Pergi Dari Rumah

12.2K 606 1
                                    

"Mbak, Mbak gak apa-apa?" tanya seorang laki-laki sambil menepuk pundakku pelan. Aku masih menutup wajahku dengan kedua tangan. Gara-gara menyeberang sambil melamun aku hampir saja ketabrak, dan sekarang terduduk lemas di tengah jalan beraspal. Rasanya begitu syok.

"Mbak!" Laki-laki itu kembali memanggil.

Aku pun perlahan menurunkan tangan yang menutupi wajah, nafasku rasanya masih tersengal.

"Lho, Ibu Naya?" Lelaki itu begitu terdengar kaget aku menurunkan tanganku, sementara aku masih berusaha menetralisirkan perasaan yang masih berdebar gara-gara terkejut. Namun, seketika aku pun mendongak saat namaku disebut.

"P-pak, Bayu," ucapku tak kalah kaget, saat menyadari laki-laki yang hampir saja menabrakku ternyata adalah Pak Bayu. Aku pun segera bangkit.

"Ibu mau kemana malam-malam begini?" tanyanya penasaran. Aku masih bergeming bingung mau jawab apa.

"Itu, Ibu bawa-bawa tas segala, apa Ibu mau pergi ke rumah saudara?" Pak Bayu kembali bertanya.

Aku hanya menggeleng pelan, entah harus kemana aku pergi dalam keadaan seperti ini, pulang kampung tidak mungkin sementara saudara semuanya jauh.

"Ya sudah, mari saya antar, Bu! Ibu mau kemana?"

Lagi aku menggeleng, "Saya tidak tau, Pak mau kemana. Saya pergi dari rumah." jawabku jujur.

Pak Bayu nampak terkejut, namun ia tidak lagi banyak bertanya.

"Saya permisi, Pak!" pamitku hendak meninggalkan Pak Bayu. Aku mulai melangkah.

"Tunggu!" ucap Pak Bayu membuat langkahku terhenti. "Kalau tidak keberatan, Ibu bisa tinggal di rumah saya untuk sementara waktu. Di sana ada istri saya!" jelasnya panjang lebar.

Aku pun tersenyum, lalu menggeleng pelan. "Terima kasih, Pak atas tawarannya. Tapi, maaf saya tidak bisa," tolakku halus.

Pak Bayu terdiam, wajahnya begitu nampak khawatir. "Terus malam-malam begini, Ibu mau kemana?"

"Saya juga tidak tau, rencananya untuk sementara saya mau cari kontrakan," balasku.

"Kalau begitu, biar saya temanin," tawarnya lagi.

Lagi aku menggeleng menolak tawaran Pak Bayu rasanya tidak pantas berjalan dengan lelaki asing malam-malam begini, apalagi kami tidak begitu saling kenal.

"Kalau begitu bagaimana kalau untuk sementara, Ibu temanin Ibu Lastri di rumah sakit, Ibu Lastri pasti senang!" tawarnya tidak ingin menyerah. Aku pun terdiam sejenak.

"Tiap hari, beliau selalu menceritakan Ibu, dan anak Ibu. Siapa tau dengan keberadaan Ibu mau menemaninya bisa membuat Bu Lastri cepat pulih."

Akhirnya aku mengangguk pelan, menyetujui saran dari Pak Bayu. Pak Bayu pun tersenyum lega karena aku mau menemani Oma.

Aku dan Pak Bayu pun kembali pergi ke rumah sakit, di mana Oma dirawat. Dalam perjalanan, kami hanya banyak diam, sepertinya Pak Bayu sangat mengerti dengan keadaanku, ia pun memilih untuk tidak banyak bertanya.

Tiba di rumah sakit, Oma begitu nampak senang sekaligus terkejut dengan kedatanganku, senang karena aku akan menemaninya, terkejut karena aku kembali dengan membawa tas.

"Mana, Rania?" tanya Oma menyadari aku hanya datang sendirian.

"Sama ayahnya, Oma. Aku tidak diperbolehkan membawanya," ucapku pelan.

Karena Oma begitu penasaran kenapa aku bisa pergi dari rumah, akhirnya aku pun menceritakan sebagian kisahku.

***

"Begitulah, Oma," ujarku.

"Baiklah, kalau begitu mulai besok kamu bisa tinggal di rumah, Oma bersama anakmu!"

"Tapi, Oma ...."

"Anggap saja sebagai rasa terima kasih, Oma dan kamu tidak boleh menolak," pungkas Oma.

"Ta-tapi ...."

"Sebaiknya kamu istirahat saja dulu, persiapkan dirimu!" ucap Oma, aku tidak mengerti apa maksud Oma persiapkan dirimu.

Akhirnya aku pun beristirahat melepas segala kepenatan dan lelah di rumah sakit bersama Oma.

***

Menjelang subuh, aku terbangun karena alarm yang sengaja kupasang, aku pun segera bangkit bersiap untuk melaksanakan salat subuh. Kulihat Oma masih tertidur pulas.

Aku pun segera menuju kamar mandi, membersihkan diri dan berwudu. Keluar dari kamar mandi kulihat, Oma sudah bangun.

"Oma, sudah bangun?" tanyaku sembari menghampiri Oma.

"Oma mau minum?" tanyaku lagi.

"Gak usah, biar Oma ambil sendiri!" jawab Oma sambil tersenyum.

"Jangan, Oma biar aku saja," balasku lalu segera mengambilkan segelas air putih untuk Oma. Tidak lama kemudian terdengar azan subuh pun berkumandang memenuhi jagad raya.

"Oma, Naya izin salat subuh dulu ya!"

Oma pun hanya mengangguk.

Usai salat subuh aku kembali menghampiri Oma, memijat tubuhnya, Oma begitu nampak senang dengan keberadaanku.

"Oma mau buah, Naya kupaskan dulu ya! Tunggu sebentar!" Aku pun segera mengambil buah apel yang disimpan di atas nakas dan segera mengupasnya. Dalam keadaan seperti ini, aku rindu sama Rania, apa yang sedang ia lakukan. Biasanya ia akan memanggilku, ketika ia terbangun. Tanpa terasa air mataku menetes, namun segera ku seka aku tidak ingin Oma tau.

Usai mengupas buah dan memotongnya kecil-kecil aku kembali mendekati Oma dan menyuapkan buahnya.

"Oma kangen sama cucu, Oma Rania," celetuk Oma mengingatkanku, membuat mataku berkaca-kaca.

"Oma mau lagi buahnya?" Aku menyuapkan buahnya berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Aa ...aa," Lagi aku menyuruh Oma membuka mulut, berusaha mencairkan suasana. Dengan tersenyum Oma pun membuka mulutnya.

"Terima kasih, Nak. Selanjutnya apa rencanamu?" tanya Oma tiba-tiba, seketika mengingatkanku pada ijazah SMA yang tertinggal di rumah, Mas Bram seketika itu pula sebuah ide muncul di kepalaku.

MEMBUAT SUAMI MENYESALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang