35|| 13 Mei

34 7 0
                                    

Sebelum baca, jangan lupa masukin cerita SURPRICE'S ke reading list/perpus kalian (ini ceritanya Raffa)
Baru up prolognya, dan insyaallah dilanjutin setelah SATU SAMA selesai
Jangan sampe ketinggalan updatenya!

Happy reading')
.
.
.

'13 Mei menyakitiku terlalu dalam.'

***

Kepala pening, badan menggigil, tak membuat Cilla berhenti atau balik lagi. Kini dia tengah menuju Apotek untuk membeli paracetamol untuk dirinya sendiri.

Cilla masih merasa kesal dengan Mahda yang bukannya meminta maaf atau apapun itu untuk mengakui kesalahannya. Tapi, cowok itu malah bilang ...

"Maaf, Cill, aku ada keperluan tadi. Jadi, lupa buat jemput kamu. Kenapa tadi kamu nggak cari ojek aja? Kalo nekat jadinya, ya, gini."

Kadang Cilla heran pada manusia sejenis Mahda ini. Apa susahnya untuk mengakui kesalahan, tanpa adanya pembelaan lagi? Yang namanya salah, ya, salah. Sulitkah untuk sekedar ...

"Iya, maaf, aku salah, aku lupa. Besok nggak lagi, deh."

Mengakui dan memperbaiki. Itu adalah sistem meminta maaf sebenarnya. Bukan meminta maaf, melakukan pembelaan, lalu malah membuat kesalahan yang sama. Manusia semacam itu sulit untuk dipercaya kembali.

Angin malam sehabis hujan sangat menusuk tulang, dingin tak tertolong. Untung saja Cilla masih waras untuk memakai cardigan rajut tebal miliknya.

Terserah orang mau bilang apa, Cilla tetap melangkahkan kakinya yang hanya beralaskan sendal jepit berwarna biru pastel itu sedikit lagi sampai di tujuan awal ia keluar malam seperti ini.

Lebih untung lagi, Cilla tak perlu pergi jauh untuk sekedar beli obat. Di dekat perumahan Mahda merupakan tempat pertokoan, salah satunya Apotek.

"Permisi, Paracetamol-nya dua, ya." ujar Cilla setelah memasuki Apotek itu.

"Di tunggu sebentar, ya." jawab sang Apoteker.

Cilla ternyata tidak sendiri, suasana Apotek cukup ramai. Setelah beberapa menit, Apoteker wanita itu kembali membawa pesanan Cilla. Seusai membayarnya, Cilla hendak keluar dan segera pulang.

Namun, saat hendak membuka pintu ada yang menabrak bahunya lumayan keras hingga gadis itu terhuyung, dan bisa saja jatuh jika tidak ada tangan yang spontan melingkar di pinggangnya.

"Maaf, nggak sengaja."

Tidak. Cilla harus pergi meninggalkan orang itu secepatnya.

Maka dari itu, Cilla meraih plastik obatnya yang terjatuh, dan berlari keluar sekencang mungkin. Air matanya sudah berlinang sedari tadi.

Tak peduli dirinya yang kini jadi pusat perhatian, dan juga ...

"AURORA?!"

Bukan berhenti, Cilla semakin mempercepat langkahnya. Ia tidak mau bertemu orang itu lagi. Sampai pada jalan sepi.

Shit. Ini hari terburuk Cilla.

Lihat, kini tangannya sudah dicekal lebih dulu oleh orang yang memang dihindarinya sampai berlari.

Cilla dapat mendengar nafas yang tersengal dari belakangnya. "Ra, jangan gini." lirih orang itu.

Pertahanan Cilla runtuh saat itu juga. Ia terisak hebat sambil menutupi wajahnya dengan satu tangan yang terbebas.

SATU SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang