Bersikap Aneh

11.1K 697 2
                                    

"Memangnya kenapa sih, Mas? Kok kayak panik gitu?" Aku sengaja memancingnya dengan pertanyaan.

"Em, eh nggak apa-apa kok," kilahnya. Aku tau kalau Mas Bram tengah berbohong.

Ternyata sedingin-dinginnya sikap seseorang kalau dalam keadaan salah tetap akan terlihat aura ketakutannya.

"Ya udah, Mas mau sarapan dulu!" ujar Mas Bram. Terlihat sekali Mas Bram menghindari percakapan.

Aku melipatkan tangan di dada melihat kepergian Mas Bram menuju meja makan, dan tersenyum miring.

"Lihatlah, Mas sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga, dan sepintar-pintar manusia menyimpan bangkai pasti akan tercium juga, dan bangakai yang kamu simpan saat ini mulai tercium." desisku.

Aku pun segera membangunkan Rania, dan menyusul ke meja makan.

"Em, aku berangkat dulu!" ujar Mas Bram memecah keheningan.

"Kok buru-buru, Mas? Gak dihabisin dulu makanannya?" cercaku melihat gelagat Mas Bram yang terlihat aneh. Sementara Mama dan Mita pun menatap heran ke Mas Bram.

"Pagi ini, Mas ada meeting jadi buru-buru!" jawabnya. "Da aku pergi dulu!" pamitnya, lalu menyambut tangan Mama. Sementara Mita seperti biasa akan mengadahkan tangan untuk minta uang jajan.

Aku tidak lagi menjawab, lalu segera menyambut tangan Mas Bram dan mengantarnya ke depan pintu.

"Mas, nanti siang aku mau izin ke luar sebentar!" ujarku saat di depan pintu.

"Iya," jawab Mas Bram singkat.

Usai mengantar Mas Bram ke depan pintu aku kembali masuk, kulihat Mama sama Mita masih melanjutkan sarapannya.

"Kenapa sih, kok Bram kelihatannya aneh gitu?" tanya Mama penasaran.

Aku hanya mengendikkan bahu, biar saja tidak ku kasih tau kalau Mas Bram diam-diam punya wanita lain, toh mereka belum tentu akan percaya padaku. Lebih baik diam saja, sampai waktunya tiba.

"Paling juga lagi marah sama Mbak Naya," celetuk Mita, sambil berangkat dari duduknya.

Terdengar Mama hanya menghela nafas, tumben pagi ini, Mama tidak banyak ngomel. Mungkin lagi sakit gigi. Sementara aku hanya diam tidak menanggapi seperti biasa.

"Mita, berangkat dulu ya, Ma!" Mita menyambut tangan Mama dan menciumnya. Sementara denganku ia hanya melambaikan tangan layaknya seorang teman sebaya. "Daaa ... Mbak Naya." Aku hanya membulatkan mata tidak percaya akan kelakuan adik iparku ini, sama sekali tidak ada sopan-sopannya denganku.

Mama pun segera bangkit dari duduknya, terlihat piringnya pun masih ada isinya, kenapa pagi ini semua orang bersikap aneh. "Udah ah, Mama juga mau pergi nanti, sekarang mau siap-siap dulu." Mama pergi menuju kamarnya, tinggalah aku dan Rania yang masih duduk di meja makan.

Kulihat bekas piring, Mas Bram, Mama juga Mita meninggalkan sisa makanan tidak seperti biasanya entah kenapa, apa masakanku pagi ini tidak enak? Entahlah, yang jelas aku sudah mengerjakan tugasku seperti biasanya.

"Ma, kok papa cama nenek cama Tante makanannya gak diabicin?" celoteh Rania dengan nada cadelnya.

Aku tersenyum kearahnya. "Iya, Papa sama Nenek juga Tante lagi buru-buru mau pergi, Sayang. Nah sekarang punya Rania habisin ya!" jelasku seraya membujuknya agar tidak ikut-ikutan menyisahkan makanan.

"Ciap, Mama!" Rania mengangguk dengan setuju, aku pun kembali tersenyum melihat tingkah puteri semata wayangku. 'Terima kasih, Nak sudah menjadi penyejuk dan penentram jiwa ditengah keluarga ini.'

Usai makan aku pun segera membereskan semua piring sisa makanan, sementara Rania sengaja ku biarkan bermain sendiri sembari aku mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Saat akan mencuci aku kembali menemukan benda asing di saku celana Mas Bram, kuraih benda tersebut ternyata hanya bungkus permen, aku pun bernafas lega. Kuyakin setelah aku menunjukkan penemuan semalam ia tidak akan sembarangan lagi menaruh benda-benda yang mencurigakan dengan sembarangan.

Pukul 09 lebih 30 semua pekerjaan rumah sudah selesai, masakan juga sudah terhidang di atas meja. Hari ini aku tidak ke pasar dan membeli sayur di pedagang keliling.

Aku menghela nafas, dan membuangnya dengan kasar, merasa lega sudah mengerjakan semua pekerjaan rumah. Hari ini aku akan kembali ke rumah sakit. Aku bergegas kembali menuju kamar, rumah nampak begitu sepi karena semua orang tengah pergi.

Tiba di dalam kamar aku melihat Rania tertidur di atas kerpet tempatnya bermain sepertinya ia kelelahan, aku segera memindahkannya ke atas tempat tidur. Lalu, mengecek uang tabungan yang nantinya akan kugunakan untuk biaya pengobatan Oma, uang yang kukumpulkan sisa pemberian dari Mas Bram, sepertinya uangnya tidak cukup, aku pun mengambil beberapa perhiasanku. Mudah-mudahan ini semua cukup.

Setelah itu aku bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, tubuhku sudah terasa lengket dengan keringat yang brcampur bau masakan. Aroma bunga dari sabun memberi kesegaran, seketika pikiran terasa rileks. Guyuran air dari sower menambah tubuh terasa lebih segar.

Usai mandi aku melangkah keluar untuk bertukar pakaian, dan mengeringkan rambut. Aku menyisir rambut panjang sepunggungku lalu, mengikatnya dengan rapi. Tidak ada bedak dan lipstik mahal hanya sekedar bedak tabur milik Rania yang ku sapukan pada wajah ini. Aku sengaja tidak membelikan sisa uang belanja bulanan untuk sekedar membeli bedak, lebih baik kutabung persiapan jika ada sesuatu yang lebih penting, atau sewaktu-waktu harus pergi dari rumah ini. Memikirkan itu hatiku terasa nyeri.

Lebih baik aku segera membangunkan Rania, memandikannya dan mengganti pakaiannya.

"Kita mau kemana, Ma?" tanyanya saat tangan ini tengah menyisir rambutnya yang basah. Aku tersenyum.

"Kita mau ngenjenguk, Oma di rumah sakit, Sayang,"

"Hole ketemu, Oma," ucapnya girang.

Setelah bersiap-siap aku dan Rania pun segera menuju rumah sakit di mana Oma Lastri dirawat. Semoga saja Oma Lastri keadaannya sudah lebih baik, sebaris doa kuucapkan dalam hati berharap Tuhan mengabulkannya.

Tiba di rumah sakit aku segera menuju resepsionis untuk melunasi sisa pembayaran.

"Permisi, Mbak saya mau melunasi sisa pembayaran operasi kemarin atas nama Lastri," ucapku menjelaskan.

"Sebentar ya, Bu saya cek dulu," balas Nisa yang kuketahui namanya dari bed name. "Oh iya, untuk pasien bernama Lastri semua biaya sudah lunas dan sudah dipindahkan ke ruang VIP," jelasnya seraya menyunggikan senyum

"Apa VIP?" tanyaku kaget, siapa yang melakukannya, apa keluarganya Oma? Siapa sebenarnya Oma Lastri?

MEMBUAT SUAMI MENYESALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang