalau ini yang terbaik, biarkan ia melihat kebinasaan di depan matanya sendiri.

Gemerisik rumput mulai kedengaran waktu api di lobang mulai menyusut. Seakan diserap sesuatu bak magnet yang menarik besi mendekat. Satu sosok bayangan muncul pelan-pelan dari sela rerumputan yang hangus terbakar. Lapisan kulit yang semula Yugyeom yakin, sudah tidak lagi berbentuk, kembali ke badan. Yugyeom kenal betul siapa yang punya badan.

"Jimin," gumamnya.

Jeongguk

Ia tidak salah lihat.

Awalnya memang Jeongguk sengaja tidak bersuara karena sekali ia menjawab, ia tidak yakin kalau tidak menitihkan air mata. Lebih baik bungkam dan menyaksikan apa yang bakal terjadi di hadapannya pakai mata sendiri. Tanpa saran yang tidak bakal membantu atau beberapa teriakan yang sudah berlalu.

AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang