04

315 52 4
                                    

"Kau tahu, aku merasa jika jarak di antara kita berdua sangat jauh, padahal kita sering berjalan bersebelahan seperti ini."

Yangyang mana peduli dengan orang di sebelahnya. Dia enggan mengiyakan atau mengatakan tidak, karena tidak ada untungnya sama sekali. Benar-benar situasi yang aneh.

Jaemin mengembuskan napas pelan, kemudian menarik tangan Yangyang yang sedari tadi kosong dan hampa, hanya dilewati angin yang ada di antara mereka berdua. Kala dia sadar jika Yangyang tidak menepis tangannya, Jaemin tersenyum senang dan menarik ke sembarang arah si pemilik tangan itu ke mana pun yang dia inginkan.

Di balik punggung Jaemin, laki-laki itu tidak tahu jika Yangyang tengah tersenyum bahagia karena ada yang mengajaknya pergi seusai pulang sekolah seperti ini. Suatu hal yang dikatakan oleh kedua orang tuanya jika ini adalah hal buruk, ternyata tidak seperti itu.

Sekali saja, Yangyang melewati batas yang diberikan oleh orang tuanya.

Sekali saja, Yangyang bahagia karena hasil dan keinginannya sendiri.

Sekali saja ... dia boleh menerima apa yang orang lain berikan kepadanya.

Yangyang sangat menginginkannya. Teman, saudara, atau apa pun itu yang tidak pernah dia miliki sejak dulu. Pembelaan dan menjadi pihak yang dibela, sepertinya itu sangat hebat.

Sekali saja, roda miliknya berputar dan membawanya ke atas, puncak yang bahagia untuk waktu yang lama, mengganti bagaimana kesengsaraan yang dia dapatkan.

Katakanlah padanya jika hidup bisa adil untuknya.

"Yangyang," panggil Jaemin yang seketika berhenti tampa memberi aba-aba. "Kau boleh pulang terlambat?"

"Hm?"

Kedua alis Yangyang naik, kebingungan dengan pertanyaan Jaemin tadi. "Kenapa tidak boleh?"

"Bukan begitu, selama ini kau selalu langsung pulang, bukan? Aku sering melihatmu pulang cepat, menghindari orang banyak. Sudah empat bulan kita bersekolah, dan aku tidak pernah melihatmu pulang terlambat."

"Aku pergi ke suatu tempat, sendirian."

Jaemin mengangguk paham, dia tidak mau menanyakan tempat apa yang Yangyang maksud, dia merasa jika itu sudah di luar batas jika mengorek sesuatu tentang laki-laki di sebelahnya. Namun, Yangyang justru merasa aneh. Sesekali dia melirik Jaemin yang masih diam seraya menggenggam tangannya.

"Mau pergi ke sana?" Yangyang memulai percakapan lebih dulu.

Jaemin tersentak, dia langsung menoleh dan menerima senyum ramah yang diberikan Yangyang pertama kali secara sadar. Kepala Jaemin naik turun perlahan, kemudian membiarkan genggaman tangannya kini telah diambil alih untuk menuju tempat yang dimaksud Yangyang. Keduanya tidak bicara sama sekali, Yangyang juga tidak mengerti mengapa dia mengajak Jaemin sebagai orang pertama ke tempat rahasianya.

Rasa tidak enak mulai menyeruak permukaan hati, kala Jaemin melihat di mana mereka berdua saat ini. Tempat yang tidak terlalu jauh dari ujung tempat menuju pelabuhan, bahkan nenara pulau terlarang dimasuki dapat terlihat meski tidak terlalu jelas. Mengapa bisa ada tempat kecil seperti gubuk di pesisir pantai?

"Kau tidak takut?" Jaemin masuk ke dalam, melewati tirai tipis hingga dapat melihat isi tempat tersebut.

"Apa yang harus kutakutkan? Justru lebih menyeramkan jika aku pulang sebelum malam."

Eccedentesiast (JaemYang) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang