12

3.4K 320 31
                                    



























































































"Rose, kau menyukai Rose kan, Lisa? Tapi kau selalu saja mengelaknya dan terus berusaha membohongi diri sendiri agar tak merasa bersalah padaku. Sudah cukup Lisa-ya, tak usah sok menutupinya lagi rapat-rapat bahkan dari lubuk hatimu sendiri!" Sofia langsung berjalan keluar dari kamar Lisa dan membanting pintunya.

Lisa mematung di tempatnya.

.
.
.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Sofia nampak masih betah duduk di depan jendela kamarnya melamun tak jelas. Matanya nampak berkantung dan dia nampak berantakan tak berdaya, ia tak bisa tidur karena kepalanya yang masih saja sibuk sendiri memikirkan Lisa yang tak kunjung mau pergi dari otaknya yang batu.

Sofia sadar ia dan Lisa sama-sama keras kepala, tapi di lain sisi ia juga tak bisa begitu saja melepaskan Lisa walaupun sudah berkali-kali berkata ingin menyerah. Tapi ujung-ujungnya, Sofia masih saja berharap Lisa tak memasukkan ucapannya ke hati sehingga mereka masih bisa bersama kembali seolah tak terjadi apa-apa.

Tok....tok...tok....!

Ceklek!

"Kau sudah bangun dek? Kajja sarapan sudah siap," ujar Zee berjalan mendekat, ia nampak terheran dengan penampilan Sofia yang amburadul, "Are you okay? Apa terjadi sesuatu lagi?" Ia mengelus pucuk kepala adik kesayangannya itu.

Sofia masih terdiam menatap kosong keluar jendela.

"Apa yang Lisa katakan soal kemana dia menghilang kemarin?" Tanya Zee lagi.

Sofia masih diam, Zee membuang nafasnya, ia merapikan rambut Sofia yang berantakan, "Kau mau unnie turun tangan untuk membunuh Lisa?"

Sofia mulai tersadar, "Apa maksudmu, unnie? Jangan bermain-main dengan kata-kata seperti itu. Jangan pernah berbuat yang tidak-tidak padanya,"

Zee tersenyum tipis, "Dari pada terus menerus melihatmu seperti ini, bukankah akan lebih bagus aku bunuh saja dia sekalian, agar kau tak galau-galau lagi,"

"Mungkin aku tak akan galau lagi jika dia mati, Tapi aku akan jadi gila," Sofia melihat ke Zee, "Tidak apa-apa unnie, inilah prosesnya. Walaupun sakit, aku akan tetap menikmatinya, aku akan terus menjalaninya dengan caraku sampai jantung ku berhenti berdetak dan tak bisa lagi membuka kedua mataku. Aku akan tetap mencintai nya walaupun sakit, jadi... Unnie tak perlu khawatir,"

Zee mulai berdiri dan mengulurkan tangannya, "Ayo sarapan kalau begitu, kau tahu kan pura-pura bahagia itu butuh tenaga ekstra,"

Sofia menerima uluran tangan sang kakak, "Pura-pura bahagia dan sok kuat di depannya seolah semuanya lancar-lancar saja kalaupun dia tak disisiku. Itu lebih detailnya unnie."

Zee tersenyum, "Benar sekali, kau harus sarapan yang banyak untuk menanggung semua beban itu,"

Keduanya lalu berjalan ke arah ruang makan.

.
.
.

Disisi lain, Lisa kini tengah di ruang dokter Han yang merupakan salah seorang dokter pribadi keluarga Bae. Ia memiliki banyak bekas luka yang membiru hampir di seluruh tubuh dan wajahnya, karena itu ia memutuskan untuk bolos sekolah dulu hari ini dari pada kena gibah satu sekolah.

"Ini akan perih nona Choi, tolong tahan sebentar," ujar dokter Han mulai mengoleskan beberapa salep di wajah Lisa yang membengkak.

Ceklek...

"Mama! I'm that Rich Man"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang