"Renjun, sepertinya kau benar."
Angin berembus pelan menyibak poni Yangyang yang hampir menutupi matanya saat ini. Dia menoleh ke arah Renjun dan tersenyum manis kala melihat seseorang datang menghampiri mereka di pesisir pantai.
Yangyang berdiri dari duduknya, menyita perhatian Renjun yang tengah kebibgungan karena menunggu perkataan apa yang akan dikatakan oleh sepupunya. Sewaktu dia menoleh ke mana Yangyang melihat, kedua mata Renjun langsung mendelik, memperhatikan kedua insan di sana yang terdiam seraya berdiri.
Hawa di sekitar mereka sama sekali tidak bersahabat, begitu pula pandangan kala kedua pasang netra itu saling menampilkan refleksi masing-masing. Jeno mengembuskan napas pelan, kemudian memberikan pesawat terbang titipin Jaemin kala itu. Yangyang mengernyit heran, dia ingin menanyakan ada apa, tetapi Jeno lebih dulu angkat suara.
"Jangan pernah tunjukkan wajah itu lagi, aku tidak bisa bicara denganmu."
"Hah?"
Memang aneh, tetapi Yangyang tidak mau peduli dengan hal itu. Dia lebih dulu membuka pesawat kertas kusam yang terdapat noda darah di mana-mana. Sesekali Yangyang melirik ke arah Jeno, tetapi laki-laki itu tetap saja tidak mengatakan apa pun, seolah menyuruh Yangyang membukanya dan mencari tahu sendiri apa isi di dalam sana.
Raut wajah Yangyang langsung berubah kala sadar bentuk tulisan yang tak pernah berubah sejak lima tahun lalu. Dia belum mau membacanya, Yangyang benar-benar butuh petunjuk dari Jeno mengenai hal ini, tetapi Jeno hanya tersenyum dan mengangguk pelan.
Itu bukan jawaban yang Yangyang inginkan.
Sama sekali bukan.
"Jangan katakan apa pun, ini tempat umum." Jeno menoleh ke belakang, melihat beberapa orang yang tengah asyik berjalan di pesisir pantai. "Aku juga tidak bisa memberitahumu lewat ponsel. Jadi, jika kau ingin membicarakan hal itu, mari kita bertemu dua hari lagi, di sekolah."
Jeno mengembuskan napasnya pelan. "Kelasmu dan Jaemin kala itu. Bisa?"
🌸🌸🌸
Senyum Yangyang tidak pernah luntur saat sudah berdua dengan Jaemin. Belum lagi, sewaktu keduanya melihat papan nama pembagian kelas saat naik tingkat dua, nama mereka benar-benar hanya terpisahkan oleh dua orang. Genggaman erat di tangan Yangyang sangat kuat sampai laki-laki itu menoleh.
Akhirnya, seolah itu yang Jaemin katakan padanya. Tawa pelan mereka tak membuat siapa pun sadar jika keduanya tengah dimabuk asmara saat ini.
"Mau masuk ke kelas?" tanya Jaemin lebih dulu dan mendapat anggukan pelan dari kekasihnya.
Menjalin hubungan diam-diam bukanlah hal yang buruk.
Jika saja keduanya sadar mereka melewati batas yang sangat berbahaya dan hanya menunggu datangnya bencana, pasti tidak akan sampai seperti ini. Keluarga Yangyang memiliki masa lalu kelam dengan keluarga Jaemin. Keduanya sudah tahu masalah ini, tetapi keduanya enggan memperdebatkan masalah itu dengan perasaan yang telanjur tumbuh dan berkembang dalam diri mereka.
Yangyang yakin jika dia tidak akan baik-baik saja. Akan tetapi, jika ini membuatnya bahagia, mengapa tidak? Sebelum dia pergi, sebelum dia mati, dia ingin bahagia lebih dulu.
![](https://img.wattpad.com/cover/245197573-288-k151206.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast (JaemYang) ✔
Fiksi Penggemar[Warn! BxB!] Jaemin tahu keputusannya untuk mengakhiri hubungan ini amat menyakiti Yangyang, tetapi dia juga enggan melihat dan mengetahui bagaimana sakitnya saat Yangyang mengetahui kebenaran. Keadaan sekitar tidak pernah membolehkan menyukai sesam...