4|| Teman

86 19 7
                                    

Happy reading')
.
.
.
.
.


'Yang dibutuhkan itu segala perlakuannya, bukan fisik apalagi penampilannya. Sahabat bukan buat ajang pamer rupa'

***

Pagi harinya keluarga Anthony sedang menyantap sarapannya dengan hening. Hanya kurang Mahda saja, karena memang dia sudah pulang tadi malam.

Cilla dan Raffa sudah lengkap dengan seragam sekolahnya. Jeff dengan gagah memakai setelan jas kantornya. Tentu saja Metta yang selalu kelihatan rapi dan modis walaupun tidak kemana-mana.

"Cilla, nanti berangkat sekolah sama Mahda, ya." ujar Metta setelah menyelesaikan sarapannya.

Semalam, setelah berbincang banyak Jeff langsung mendaftarkan Cilla di salah satu SMAN terkenal di daerahnya. Tentu saja langsung diterima lewat jalur koneksi karena kepala sekolah disana adalah teman semasa Jeff SMA. Hari ini Cilla mulai berangkat sekolah. Untuk masalah peralatan sekolah, memang sudah disiapkan jauh-jauh hari oleh Metta.

"Sama abang aja, ah." tolak Cilla.

"Gue bukannya gak mau, ya, Cill. Gue ada rapat ekskul badminton buat turnamen bulan depan."

Cilla mengerucutkan bibirnya, "bentar doang elah, bang." bujuknya.

"Sama Mahda aja sono. Sekolah kita beda arah, bisa telat gue."

"Ish, gue heran. Jadi, sebenernya nama dia, tuh, Mahda atau Tara?"

"Mahda Megantara. Papa-mama manggilnya Tara, kalo temen-temennya sering manggil Mahda."

"Ribet!"

"Mau ya? Sama Mahda, pulangnya gue yang jemput."

Cilla berdeham malas, dan melanjutkan makannya. Mereka yang ada disana terkekeh melihat wajah Cilla yang sepertinya sangat kesal.

"Lagian, kenapa gak pake mobil? Berdebu mobil di garasi, noh." ujar Raffa seraya beranjak, kemudian menyalimi kedua orangtuanya.

"Males, takut banyak fans kalo tau gue keluarga Anthony."

Memang publik hanya mengetahui kalau keluarga Anthony hanya memiliki satu orang putra kandung, dan satunya lagi putra angkat. Menyembunyikan identitas Cilla hanya sebagai bentuk perlindungan dari musuh-musuh keluarga itu. Bahkan, tanpa ada yang tau, alasan Cilla dibesarkan di London karena sempat nyawanya terancam akibat rival bisnis papanya itu.

"Iya, dah, baek-baek lo, jangan cari ribut di sekolah baru." Raffa memberi petuah pada adiknya itu, diiringi kecupan singkat di pipi kanan Cilla. Dan meninggalkan adiknya yang tengah menggerutu sebal.

"Assalamualaikum!" teriak Raffa dari ambang pintu sebelum benar-benar menghilang.

"Waalaikumsalam."

Raffa menduduki kelas XII sama dengan Cilla. Sejarahnya cukup unik, karena dulu, saat masih taman kanak-kanak ketika Raffa dan Cilla disatukan di sekolah yang sama. Namun, dengan kelas yang tentu saja berbeda, membuat Raffa kecil merasa kehilangan dan meminta dirinya dimasukan dalam kelas yang sama dengan Cilla. Meski begitu, ujung-ujungnya mereka juga terpisah, seperti saat ini. Tapi, Raffa tak menyesali itu, Cilla adalah segalanya, dari dulu--sampai nanti tuhan memisahkan kakak-beradik itu.

Tak lama, terdengar suara klakson dari arah luar. Bisa di pastikan itu milik Mahda. Cilla bergegas menyalimi kedua orangtuanya. Ia tak mau terlambat, karena ini adalah hari pertamanya.

SATU SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang