"Aku pergi sekarang."
Jeno mengangguk pelan ke arah Yangyang yang sudah menyampirkan kedua belah sampiran tasnya ke bahu. Perasaannya tidak enak, benar-benar tidak enak, seolah akan ada bencana di depan mata Yangyang nanti.
"Kau sudah mengerti cara masuknya?"
"Sudah. Itu benar-benar tidak ketat, bukan?"
Jeno kembali mengangguk. "Jika kau mengikuti apa yang aku katakan, kau tidak akan tertangkap."
"Baiklah." Yangyang menyungging senyum, manis sekali. "Terima kasih karena mau membantuku. Aku yakin, kau melakukannya demi Jaemin juga, bukan?"
Sewaktu Yangyang melangkah menjauhi Jeno, suara bariton laki-laki itu kembali menyapa telinga Yangyang. Langkahnya sontak terhenti, tanpa dia sadari, kedua sudut bibirnya kembali naik.
"Aku tahu semuanya."
Hanya satu kalimat yang menusuk Yangyang hingga dia menoleh dengan kedua alis terangkat. "Aku tahu. Itu alasanmu mengiyakan permintaan Jaemin kemarin, bukan?"
Jeno hendak membuka suara, tetapi Yangyang langsung memotongnya cepat.
"Kau ingin aku yang pergi, bukan Jaemin. Aku mengerti hal itu. Lagipula, memang seharusnya aku yang berada di sana, bukan Jaemin."
Yangyang berbalik, memunggungi Jeno agar tidak menunjukkan wajah takutnya. "Nanti, sampaikan kepada Jaemin, aku minta maaf atas segalanya."
"Kau harus mengatakannya sendiri."
"Aku tidak bisa." Yangyang mengembuskan napas pelan, membuang emosi negatif yang tengah bergemuruh di hatinya saat ini. "Aku juga tidak akan mengikuti yang kau berikan."
Karena Yangyang tahu, keinginan asli dari semua orang hanya ada satu.
Karena Yangyang tahu, menghancurkan penyebab kekacauan, akar permasalahan, adalah satu-satunya yang dapat menyelesaikan segala urusan.
Tidak perlu menunda lagi, kedua belah pihak sudah mengetahuinya, kedua belah pihak juga ingin memberikan yang terbaik. Meski harus ada yang berkorban, yang terpenting hanya semuanya usai.
🌸🌸🌸
"Ada alasan menyetujui permintaan Jaemin?"
Jeno terdiam. Dia benar-benar mendadak bisu. Kala sudah mengetahui kebenaran sebenarnya yang disembunyikan oleh beberapa pihak, mendapat permintaan Jaemin pula agar menjaga Yangyang, hingga sahabatnya meminta agar memberikan secarik kertas berbentuk pesawat hanya untuk memberitahu Yangyang keberadaannya dan dia masih hidup.
Jeno seharusnya bisa menahan.
Jeno seharusnya bisa mengiyakan Jaemin dan tidak memberikan kertas itu kepada Yangyang.
"Jeno, Yangyang memiliki pemikiran yang amat berbeda dengan kita, jika kau melupakannya."
Jeno tahu. Dia selalu mendengar bagaimana Jaemin membanggakan kekasihnya, bagaimana kehidupan Jaemin yang awalnya amat sepi, memiliki banyak tekanan, hal yang tidak bisa dia ceritakan. Namun, Yangyang bisa menenangkannya.
Jaemin amat memercayainya. Lantas, mengapa Jeno sukar?
Keduanya sudah dibesarkan bersama, tertawa, bahagia, menangis, mengerti bagaimana kesulitan membaca, menghitung, menulis, sampai berlari hingga tumbuh tinggi, duduk di bangku sekolah, membawa bekal, bolos pelajaran. Bahkan Yangyang tahu jika Jeno tidak menyukainya.
Jika bukan karena Renjun, Jeno tidak akan mau menerima kehadiran Yangyang ke kehidupan Jaemin sampai sekarang. Dia tidak mau terus seperti itu, dia tidak mau terus memandang Yangyang sebagai orang asing yang datang tanpa undangan kemudian mengambil sahabatnya dengan mudah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast (JaemYang) ✔
Fanfiction[Warn! BxB!] Jaemin tahu keputusannya untuk mengakhiri hubungan ini amat menyakiti Yangyang, tetapi dia juga enggan melihat dan mengetahui bagaimana sakitnya saat Yangyang mengetahui kebenaran. Keadaan sekitar tidak pernah membolehkan menyukai sesam...