"Ng-ngapain juga, Mbak bohong," ucapku berusaha tenang. "Kalau kamu mau kamu bisa jadi pembantu kayak, Mbak!" sambungku lagi.
"Apa Mbak? Jadi pembantu kayak, Mbak?" tanya Mita, mungkin tidak percaya akan tawaranku.
Aku mengangguk, "Iya, kalau kamu mau, Mbak bisa ngomong sama majikan, Mbak."
"Apa, Mbak gak salah ngomong nawarin aku jadi pembantu? Sorry ya, Mbak tampang kayak aku ini lebih cocoknya jadi bintang iklan," jawab Mita percaya diri.
"Ya itu terserah kamu. Bagi, Mbak sih mau kerja apa aja yang penting gajinya besar," ucapku pura-pura cuek, aku yakin setelah ini mereka akan bertanya tentang gajiku.
"Halah, mana ada pembantu gajinya gede!"
"Memang berapa gajimu, berani nawarin Mita jadi pembantu?" tanya Mama dengan nada sombong.
"Gak terlalu besar sih, Ma. Cuma 12 juta perbulan," jawabku asal, karena saat ini uang segitu bukan masalah bagiku.
Kompak Mita dan Mama pun terbahak mendengar jawabanku yang terdengar mengada-ngada.
"Kayaknya, Mbakmu mulai sedikit geser, Mit," ucap Mama setelah puas menertawakanku.
"Iya, Ma," balas Mita sambil mengusap air mata di sudut matanya karena habis tertawa begitu keras.
"Ya kalau kalian tidak percaya gak apa-apa sih, Mama sama Mita kenal keluarga Lastri Hanggara, 'kan?" pancingku.
"Ya iyalah siapa yang gak kenal mereka, tapi kamu jangan kebanyakan mimpi deh, apalagi ngaku-ngaku bekerja di sana," balas Mita.
"Udah, ah Ma. Lebih baik kita shoping-shoping aja, lama-lama dekat, Mbak Naya nanti jadi ikut nge-halu," ucap Mita mengajak Mama pergi sembari menggandeng tangan Mama yang besar itu.
"Hayo! Ini, Mama juga udah laper banget!" ucap Mama sembari mengusap perutnya.
Mereka pun segera pergi menuju kamar masing-masing. Tidak lama kemudian keduanya keluar dengan baju yang berbeda. Nampaknya mereka akan pergi keluar.
Ah biarlah, itu lebih baik dari pada mendengar ocehan mereka yang tidak ada habisnya. Suara deru mesin mobil pun mulai menjauh dari rumah, sepertinya Mita pergi menggunakan mobil.
Setelah mereka pergi aku segera masuk ke kamar dan mandi, bau keringat bercampur debu membuat tubuhku terasa lengket. Usai mandi dan bertukar pakaian aku pun membangunkan Rania dan memandikannya.
"Ma, Lania lapel," ucapnya. "Iya, Sayang, Mama juga laper tunggu sebentar ya Mama pesan dulu!" Rania pun mengangguk, aku segera mengambil ponsel pintar milikku pemberian dari Oma, dan segera memesan beberapa macam makanan.
Tidak perlu menunggu lama pesananpun datang, aku segera membawanya ke dalam kamar untuk makan bersama Rania. Beruntung Mama dan Mita belum pulang.
"Rania suka makanannya?" tanyaku.
"Cuka, Ma," jawabnya sembari menggigit ayam goreng.
"Kalau suka Rania boleh habisin makanannya!"
"Benal, Ma?" Aku hanya mengangguk sembari melanjutkan makan. "Aciiiiikk ...." Rasanya begitu senang melihatnya makan dengan lahap, seumur hidup baru kali ini bisa makan seperti ini.
Alhamdulillah!
Akhirnya selesai juga makannya, Rania pun nampak kekenyangan duduk bersandar di atas sofa, membuatku tersenyum lebar.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanyaku.
"Lania, kekenyangan, Ma," ucapnya sambil mengusap perutnya yang kelihatan berisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMBUAT SUAMI MENYESAL
Romance"Ya ampun, Mbak mau ikut kondangan apa ngelayat?" tawa Mita pecah saat melihatku keluar dari kamar, kulihat Mama pun terkikik entah apa yang lucu. Sementara Mas Bram hanya menghela nafas. "Ma-maaf aku cuma punya ini," jawabku. Penampilan Mita sama...