11|| Choice

52 13 0
                                    

Happy reading')
.
.
.
.


'Semuanya terasa membingungkan. Tentang kamu yang menjadi masa depan, atau dia yang hadirnya tak bisa tergantikan'

***

"Mau ya?"

Mahda menghela nafas, "okay, tapi, bentar aja, ya?"

Gadis di depannya mengangguk antusias, "janji! Bentar doang, kok. Gue udah ada list buku yang mau gue beli, gak usah khawatir bakal nunggu lama."

Mahda mengangguk. Kini keduanya tengah duduk manis di sofa ruang tamu. Mereka masih berada di kediaman Anthony, rencananya besok baru akan berbenah pindah ke rumah Mahda. Awalnya, Jeff tak mengizinkan Cilla dan Mahda untuk pisah rumah dengannya. Tapi, yang namanya Mahda ya tetap Mahda! Tak ingin merepotkan, katanya.

Sedari tadi Cilla terus saja merengek meminta Mahda mengantarnya ke toko buku di mall untuk membeli novel-novel terbaru untuk stok di rumah Mahda nantinya.

Bukan apa, Mahda hanya kadang merasa jengkel saat waktu yang ia punya terlewati begitu saja dengan mengitari mall.

Tapi, pada akhirnya ia menuruti permintaan gadis itu.

Cewek aneh, itulah yang ada difikiran Mahda. Pertama bertemu, kesannya datar dan dingin, lalu tak lama menyebalkan. Di tengah keluarganya, gadis manja.

Kadang ia berfikir sifat Cilla yang seringkali berubah membuatnya berspekulasi bahwa sebenarnya gadis itu tak baik-baik saja. Ada sebuah gundukan luka yang ia paksa untuk ditutupi. Menjadikan itu semua persembunyian dari sebuah rasa bernama luka.

"Yaudah, gue siap-siap dulu." pamit Cilla pada Mahda yang sedang memakan snack jagung yang ada dipangkuannya.

Cilla beranjak ke kamarnya. Gadis dengan tinggi 170, hidung mancung, mata coklat pekat, rambut curly sebahu, juga bibir ranum yang mungil, itu memilih setelan hoodie putih yang dipadukan dengan jeans panjang bewarna hitam, tak lupa sneakers putih perpaduan merah muda, dan sling bag dengan warna senada dengan sneaker-nya.

Setelah siap, gadis itu menuruni tangga. Senyumnya tak pernah luntur sedikitpun.

"Mahda!" panggil Cilla dengan nada sedikit berteriak.

Yang dipanggil pun terkesiap, namun wajah kaget itu berubah jadi ekspresi takjub. Tak salah, bila Cilla bercita-cita menjadi model. Tubuh yang terbilang perfect dan selera fashion yang bagus, membuktikan seorang Aurora Cilla Anthony memang pantas menjadi seorang model.

"Lo udah siap?" tanya gadis itu saat sudah duduk disamping Mahda.

Mahda mengangguk, "gue tinggal ambil jaket."

Saat tengah meraih jaket di sandaran sofa, ponselnya berdering. Saat ia mengangkatnya, terdengar suara perempuan dari sebrang sana.

"Mahda, temenin aku beli bahan kue, ya? Ada orderan untuk lusa, tapi, bahan-bahannya abis."

"Em, bisa gak, kalo besok aja?"

"Besok kita bimbel, Da. Kamu lupa?"

Mahda melirik Cilla sekilas, ada rasa ingin memilih Anin. Namun, ia sudah terlanjur berjanji pada Cilla.

"Da?"

"Eh? Iya, Nin, maaf ya, aku gak bisa sekarang ada urusan. Gak bisa ditinggal."

"Urusan apa? Tumben, gak mungkin lagi sama Zidan, Imam, dan Cavan, kan? Kayaknya mereka tadi bilang lagi sibuk."

SATU SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang