Bagian 6

1.7K 162 7
                                    

Mirah terlihat frustasi, gedoran demi gedoran pintu tidak terdengar, seakan sumbang. Mirah merintih saat sesuatu yang kental dan anyir mengalir melalui selangkanganya.

"Masss!!! Buka Masssss!!!!" rintih Mirah kesal.

Tak lama pintu terbuka dari luar. Septa melotot tatkala melihat istrinya yang menangis sesenggukan.

"Loh kamu kenapa Mir?" tanya Septa kebingungan.

"Huhu Masss.... Kakiku berdarah Mas.." isak Mirah lemas, wajahnya pucat pasi,  seluruh badanya bergetar.

Septa mengarahkan senter ke kaki Mirah, kakinya bersih tak ada darah sedikitpun. Membuat Septa kebingungan.

"Udah, ayo masuk dulu aja" ajak Septa sembari merangkul Mirah.

Mirah berjalan dengan tertatih, badanya tidak sakit sama sekali, hanya bergetar hebat karna efek dari rasa takut yang dia rasakan.

Sesampainya di kamar, Septa mendudukkan Mirah, sekali lagi di priksanya kaki istrinya. Tak ada apapun, hanya sedikit lumpur dan potongan rumput yang menempel pada kakinya saat melewati jalan ke kamar mandi.

"Kakimu gak berdarah Mir.. Utuh, gak ada luka sama sekali" ucap Septa.

"Hik.. Aku gak suka rumah ini Mas.. takut" isak Mirah kembali teringat kejadian barusan.

"Kamu hanya kecapek-an. Istirahat aja ya? Kan, Mas di sini nemenin kamu"

Mirah mengangguk, dirinya memang terlampau lelah, kejadian barusan membuat rasa penatnya menjadi dua kali lipat.

"Besok, kamu gausah ikut Mas ke Balai Desa, di sini saja ya.. Istirahat" ucap Septa, sembari menyelimuti istrinya.

"Aku gak mau di tinggal" tolak Mirah masih dengan suara seraknya.

"Tenang, besok ada Mbok Sinem yang bakal nemenin kamu. Jadi, kalau Mas ke Balai Desa, atau Puskesmas kamu ada temenya. Mbok Sinem bakal di sini sampai Mas pulang" 

Mirah tak menjawab, namun hatinya sudah merasa lebih tenang. Lambat laun matanya mulai berat, hingga ahirnya Mirah tertidur pulas.

.............

Krek krek krek

Suara gaduh dari arah dapur membangunkan Mirah, matanya menyipit kala sinar matahari masuk lewat celah jendela yang masih tertutup.

Mirah beranjak dari ranjang, lehernya sakit, sama dengan apa yang di rasakan badanya. Sepertinya, tidur saja badanya harus membiasakan diri dengan kasur yang keras dan bantal setipis papan kayu.

Di luar kamar, terlihat seseorang berusia 50an, yang tengah memotong sayur. Seseorang itu, rambutnya setengah putih dan disanggul rapi, mengenakan kebaya hijau pupus, dan jarit berwarna coklat tanah dengan corak burung merak. Seseorang itu bernama Mbok Sinem, seseorang yang di janjikan Septa semalam.

"Udah bangun Bu Mirah?" tanya Mbok Sinem halus, senyumnya mengembang, memperlihatkan gurat-gurat kerutan yang tidak melunturkan kecantikanya.

"Iya, Mbok Sinem ya?" tanya Mirah penasaran.

"Iya, Bu. Saya Sinem, Ibunya Bowo, saya di minta Pak Septa buat bantu-bantu" jawab Mbok Sinem sembari memasukkan sayuran ke dalam panci.

"Makasih Mbok" ucap Mirah senang, jarang suaminya sampai mengirim orang untuk membantunya. Biasanya semuanya harus dia kerjakan sendiri.

"Sama-sama, Mbok yang makasih, karna Mbok jadi ada kegiatan" balas Mbok Sinem.

"Mbok, tau gak rumah ini dulu bekas apa?" tanya Mirah teringat dengan kejadian semalam.

Kletak...

Pisau Mbok Sinem terjatuh, hampir mengenai kakinya.

"Dia udah datang Bu?" tanya Mbok Sinem dengan pandangan menyelidik.

"Dia siapa Mbok?" tanya Mirah tegang, melihat ekspresi Mbok Sinem.

Seakan menyadari sesuatu, Mbok Sinem, menggelengkan kepalanya pelan, senyum mengembang pada bibirnya. Seakan sesuatu yang membuatnya kaget, tidak pernah ada.

"Bukan siapa-siapa... Dulu, di sini bekas dokter juga. Dokter Kandungan, hanya saja orangnya gak betah dan ahirnya pergi dari Desa ini" jawab Mbok Sinem, tanpa memandang wajah Mirah. "Mending, Bu Mirah mandi saja, habis itu sarapan. Sebentar lagi makananya siap" imbuh Mbok Sinem sembari menyiapkan piring.

*Hallo, semuanya. Maaf, kemarin tidak sempat update karna Jiku ada kepentingan lain :) Terimakasih untuk tetap menantikan part cerita "Rumah Dinas" Jangan lupa untuk like dan komen supaya Jiku tetap semangat melanjutkan cerita. Nuhunnn.

RUMAH DINASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang