25

501 126 92
                                    


"Dan kuberharap semua ini bukanlah kekeliruan seperti yang kukira."


Museum Batik Danar Hadi, Surakarta

Jimin

Jajaran batik yang dipajang di rak dekat dinding, jadi perhatian Jimin sejak awal masuk. Koleksinya luar biasa banyak sampai ia tidak bisa sebutkan apa saja. Dari keluarganya yang ada di Yogya, sepertinya Solo punya motif yang sedikit berbeda. Dari warnanya yang beragam sampai filosifi bentuknya yang baru saja dijelaskan oleh petugas Museum. Tidak membiarkan pengunjungnya keluar tanpa satu ilmu sekalipun.

Wanita di sampingnya juga sibuk mengusap beberapa tumpukan batik yang ada di meja. Ditata rapi supaya enak dilihat. Perempuan cantik itu pakai setelan rok panjang sederhana yang nyaman dibuat bergerak. Tidak seberat gaunnya yang selalu menutup bagian kaki yang berbeda. Cangkang Wendy agaknya hampir sama dengan apa yang Jeongguk buat. Bisa mengelabuhi banyak orang dan tidak mengundang kecurigaan. "Kamu sudah pernah ke Solo?" Tanyanya. Tas jinjing yang tersampir di pundaknya, disibakkan supaya tidak mengganggu waktu sedang merunduk.

"Pernah tapi waktu masih kecil."

"Aku ajak keliling, kalau begitu."

Sedari awal Jimin datang dan mendekam di sebuah kos kecil yang disewanya, ia tidak bicara dengan orang selain Jeongguk, Wendy, atau Taehyung. Ketiganya tidak memberitahu pula dimana keberadaan dua kawan Jeongguk yang lain. Jimin juga tidak ada niatan bertanya. Mungkin saja mereka punya sesuatu yang harus diurus. Hidup manusia, kan, berbeda dengan makhluk lainnya. "Wendy," panggilnya.

"Iya?" Surai Wendy menyibak indah waktu ia menoleh. "Kenapa? Kamu lapar?"

"Belum." Jimin menggeleng. "Ada yang mau aku tanyakan."

Antusias betul Wendy mengangguk. "Boleh, boleh."

"Apa dua kawan Jeongguk itu seram?" Agak konyol bertanya begini tapi Jimin tidak mau penasaran sampai mati. "Jeongguk saja punya aura yang kuat. Aku tidak bisa bayangkan dua temannya bagaimana."

"Yugyeom dan Bambam, ya." Wendy mengingat-ingat. "Mereka lebih santai dari Jeongguk tapi kalau kamu tantang mereka buat gelut, ya, hampir setara," tambahnya, "Tapi mereka sudah tahu siapa kamu, jadi jangan terlalu khawatir."

Jimin jadi curiga. Kepada siapa lagi namanya disebutkan oleh makhluk astral berapi itu. Pikiran aneh-aneh, ia tepis saja. Toh, Jeongguk bukan tipikal yang suka umbar sesuatu. Dilihat orang saja tidak suka apalagi mengobrol dengan orang asing. Jimin melangkah mendekat ke sosok wanita yang masih memakukan pandangannya pada satu kain dodot yang biasa dikenakan orang menikah. "Kamu berencana menikah dengan Taehyung, Wendy?" Tanya Jimin keceplosan.

"Aku?" Wendy mendengus geli. "Mungkin. Kalau bisa, kenapa tidak?"

"Wah."

"Kenapa memangnya?"

"Aku baru tahu kalau setan juga bisa menikah. Apa adatnya juga sama?"

"Mungkin," jawab Wendy. "Bisa jadi malah makin gampang dibanding manusia."

"Kalau aku menikah dengan Jeongguk, bagaimana, ya, jadinya?" Jimin jadi membayangkan sesuatu yang sulit terjadi. "Manusia menikah dengan demit. Aku bisa dilempar dari surat KK."

"Kan, kamu bakal jadi Banaspati, sebentar lagi?"

"Masih lama." Kalau diingat-ingat, riualnya masih panjang. Belum pula ia bertapa bersama dengan beberapa potong rambut dan kuku. Membayangkannya saja sudah melelahkan. "Kamu pasti cantik kalau pakai baju tradisonal Jawa. Sudah pernah?"

AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang