Perempuan yang Bersama Bram

12.8K 621 3
                                    

"Nay, kamu dengar, Ibu gak?" tanya Ibu sembari menepuk pelan tanganku, membuyarkanku dari lamunan.

"Eh, iya de-dengar kok, Bu. Em itu, anu Mas Bramnya sibuk kerja," kilahku.

Terlihat Ibu menghela nafas lega. "Oh gitu. Syukurlah Ibu pikir ada apa," ucap Ibu, lalu tersenyum.

Aku pun ikut memaksa untuk tersenyum. "Oh iya, gimana caranya Ibu dan Bapak bisa sampai ke sini?" tanyaku penasaran menatap Ibu dan Bapak secara bergantian.

"Ibu sama Bapak dijemput, Pak Bayu," jawab Ibu singkat.

"Iya, Oma yang suruh mencari keberadaan orang tuamu, karena waktu pertama kali kita bertemu di pesta itu Oma merasa tidak asing denganmu, dan merasa ada ikatan batin, makanya Oma menyuruh orang suruhan Oma untuk menyelidiki tentangmu, dan orang tuamu," jawab Oma panjang lebar.

Aku tidak tau kalau selama ini ternyata Oma mencari tau tentang latar belakang kehidupanku.

***

Hari ini Ibu dan Bapak akan pulang ke kampung halaman Ibu. Dengan berat hati aku melepas kepergian keduanya.

"Ibu sama Bapak hati-hati ya!" Aku menyelipkan 10 lembar uang warna merah. "Buat jajan, Ibu sama Bapak," ucapku.

"Tidak usah, Nak. Bagi Ibu kamu tetap mau menjadi anak Ibu sudah lebih dari cukup," tolak Ibu halus.

"Iya, Nak!" Bapak ikut menimpali.

"Ibu sama Bapak ngomong apa sih, Naya akan selalu jadi anak Ibu dan Bapak," ucapku sambil tersenyum.

"Terima kasih ya, Nak. Maafkan Ibu sama Bapak," lirih Ibu berucap.

"Naya, yang harusnya minta maaf, karena belum bisa bahagiain Ibu sama Bapak. Jadi ibu sama Bapak benaran gak mau tinggal di sini sama Naya?" tanyaku penuh pengharapan agar Ibu sama Bapak berubah pikiran.

Ibu tersenyum, "Bukan gak mau, tapi kalau Ibu sama Bapak tinggal di sini yang jagain ternak kambing sama ayam di kampung siapa?" balas Ibu sambil tersenyum.

Selama ini, aku tidak pernah tau kalau ternyata Ibu dan Bapak tidak mempunyai seorang anak. Mereka pasti kesepian. Saat Oma menitipkanku keduanya pasti sangat senang, hingga takut kehilanganku sampai nekat memisahkan aku dari Oma kandungku, aku sangat paham. Bagaimana pun meski yang mereka lakukan salah, tetapi aku tidak bisa membenci mereka. Sebab merekalah yang selama ini menjagaku.

"Bu, kita pamit ya! Sekali lagi kami minta maaf!" pamit Ibu penuh sesal.

"Iya, hati-hati. Terima kasih selama ini sudah menjaga, Naya!" balas Oma sembari mengulas senyum. "Yang penting sekarang saya sudah bertemu dengan cucuku."

"Iya, Bu,"

"Kapan saja kalian rindu, kalian boleh menemuinya," sambung Oma sambil mengelus rambutku.

"Nenek ...." tiba-tiba Rania berteriak saat Ibu dan Bapak akan pulang. "Nenek sama Kakek mau pulang?"

Dengan tergesa Ibu menghampiri Rania dan memeluk tubuh mungilnya "Iya, Sayang lain kali kalau ada waktu Nenek akan main lagi kesini," ucap Ibu sambil mencium pipinya. Bapak pun mendekat mencium pipi Rania.

"Kakek cama Nenek, janji ya!"

Ibu dan Bapak kompak mengangguk membuat gadis kecilku tersenyum lebar.

"Ya udah, Kakek sama Nenek pamit pulang dulu ya! Rania jangan nakal, harus jadi anak pintar sayang sama Mama dan Papa," ujar Bapak memberi nasihat.

"Iya, Kek. Lania janji gak akan nakal, dan cayang cama Mama dan Papa." Bapak mengelus pucuk kepala Rania dengan sayang begitu pun Ibu.

Ibu dan Bapak pun masuk ke dalam mobil yang sudah dipesankan Oma.

"Bayu, itu barang-barang tolong masukin ke dalam mobil!" titah Oma pada Pak Bayu. Ternyata Oma juga sudah menyiapkan segala bahan pokok untuk kebutuhan Ibu dan Bapak, membuatku semakin terharu.

"Baik, Bu!" jawab Pak Bayu lalu segera memasukkan barang-barang tersebut ke mobil bagian belakang.

"Terima kasih, Oma!" ucapku.

Ibu dan Bapak pun berterima kasih lalu perlahan meninggalkan rumah besar Oma.

Saat Ibu dan Bapak sudah pulang kami kembali masuk ke dalam.

"Gimana, Nak kemarin sudah ngambil berkas yang katanya tertinggal di rumah suamimu?" tanya Oma saat kami tengah duduk di kamar Oma. Sementara Rania bermain dengan Bi Sari, di taman belakang.

"Su-sudah, Oma," jawabku.

"Lalu, apa rencanamu?"

"Be-belum tau, Oma. Rencananya Naya mau cari kerja."

"Buat apa?"

Aku menggigit bibir, bingung mau jawab apa.

"Naya, kamu adalah cucu Oma satu-satunya, Oma ingin kamu menggantikan Oma memimpin perusahaan, karena Oma merasa sudah tua. Sudah sepantasnya kamu menggantikan Oma."

"Ta-tapi, Oma apa tidak terlalu cepat?"

Oma tersenyum, "Oma tau kamu belum siap, tapi cepat atau lambat kamu akan menggantikan Oma, besok Oma akan mengajak kamu ke kantor sekaligus memperkenalkan kamu sebagai penerus tunggal Hanggara grup."

Aku masih terdiam dalam kebingungan, aku tidak pernah bekerja di kantoran. Sebelum menikah aku hanya bekerja di sebuah tempat jahit dan akhirnya bertemu Mas Bram dan menikah.

"Oh iya, jadi gimana hubunganmu dengan suamimu? Apa gak sebaiknya kamu kasih tau tentang kamu yang sebenarnya? Biar siapa nama suamimu?" tanya Oma.

"Bram, Oma."

"Oh iya, biar Bram bisa ikut membantumu diperusahaan."

Tidak! Mereka tidak boleh tau kalau ternyata aku berasal dari keluarga kaya. Apa lagi Mas Bram, biarkan saja mereka hanya tau kalau aku ini miskin.

"Em, tidak usah Oma!" tolakku.

"Kenapa?"

"Tidak apa, Oma," balasku tersenyum.

"Setelah, Naya pikir. Naya harus kembali pulang Oma, karena bagaimana pun Naya masih sah sebagai istrinya, Mas Bram," ucapku takut-takut. Takut kalau Oma akan marah.

Diluar dugaan, Oma malah tersenyum. "Kamu memang Cucu dan Istri yang baik, Oma bangga sama kamu!"

Untunglah waktu itu aku tidak menceritakan semua permasalahan rumah tanggaku dengan Mas Bram pada Oma hingga Oma, mengizinkanku untuk pulang.

"Soal tawaran, Oma, Naya sudah pikiran, dan siap," jawabku yakin.

"Kamu jangan khawatir, nanti akan ada orang suruhan Oma yang akan membimbing kamu selama kamu belum mengerti dan paham."

"Baik, Oma."

"Oma sudah telpon, Nisa untuk menemanimu ke Mall belanja semua kebutuhan kamu dan Rania."

Ternyata enak ya jadi orang kaya sungguhan apa-apa tinggal telpon, berbeda dengan orang yang hanya sok kaya, dan suka merendahkan orang lain.

"Nay, Nisa sudah di depan, segera temui dia." Aku hanya mengangguk, lalu menemui perempuan yang disebut Oma.

Tiba di pusat perbelanjaan fasion wanita, Nisa membantuku memilih beberapa model pakaian, terlihat simple namun tetap style, ternyata Nisa tau seleraku.

Setelah memilih beberapa pakaian kami pindah ke tempat jualan pakaian dalam wanita, setelahnya ke tempat sepatu dan tas.

Saat tengah memilih model tas, tanpa sengaja aku melihat Mas Bram dengan seorang perempuan yang juga tengah melihat-lihat model tas. Seketika dadaku bergemuruh, tanganku terkepal apa itu selingkuhan Mas Bram?

MEMBUAT SUAMI MENYESALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang