13

3.4K 573 20
                                    

Jaemin berdiam diri di camp milik Jeongin dengan pikiran kalut. Setelah berbincang cukup lama, ternyata Jeongin memiliki mata yang benar-benar jeli hingga bisa melihat lambang yang ada di tangannya.

Awalnya Jaemin tidak ingin menceritakan hal ini pada siapapun, tapi karena anak itu terus memaksa Jaemin menceritakan semuanya, tidak ada pilihan lain selain dia menceritakan semuanya pada Jeongin. Lagipula Jeongin bukanlah Haechan.

Satu perkataan Jeongin yang terus mengusik pikirannya, "Hubungan kalian cukup rumit, Hyung. Tapi sebaiknya kau jangan jatuh terlalu dalam, karena jika seseorang telah menjadi penguasa, delapan puluh persen hatinya tidak akan berfungsi."

Itu adalah hal yang sering terjadi. Tanpa siapapun yang memberitahu, Jaemin cukup sadar akan hal itu. Lagipula hanya dia di sini yang memiliki perasaan itu, sedangkan Jeno pasti sama sekali tidak. Cukup dia saja yang tau, jika Jeno sampai tau bahwa sebenarnya mereka telah menikah secara tidak sengaja, dia pasti akan sangat jijik.

"Jeongin-a, aku pergi dulu. Terimakasih atas waktumu."

"Um, Hyung bisa menemuiku kapan saja."

Jaemin tersenyum sebagai respon lalu keluar dari sana dengan lesuh. Namun tepat di depan pintu, langkahnya terhenti dengan pupil melebar. Ada Jeno di sana, duduk di depan camp Jeongin dengan wajah rumit.

"Jeno-ya ...."

Jeno berdehem sejenak lalu berkata dengan datar, "Aku tidak menemukan Haruto, jadi aku kembali ke sini."

"Oh ...."

"Apa itu benar?"

"A-apa?"

"Yang kalian katakan di dalam, apa itu benar?"

Padahal Jaemin baru saja berharap jika Jeno tidak mengetahui hal ini, tapi ternyata Jeno mengetahuinya jauh lebih cepat.

"Tolong jangan bertanya padaku, aku juga tidak tau," lirih Jaemin

Jeno menatap telapak tangan Jaemin yang juga memiliki lambang yang sama dengannya. Wajahnya menjadi semakin rumit dan sulit dijelaskan. Bagaimanapun dia adalah laki-laki normal yang masih menyukai wanita, walaupun tidak pernah benar-benar tau apa itu cinta.

"Maafkan aku, kau bisa kembali ke puncak, aku akan menyusul nanti."

Jaemin berjalan meninggalkan Jeno yang masih berkemul dengan pikirannya sendiri. Kenapa Jaemin yang meminta maaf atas kecerobohannya sendiri? Jika ada yang patut di salahkan, maka itu adalah dirinya. Tapi tetap saja ada satu sisi dalam dirinya yang tidak terima jika hal ini terjadi.

Seperti yang dikatakan Jaemin, Jeno pergi ke Celestial Peak seorang diri, sementara Jaemin entah kemana pemuda itu pergi. Mungkin mereka memang butuh waktu untuk dapat kembali berpikir atas kejadian konyol yang begitu tiba-tiba ini.


.


.



.



"Kau serius akan tidur di sini?"

"Hm, kau tidak keberatan, kan?"

Haechan tentu saja tidak akan keberatan jika itu Jaemin. Hanya saja, selama ini Jaemin tidak pernah meninggalkan pondok mungilnya yang ada di Celestial Peak untuk bermalam di camp orang lain.

"Apa yang terjadi? Apa pondokmu sudah diambil alih dan skarang kau sudah tidak punya tempat tinggal?"

"Tidak, tidak. Aku hanya sementara berada di sini. Di atas membosankan."

Tentu saja Haechan tau itu sebuah kebohongan. Memangnya sejak kapan Jaemin merasa bosan di tempat sunyi seperti Celestial Peak?

"Yaah anggap saja aku percaya. Ayo makan dulu, Junkyu memberi nakanan ini untukku, kau harus habiskan semuanya."

REDEMPTION || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang