36|| Tempat Berpulang

46 6 4
                                    

Spesial seribu pembaca, chapter kali ini mengandung 2,5K+
Makasih buat yang udah suport!

Happy reading')
.
.
.

'Sebuah tawa belum tentu bersebab bahagia. Luka, juga kecewa ternyata bersembunyi di baliknya.
Secuil rahasia insan ceria.'

***

"Cilla?!" Mahda yang hendak mengejar Istrinya yang berlari menuju kamar dengan berderai air mata itu terhenti saat yang menjadi sebab gadis itu menangis kini tengah mencekal lengannya.

"Dia kenapa, Da?" Anin bingung, sesaat setelah dia memperkenalkan diri sebagai kekasih Mahda, gadis yang Anin tau adalah adik Mahda itu malah berlalu pergi sambil menangis.

Bukan hanya dia, semua yang ada di sana juga terkejut, dan bingung tentang alasan mengapa Cilla menangis.

"Banci." Semua menoleh pada Cavan yang baru saja mengumpat, dan berlalu pergi begitu saja.

Imam dan Zidan saling pandang. "Em, kita balik dulu, Da. Kayaknya situasinya agak kurang baik." Zidan mengangguk menyutujui ucapan Imam.

Mahda menatap ke arah mereka lalu mengangguk. "Maaf, Nin, aku anterin pulang, ya."

Anin menyernyit, "tapi, Da, adek kamu kenapa? Kenapa setelah aku ngenalin diri dia nangis? Aku ada salah, ya?" tanyanya merasa tidak enak.

Mahda memegang bahu Anin sambil tersenyum, "nanti aku tanya sama dia, ya. Sekarang kamu pulang dulu, aku anter."

***

Kurang cukupkah? Kurang apalagi? Masih kurang patah? Kurang berdarah? Kurang parah? Kurang mati rasanya?

Ya Tuhan, Cilla lelah.

Cilla harus apa?

Hari ini penuh banyak kejutan. Banyak air matanya juga.

Pertama, Bara yang datang membawa penjelasan, dan tentu saja membuka luka lama.

Menunggu di halte sampai jatuh pingsan kedinginan.

Bertemu orang yang ia benci sekaligus ... cintai.

Kenyataan yang mengejutkan.

Lalu ... sekarang apalagi?

Mahda yang sudah memiliki kekasih? Apa ini?

Cilla memukuli dadanya yang terasa sesak. Bersimpuh di lantai kamar sambil terisak kencang. Tidak peduli suaranya akan mengganggu tetangganya.

"Papa ... ."

"Mama ... ."

"Abang ... ."

Isakannya menjadi-jadi, "Cilla sakit, Cilla capek."

"Kenapa harus Cilla?"

***

Cilla berjalan gontai dengan Keyla di sampingnya menuju kantin. Cilla pesimis, baru saja diumumkan bahwa minggu depan akan dilaksanakan ujian kelulusan. Apa Cilla bisa melewatinya dengan kondisi pikiran yang kacau-balau seperti ini?

SATU SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang