20|| Asing

56 10 0
                                    

Happy reading')
.
.
.

'Perlahan semuanya menghilang. Tak lagi sosok yang buat tenang, tapi jadi buat pusing bukan kepalang'

***

"Siapa lo?"

"Oh, Anin? Kok lo disini?" lanjut Raffa.

Anin tersenyum kikuk, "aku mau jagain Mahda, kak. Lagipula kebetulan tadi Mahda sendirian,"

"Ada gue kalik," Dari nada jawaban yang dilontarkan Raffa, kentara sekali kalau cowok itu tidak menyukai kehadiran sosok Anin disini.

Beralih menatap Mahda sambil memicingkan matanya seolah berkata 'Udah punya bini, awas lo!' . Mahda yang peka pun menghela nafas dan mengangguk pelan.

Bukan tanpa alasan Raffa tidak menyukai kehadiran Anin disini. Raffa bukanlah orang yang tidak peka terhadap situasi sekitar. Cowok itu tahu, dua orang yang sedang berada di hadapannya ini memiliki perasaan yang saling berbalas yang tidak menutup kemungkinan kapan saja bisa menghancurkan rumah tangga Cilla, adiknya.

"Tadi kan lo pergi, bang." sahut Mahda yang menyadari sikap Anin yang nampak gelisah.

Raffa tak menjawab, langsung berlalu duduk di sofa dan memainkan ponselnya. Enggan rasanya dia ada di tengah-tengah dua orang itu, namun ia harus tetap disini memastikan Si Tengil tidak berulah.

Ruangan itu tiba-tiba saja disekap hening sesaat setelah kedatangan Raffa. Mahda dan Anin saling tatap sejenak.

"Emm, Da, aku pulang dulu, ya?" pamit Anin. Selain karena kecanggungan yang terjadi, ia juga punya beberapa orderan kue yang harus ia penuhi.

Menghela nafas lalu mengangguk, Mahda lantas menjawab, "ya udah, makasih ya udah mau nemenin sampe bang Raffa balik."

Anin beranjak, membenarkan letak sling bag yang ia kenakan sambil tersenyum menanggapi Mahda. Tatapannya beralih pada Raffa yang masih setia pada ponselnya. "Kak, aku pulang dulu."

Raffa hanya berdeham membalasnya. Anin tak paham. Namun, ia harus segera pergi dari sini.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Semuanya terasa berbeda, perlahan semuanya berubah, tak lagi sama. Mulai dari Cavan yang dulunya selalu bersikap lembut, kini cara bicaranya pada Anin berubah ketus, apalagi jika menyangkut Mahda. Lalu Mahda yang jarang memiliki waktu dengannya, tidak seperti dulu, yang bahkan bila Mahda sedang sesibuk apapun saat Anin butuh bantuannya ia akan mendahulukan Anin. Dan sekarang? Raffa. Cowok dingin yang dulu bersikap hangat, kini menjadi seperti tidak mengharapkan kehadirannya.

Tak sadar air matanya turun mengingat semua itu. Apa semuanya akan meninggalkannya? Bukan perihal cengeng, hanya saja Anin adalah gadis rapuh yang tidak suka sendirian. Hadir Mahda sangat berarti baginya. Jika cowok itu pergi, Anin tak tau bagaimana dengan kehidupannya esok.

Anin tak mengerti situasi ini. Sulit untuk dicerna. Sibuk menerka-nerka akar permasalahan, sampai tak sadar ada seseorang dibalik dinding mengintip gadis itu yang masih terpaku di depan ruang rawat Mahda.

'Cowok itu nyakitin kamu, dek?'  batinnya.

***

"Lo kenapa, sih, bang?" tanya Mahda setelah kepergian Anin.

"Hadirnya dia nggak bakal baik buat rumah tangga lo sama Cilla. Gue tau lo suka sama dia," Raffa menatap tajam pada Mahda yang menelan salivanya susah payah.

SATU SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang