Setelah beberapa hari terpisah di tempat yang berbeda mereka akan kembali bertemu di jalur Dragon Mountain sesuai kesepakatan sebelumnya.
"Hyunjin Hyung belum kembali, apa tidak apa-apa kita kembali ke Dragon Mountain tanpanya?"
Jisung mejawab dengan santai, "Tidak usah khawatir, Hyungku itu cukup hebat.
"Yang Mulia, di depan sana sekitar seratus prajurit menuju ke sini!" seru salah satu prajurit Stellar yang bersama mereka. Dalam waktu beberapa hari ini kelompok Chenle dan Jisung berhasil menemukan sekitar lima ratus prajurit Stellar yang tersisa bersembunyi di hutan.
"Kita harus cepat pergi dari sini. Orang-orang ini tidak memiliki kuda," ucap Chenle menunjuk orang-orang yang datang bersama Jeongin.
Dengan berat hati Jeongin mengangguk, "Baiklah, kita pergi."
Ia sesekali melihat ke jalan masuk hutan berharap Hyunjin benar-benar datang dari sana. Namun sampai hari ini pemuda itu belum juga menunjukan batang hidungnya.
"Hyung!"
Jisung melambaikan tangannya saat melihat Haruto dan Junkyu memacu kudanya dari kejauhan. Mereka tidak membawa prajurit seperti yang lainnya karena mungkin saja memang tidak ada yang memiliki niat untuk menyusup ke sana. Tapi saat ini Haruto membawa seorang pria paruh baya bersamanya.
"Paman Kim!?"
Pria paruh baya itu memiringkan kepalanya seolah memberi salam. Dia adalah penasehat kerajaan Stellar yang masih memiliki hubungan keluarga dengan para Pangeran.
"Aku menemukan paman di negeri Apollo. Apa sudah terkumpul semua?" tanya Haruto memastikan.
Jisung menggeleng, "Hyunjin Hyung, Jeno Hyung, Jaemin Hyung belum kembali."
"Apa kita harus mencari mereka?"
"Tidak ada waktu, Hyung. Kita harus segera membawa orang-orang ini ke tempat yang aman," balas Chenle merespon perkataan Junkyu.
"YUHUU PANGERAN HYUNJIN DI SINI!"
Tatapan mereka langsung teralihkan pada segerombolan manusia yang datang dengan Hyunjin yang berada di barisan paling depan dengan kudanya. Mereka semua yang datang bersama Hyunjin menaiki kuda dengan baju berlumuran darah.
"Hyung ternyata kau masih hidup!" teriak Jisung
"Ck, yang bilang aku mati siapa? Kami baru saja membunuh ratusan prajurit yang akan menuju ke sini. Kuda perang mereka benar-benar keren ternyata."
Pantas saja mereka semuanya datang menggunakan kuda. Jeongin diam-diam merasa hatinya sangat bebas tidak lagi sempit seperti tadi.
Hyunjin melihat itu. Dia tersenyum kecil lalu mengusap surai hitam Jeongin seperti sebuah kebiasaan. "Aku menepati janjiku."
"Hyung hebat."
"Sudah cukup basa-basinya. Kita pergi sekarang," ucap Chenle. Mereka semua langsung bergerak ke arah Dragon Mountain.
.
.
.
Posisi mereka telah di ketahui pihak kerajaan Apollo. Penjagaan semakin diperketan, mereka bahkan telah ditunggu oleh ratusan prajurit Apollo di perbatasan negeri Iris.
"Tidak ada alasan untuk mundur. Tetap maju dan habisi mereka. Jangan ada dari kalian yang mati. Ini perintahku!" seru Jeno
"Keinginanmu adalah perintah untuk kami, Yang Mulia," balas Jenderal Jung
Di depan sana para prajurit dari kerajaan Apollo semuanya menggunakan kuda. Sementara mereka yang bersama Jeno tidak memiliki kuda perang seperti itu.
"Jika menang, kalian bisa merebut kuda mereka," ucap Jaemin lembut
"Baik, Yang Mulia."
"Uh, jangan memanggilku Yang Mulia, aku bukan lagi seorang Putra Mahkota atau Pangeran," balas Jaemin canggung.
Jeno tertawa pelan. Ia mengangguk pada Jaemin seolah memberi isyarat agar mereka harus segera keluar dari persembunyian dan menyerbu ke depan.
Melihat orang-orang yang datang menyerbu ke arah mereka membuat para prajurit kerajaan Apollo dalam sekejap ikut menyerbu juga hingga peperangan itu pecah di perbatasan antara Iris dan Stellar.
Samurai-samurai mereka terlihat berkilauan saat terlepas dari sarungnya. Darah segar terlukis di bilahnya yang dingin dan tajam. Hanya dalam sekali tebasan sudah bisa dipastikan akan membunuh musuh.
Tempat itu dalam sekejap dipenuhi genangan darah dan mayat-mayat.
"Kau masih tetap menjadi Jenderal kebanggan negeri Stellar, Jenderal Jung," ucap Jeno
"Terimakasih, Yang Mulia."
Jeno melirik pada Jaemin yang masih sibuk bermain dengan samurainya. Entah sudah berapa musuh yang berhasil di bunuh pemuda itu tapi jubah putihnya telah di penuhi cairan merah yang pastinya berasal dari darah musuh.
Jeno baru melihat hal ini. Ternyata Jaemin bisa menghabisi musuh-musuhnya dengan begitu kejam. Matanya membulat saat Jaemin menuju ke arahnya dan menghunuskan samurai tepat di samping leher Jeno.
"Melamun di saat perang itu tidak baik," cibir Jaemin
Jeno perlahan-lahan menoleh ke belakang, ternyata di belakangnya ada musuh yang baru saja dihabisi Jaemin dengan menancap samurainya tepat di tenggorokan musuh itu.
"Terimakasih."
"Sudah tugasku."
Dalam waktu beberapa menit semua prajurit Apollo berubah menjadi mayat yang mengerikan. Ada beberapa yang anggota tubuhnya tidak lagi utuh.
"Kita pergi sekarang," ucap Jaemin saat melihat asap hitam di angkasa yang berasal dari jalur Dragon Mountain. Itu adalah sinyal yang mereka berikan untuk memberitahu Jaemin bahwa mereka sudah berada di sana.
Seperti rencana awal, mereka benar-benar mengambil kuda-kuda tak bertuan milik prajurit Apollo yang tewas.
"Aku tidak tau ternyata kau bisa membunuh orang secara sadis," ucap Jeno
"Tentu saja aku bisa."
"Bukankah kau pernah bilang tidak akan membunuh orang-orang yang tidak bersalah padamu?"
Jaemin tersenyum miring, "Benar. Tapi jika kau melihat aku membunuh mereka, berarti mereka memang punya salah padaku."
"Termasuk para prajurit-prajurit Apollo tadi?"
"Ya."
Jeno terdiam. Di otaknya memikirkan banyak hal. Apa yang telah dilakukan para prajurit Apollo sehingga Jaemin yang tidak akan tega membunuh orang bisa membunuh orang semudah itu? Sedangkan Jeno yang pernah membantai orang tua dan negeri Jaemin bisa dimaafkan semudah ini?
"Aku penasaran kau mengenalku sejak kapan, dan apa alasan yang kau punya di balik semua ini."
"Suatu hari nanti, aku akan memberitahumu."
"Aku menunggu."
"Jeno-ya, kau lihat pohon itu?"
Jeno menatap tidak percaya pada sebuah pohon yang berada di atas gunung sana. Daunnya berwarna merah semerah darah. Dia sempat berpikir jika itu daun Maple tapi setelah melihat kilauan bercahaya dari daun itu dan bentuknya yang berbeda membuat Jeno percaya jika itu bukan maple.
"Itu apa?"
"Setiap negeri pasti punya cerita magicnya sendiri. Itu pohon yang sangat dipercaya oleh warga negeri Iris dulunya, mereka menyebutnya pohon harapan. Katanya di situ ada seorang Dewi."
"Apa kegunaannya?"
Jaemin mengedikan bahunya, "Aku tidak tau. Aku tidak percaya hal seperti itu."
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
REDEMPTION || NOMIN
FanficBetween Love, Betrayal, and Redemption. "Ada banyak hal yang tidak aku ketahui tentang dunia, dan menarik diri dari dunia luar adalah pilihan terbaik." "Jika seseorang telah menjadi penguasa, delapan puluh persen hatinya tidak akan berguna." Mereka...