Detik-Detik Mendebarkan

14.4K 620 7
                                    

"Andai, Mas Bram tidak memberiku talak tiga tentu saja aku mau, Ma," jawabku memelankan suara. Aku yakin dengan begitu bertambahlah rasa penyesalan Mas Bram, juga Mama.

Suasana sejenak hening.

"Jangankan cuma membantu, Naya di perusahaan, bahkan jika anak Ibu adalah suami yang bertanggup jawab dan menyanyangi cucu saya, tentu saja aku sendiri yang akan menjadikannya direktur di salah satu perusahaan saya," ucap, Oma seperti orang yang tengah menyesal. Aku tidak tau, apa yang dikatakan Oma benar adanya atau hanya ingin membuat keluarga Mas Bram semakin bertambah menyesal, karena kehilangan kesempatan.

Mata Mama terbelalak mendengar ucapan, Oma. Sementara Mas Bram kulihat menelan saliva seperti orang yang sedang ngiler sesuatu.

"Di-direktur?" tanya Mas Bram terbata.

"Betul," jawab Oma singkat.

"Bu saya mohon, batalkan perceraian ini. Aku yakin Naya sama Bram masih saling mencintai, kita jangan jadi orang tua yang egois," ucap Mama terisak sembari memegang tangan Oma memohon.

Astaga, aku menelan ludah melihat sikap Mama yang begitu 'wow' bagaimana tidak, padahal kami telah sah bercerai secara agama karena talak tiga dari Mas Bram, dan kami pun tidak bisa kembali rujuk jika aku belum menikah lagi. Apa Mama benar-benar tidak tau atau hanya pura-pura.

"Sudahlah, Bu Ratna! Ibu menangis meraung-raung sekalipun, sampai tujuh hari tujuh malam pun percuma, Naya dan Bram tidak akan bisa lagi untuk kembali rujuk."

"Ayo, Bram lakukan sesuatu," Mama memegang tangan Mas Bram berharap mendapat solusi. Namun, Mas Bram hanya bergeming.

Sebagai orang tua, aku pikir Mama benar-benar sedikit keterlaluan bersikap demikian, karena ada Meira yang katanya calon mantu barunya. Namun, bersikeras ingin aku dan Mas Bram rujuk. Kulihat ekpresi Meira nampak kesal.

"Bram ...." Mama kembali mengguncang lengan Mas Bram.

Mas Bram menggeleng lemah. "Bram gak bisa balikan lagi sama, Naya. Ma!" Lesu Mas Bram berucap seperti orang yang belum makan seharian.

"Lho kenapa?" tanya Mama dengan penasaran.

"Karena, Bram sudah menalaknya dengan talak tiga, dan kami tidak bisa rujuk sebelum, Naya menikah terlebih dulu dengan lelaki lain." Mas Bram tertunduk. Dih, percaya sekali, Mas Bram berucap demikian, seolah-olah penghalangnya lantaran aku harus menikah lagi. Sekalipun bisa rujuk aku udah ogah. Tetapi, tentunya semua itu hanya dalam pikiranku.

Mendengar jawaban Mas Bram Mama begitu nampak syok, tubuh besarnya sedikit oleng beruntung ada Mita dibelakangnya hingga tak jadi jatuh, meski sebenarnya Mita hampir terjengkang ke belakang karena menahan tubuh gemuk, Mama.

"Ibu baik-baik saja?" tanya Oma melihat Mama yang hampir pingsan membuatku geli sendiri.

Amboi, kemarin mereka tak segan marah, membentak, mempekerjakan bahkan mengusirku tanpa rasa pri-kemenantuan. Sekarang setelah tau aku kaya raya, mereka ngotot ingin aku dan Mas Bram rujuk, semua tidak lagi mudah dan sama, Ferguso!

"Ja-jadi, itulah sebabnya kalian tidak mau rujuk?" terbata Mama bertanya.

Mas Bram mengangguk, mengira aku masih mengingkannya, dan terhalang karena talak yang diberikannya. Wajahnya begitu nampak kesal dan menyesal.

Rasanya aku ingin tertawa melihat ke-PD an mereka yang kompak mengira aku masih cinta mati. Wajar sih, karena memang sikap itu yang kutunjukkan agar, Mas Bram merana dan menyesal karena telah membuangku, yang ternyata satu-satunya pewaris tunggal Hanggara group.

Setelah sibuk membicarakan hal yang tidak begitu penting menurutku, Pak Samsul memanggil kami untuk masuk ke gedung, karena sidangnya sebentar lagi akan dilaksanakan.

MEMBUAT SUAMI MENYESALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang