"Selagi kau merasa nyaman dengan barang milikku, aku tidak pernah merasa keberatan, dan kau tidak usah merasa tak enak padaku. Kau bisa menggunakannya selagi kau ingin,”
-*-
Wajah Jungsook masih belum menjauh dari hadapanku, masih berjarak sekitar lima belas senti saja. Coba katakan padaku bagaimana bisa jantungku tidak berdegup dengan kencang? Bahkan, rasanya aku ingin segera menceburkan diri ke dalam sungai itu karena merasa malu tanpa alasan yang jelas.
Beberapa menit setelah mencium keningku, akhirnya wajah tampan itu menjauh dari hadapanku—kembali menatap ke depan sana seperti tidak ada yang pernah terjadi sebelumnya. Sementara kini jantungku tetap berdebar tidak karuan, apalagi disuguhi pemandangan indah ciptaan Tuhan yang menjelma sebagai seorang pria bernama Kang Jungsook itu.
“Jooyeon-a,” panggil Jungsook tanpa berniat menatap ke arahku. Tangannya masih sibuk melempar kerikil kecil ke dalam air sungai dan menatap riak air seolah mendapat ketenangan.
“Ya?”
“Terima kasih ... karena kau sudah mau menerima ajakanku untuk pergi di hari liburmu.” Rambut cukup panjang milik pria tersebut tertiup angin beberapa kali, membuat rambut yang sebelumnya kutata rapi itu kembali berantakan—tetapi anehnya malah meninggalkan kesan lebih indah dipandang. Huh, orang tampan memang beda.
Dengan pipi yang bersemu merah, jantung berdegup kencang, dan gelenyar aneh dalam hati, aku tersenyum manis membalas ucapan Jungsook. “Justru aku yang seharusnya beterima kasih, karena sedari tadi kau membelikanku banyak makanan enak.”
Daun-daun berguguran akibat tertiup angin, membuat suasana di sekitar kami terasa lebih indah dan ... romantis? Aku hanya bisa tersenyum memikirkan kemungkinan bahwa suasana ini bisa dibilang romantis.
“Bukan hal yang besar untukku, Jooyeon-a. Sejujurnya, aku masih ingin di sini bersamamu sambil menatap pemandangan indah itu. Namun, lebih baik kita pulang sekarang, terkena angin musim gugur terus-menerus bisa membuatmu sakit, Jooyeon.” Jungsook bangkit lebih dulu, kemudian ia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Jantungku masih saja berdebar—dan malah semakin berdebar—ketika menerima uluran tangan tersebut. “Terima kasih. Lalu, bagaimana dengan jaketmu ini?” Tentu saja aku merasa tidak enak karena sedari tadi terus memakai jaket milik Jungsook, sementara pria itu merasa kedinginan dengan suhu Korea di sore hari ini.
“Kenapa dengan jaketku? Apa kau tidak nyaman memakainya?” Wajah Jungsook terlihat panik ketika mengatakannya padaku. Aku malah tertawa kecil dan menggeleng, menyatakan bahwa aku nyaman dengan jaket ini.
“Bukan begitu. Kau tahu, kan, suhu musim gugur di sore hari itu dingin? Aku merasa hangat, sementara kau yang memiliki jaketnya malah kedinginan. Rasanya tidak mengenakkan, Jungsook-ssi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Deux Vies - Jungkook
RomanceDeux Vies [Prancis]: Dua Kehidupan Di siang hari menuju sore, aku duduk di atas tanah tanpa alas bersama seorang perempuan cantik yang memakai jaket berwarna kelabu milikku. Aku menceritakan segala keluh kesahku padanya dari awal hingga akhir tanpa...