Rumah terlihat lenggang, sepi. Pintu juga terkunci rapat. Septa menghela nafas panjang, lalu duduk di kursi rotan dekat pintu. Kursi untuk menerima tamu yang hanya ingin basa basi, karna tamu penting bisanya masuk ke dalam rumah.
"Kui lo.. kui saiki seng ngenggeni omah hantu.. Hi kok gak wedi yo" (Itu loh.. Itu yang sekarang nempatin rumah hantu.. Hi kok gak takut ya) bisil dua bocah di dekat pagar bambu.
"Heh sini" teriak Septa.
Dua anak itu memandang Septa dengan ragu, tapi enggan untuk masuk ke rumah, menginjakkan kaki di halaman saja tidak mau. Hanya mematung di pinggir jalan.
Septa mendekat, setelah mengambil segenggam dodol dari dalam tas nya.
"Di panggil kok gak mau mampir?" tanya Septa menepuk pundak Adi, anak berperawakan kurus dengan rambut plontos yang kini tersenyum lebar.
"Ndak papa Pak Dokter, hihi anu, emhh anu" Adi nampak berfikir, mencari alasan tepat agar bisa segera pulang.
"Hihhh" gumam Ado yang kesal karna sepupunya tak kunjung memberi jawaban yang jelas. Ado yang berperawakan gembul dengan rambut belah tengah, menarik kaos Adi agar segera pergi dari rumah itu.
"Anu, anu.. anunya siapa?" tanya Septa gemas, melihat gigi kelinci Adi yang sedari tadi eksis.
"Anunya saya Pak Dokter, eh, em saya di suruh Ibuk ke warung beli gula, eh, em.. Saya duluan ya Pak" ucap Adi gelagapan, membuat Septa terkikik gemas melihat tingkah laku Adi.
"Yaudah, ini buat bekel" ucap Sempta memberikan segenggam dodol pada Adi .
"Loh, buat saya mana Pak Dokter?" tanya Ado memelas, tergoda dengan dodol yang di bawa Adi.
"Di bagi dua, yang rata loh baginya. Harus adil" ucap Septa mengelus kepala Adi dan Ado, sebelum keduanya berlalu.
..........
"Loh Mas, kok sudah pulang? Aku kira sore baru pulang" ucap Mirah berlari kecil ke arah suaminya.
"Tadi kan hanya penyuluhan jadi gak terlalu sore pulangnya. Lagi pula gak ada yang musti di rawat juga" jawab Septa sembari mengelus kepala Mirah, lembut. "Makasih ya Mbok, sudah bawa Mirah jalan-jalan" imbuh Septa setelah mencium tangan Mbok Sinem.
"Sama-sama. Karna Pak Septa sudah pulang, saya mau pamit juga kalau begitu" pamit Mbok Sinem, setelah memberikan belanjaan pada Mirah.
"Yasudah, hati-hati ya Mbok, besok ke sini lagi ya? Soalnya besok saya sudah mulai tugas" pinta Septa sebelum Mbok Sinem berlalu.
"Iya Pak, dan Bu Mirah, itu permenya tolong di taruh di bawah pohon pisang ya? yang dekat dengan kamar mandi" ucap Mbok Sinem mengingatkan.
Mirah hanya mengangguk, membiarkan Mbok Sinem pulang.
"Aneh deh Mas, masak permen gulalinya di suruh buang ke pohon pisang? Mending aku makan lah, sayang kalau di buang" Mirah mengeluarkan permen berbentuk bunga yang tadi di beri oleh pedagang sayur.
"Yasudah, tapi makanya di dalam aja ya.. Mas udah laper, tadi pas di ajak makan-makan sama Pak RT, Mas nolak karna mau pulang cepat. Takut kamu bosan, pas sampe rumah malah kamu lagi jalan-jalan haha, ternyata kamu adaptasinya cepat" gumam Septa sembari masuk ke dalam rumah.
Septa duduk di kursi goyang, sedangkan Mirah menarik kursi kayu, lalu duduk berhadapan dengan Septa.
"Yah, aku kira sampai sore, ternyata jam 3 an sudah pulang. Maaf ya.. tapi ada makanan kok di dapur" ucap Mirah sembari memakan permen gulali.
*Hallo, semuanya :) Maaf kemarin tidak sempat update, karna jiku ada kepentingan.. terimakasih, untuk pembaca setia yang selalu menunggu kelanjutan cerita "Rumah Dinas" untuk saran bisa tulis di kolom komentar, jangan lupa untuk vote cerita "Rumah Dinas, supaya Jiku semangat update setiap hari. Nuhunn
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH DINAS
HorrorRumah itu, bukan hanya Rumah Dinas. Di dalamnya menyimpan pekat, atas banyak darah yang di paksa tumpah. Mawar merah yang tak sempat rekah. - Peringkat 1 #novelhorror 22/05/2021 -Peringkat 1 #cermis 23/05/2021 -Peringkat 1 #bacahorror 24/05/2021 ...