6

4.4K 675 31
                                    

Jeno menyipitkan matanya yang memang sudah cipit saat matahari menerpa wajahnya langsung. Ia bersandar pada dinding pondok sambil memangku tangan dan hanya melihat si pemilik pondok sedang melakukan sesuatu yang entah apa itu.

Jaemin melambai pada Jeno saat melihat pemuda itu lalu memberi isyarat untuk mendekat.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku sedang menanam sayur-sayuran. Mau mencoba?"

"Tidak. Tanganku bisa kotor."

"Baiklah. Kau bisa duduk di situ jika tidak ingin membantu."

Mendengar itu, Jeno sedikit menjauh untuk mendudukkan tubuhnya di bawah pohon pinus dan hanya mengamati saja.

"Apa kau lapar?" tanya Jaemin

"Um lapar," jawab Jeno seadanya

"Tunggu sebentar, aku akan memasak setelah ini." Kemudian ia melanjutkan kegiatannya, kembali menanam berbagai benih sayur-sayuran.

"Aku berpikir untuk membuat taman di depan pondok, apa menurutmu itu bagus?"

Jeno mengangkat sebelah alisnya, dia berpikir jika Jaemin yang hari ini cukup cerewet tidak seperti biasanya, atau mungkin karena dia benar-benar suka melakukan pekerjaan seperti bercocok tanam. Jadi sebagai tanggapan, Jeno hanya mengangguk.
Dan benar saja, Jaemin segera berpindah tempat di depan pondok miliknya dan mulai menggembur-gemburkan tanah lalu setelah itu ia mulai menanam benih bunga matahari.

Jaemin mencuri pandang pada Jeno ketika melewati pemuda itu untuk mencuci tangan. Ia menggeleng pelan saat melihat Jeno yang sedang menggambar sesuatu di atas tanah dengan penuh kebosanan.

"Kau terlihat kurang kerjaan, kenapa tidak membantuku memasak?"

"Hm? Terdengar tidak menarik. Tapi baiklah."

Kedua pemuda itu mulai membagi tugas, Jeno yang memotong sayur-sayuran sedangkan Jaemin mempersiapkan bumbu-bumbunya.

"Kenapa semua masakanmu terbuat dari sayur?"

"Aku suka sayur, itu menyehatkan. Kau juga perbanyak makan sayur agar cepat pulih."

"Hm."

Jeno merasa saat ini harga dirinya sebagai seorang Raja hilang begitu saja. Jaemin terus menyuruhnya melakukan ini dan itu. Sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya maka hari ini telah dia lakukan, seperti membelah kayu bakar, memotong sayur, mencuci beras bahkan membakar ikan. Saat ini Jeno tidak lagi memakai Jubahnya, ia membiarkan bagian atas tubuhnya terekspose begitu saja. Dan saat Jaemin melihat itu, ia tidak tahan untuk tidak menegur, "Di mana bajumu? Kau bisa masuk angin."

Hanya butuh waktu setengah jam agar semua hidangan itu tersaji.

"Bagaimana rasanya?"

"Terasa seperti sayur."

Ya tentu saja karena itu memang sayur.

"Setelah makan minum obatmu, aku sudah menyiapkannya."



.



.



.




Jeno duduk termenung di depan pintu pondok milik Jaemin. Pikirannya kembali tertuju pada ketiga adiknya yang entah bagaimana nasib mereka saat ini. Jika mereka masih hidup maka itu akan menjadi sebuah keajaiban.

Hal ini terasa seperti dejavu, dulunya mereka merupakan kerajaan terkuat yang bahkan bisa membantai satu negeri tanpa tersisa, salah satunya negeri Iris beserta kerajaannya. Jeno masih ingat jika dulu dia bahkan menertawakan Raja Iris karena bersembunyi dari mereka tapi sekarang justru dirinya yang bersembunyi. Dan lebih parahnya lagi, yang menjadi penolongnya adalah seseorang yang memiliki masa lalu buruk dengannya dan merupakan keturunan langsung negeri Iris.

REDEMPTION || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang