13|| Parfum Siapa?

66 12 0
                                    

Happy reading')
.
.
.


'Hidup dalam satu. Berbagi segala padamu. Namun, banyak yang belum aku tahu'

***

"Aku pulang dulu ya, Nin. Makasih buat hari ini." ucap Mahda tulus sembari mengacak pelan surai Anin.

Anin tersenyum, "makasih kembali. Da, kamu belum kasih tau alesan kenapa kamu bubarin bimbel lebih awal?"

"Ada urusan sama papa, Nin."

Anin mengangguk maklum, "yaudah, aku masuk ya?"

"Kok kamu yang masuk?" tanya Mahda ambigu.

"Loh? Ini rumah aku kan?"

Benar, saat ini keduanya sudah di rumah Anin. Sesaat setelah mendapat kabar bahwa Cilla sendiri di kediaman Anthony, karena Jeff, Metta, juga Raffa menghadiri acara launching Caffe milik Raffa. Cilla tidak ikut dengan alasan kurang enak badan.

Maka dari itu ia terpaksa memulangkan murid bimbelnya lebih cepat. Sekarang sudah pukul 7 malam, bimbelnya itu dibagi tiga kelas. Yang pertama bagian pagi, yang kedua giliran siang, dan terakhir masuk sore.

"Kapan-kapan aku masuk, deh."

"Kenapa? Sekarang juga boleh,"

Mahda terbelalak, "eh? Sekarang belum boleh, tunggu beberapa tahun lagi."

"Biasanya juga masuk,"

"Anu ... kan aku ada urusan. Yaudah, ya, aku pergi dulu, bye." Mahda berlari kecil sambil melambai ke arah Anin.

"Makin aneh aja, tuh, orang." gumam Anin setelah sosok Mahda tak terlihat lagi.

***

Mahda mendapati Cilla yang tidur meringkuk di sofa. Ia menaruh plastik nasi goreng titipan Cilla yang ia beli sebelum kesini.

Ia mendekati Cilla, gadis itu nampak sangat lelah. Sejenak ia larut memandangi wajah damai gadisnya.

'Cantik' batin Mahda.

Namun, sedetik kemudian ia tersadar dan menggelengkan kepalanya cepat, menepis pikiran yang baru saja terlintas di pikirannya.

'Andai Anin yang ada diposisi mercon ini, andai Anin yang bakal bangunin gue setiap paginya, andai wajah Anin yang selalu gue liat saat gue membuka mata dan memulai hari, andai gue nggak punya hutang budi sama keluarga Anthony, andai gue bisa terus terang sama Anin, dan mungkin saat ini gue nggak ada disini, sama mercon ini lagi. ANDAI, ANDAI, DAN ANDAI.' batin Mahda menjerit.

Mahda terduduk di karpet bludru merah yang berada tepat di depan sofa dimana Cilla berada. Mengacak rambutnya frustasi, meletakkan kepalanya di lutut yang tertekuk.

Anin adalah sahabat kecilnya. Mereka bertemu saat SD, saat itu Mahda di bully karena ia anak pindahan yang berpenampilan culun.

Iya, seorang Mahda megantara dulunya pernah berpenampilan culun.

Sampai seorang gadis kecil menyelamatkannya saat hendak di siram air comberan. Dia Anin. Yang menjadi sahabatnya, dan cinta pertamanya.

SATU SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang