"Bisa kau berikan itu padaku?"
Suara yang menginterupsi Jaemin berhasil membuat atensinya tertuju ke arah laki-laki yang berada di depannya sedari tadi.
"Itu ... milikku."
Perkataannya pelan, lembut, Jaemin tidak pernah melihat laki-laki ini sebelumnya. Dia murid pindahan? Tidak mungkin, bukan?
"Aku baru melihatmu," kata Jaemin pada akhirnya seraya memberikan pin nama yang harus digunakan di seragam mereka, bagian dada sebelah kanan. "Liu Yangyang?"
"Iya, itu aku. Aku sering melihatmu, Na Jaemin."
Awalnya, tidak ada senyum di antara percakapan mereka berdua, tetapi melihat kupu-kupu yang hinggap dan mengepakkan sayap pelan di kepala Jaemin yang masih menatap Yangyang, tentu saja membuat senyum manis yang tak pernah tampak itu dapat Jaemin lihat secara langsung. Yangyang yang enggan tersenyum dan bicara dengan orang lain, kini tersenyum bahagia di depannya.
Walaupun itu karena kupu-kupu yang hinggap di kepalanya.
"Ada yang aneh di wajahku?" Jaemin mengernyit heran.
"Tidak, bukan apa-apa."
Yangyang kembali dengan wajah datarnya, dia menerima papan nama tersebut dan langsung pergi tanpa berucap apa pun. Jaemin sempat tersadar jika perubahan wajah itu belum sempurna, bahkan bisa-bisanya ada yang ketus padanya di sekolah ini.
Pertemuan pertama mereka bukanlah hal indah, bukan hal hebat seperti yang orang-orang impikan. Jaemin yang tampak seperti pangeran memiliki sifat aneh dan ajaib saat di belakang orang banyak, Yangyang yang hanya tersenyum kepada orang didekatnya. Keduanya resmi saling mengenal saat bertemu di kantin, itu pun berkat Renjun yang iseng mengajak Yangyang satu meja.
Awalnya, Jaemin hanya penasaran, tetapi semakin lama dia melihat Yangyang, ada perasaan aneh tercelus ke dalam hatinya. Laki-laki itu menarik perhatiannya saat tak sengaja tersenyum ke arah Renjun.
Mengapa Yangyang tidak pernah tersenyum tulus kepadanya?
Bahkan saat pulang dari sekolah pun, Jaemin sengaja menunggu Yangyang di depan kelasnya, bersandar di pilar putih tabung yang besar, berhadapan langsung dengan lapangan sekolah. Jaemin mengembuskan napasnya pelan, dia tidak pernah mau berekspektasi tinggi, tetapi dia terlalu ingin bicara berdua dengan laki-laki itu.
Membayangkan apa saja yang akan dibicarakan, menantikan tawa yang tampak berbeda di mata Jaemin, itu terlalu indah dan mudah dibanggakan. Baru pertama kali dia terobsesi untuk mengenal seseorang lebih jauh lagi.
Kala Yangyang selesai dengan urusannya di kelas, laki-laki itu langsung melewati Jaemin usai meliriknya sejenak. Dalam hati dia juga bingung mengapa Jaemin berdiri di sana, tetapi dia berusaha tidak peduli sama sekali.
"Liu Yangyang," panggil Jaemin yang berhasil membuat si pemilik nama berdiri di tempat, bergeming sampai Jaemin datang dan menepuk bahunya. "Kita harus bicara."
"Aku tidak merasa ada yang harus kita bicarakan." Yangyang menepis pelan tangan Jaemin yang masih menempel di bahu kirinya.
"Ada."
"Tidak. Jika ada pun, hanya bualanmu saja. Aku tidak pernah dan tidak pernah mau memiliki urusan denganmu."
"Bisakah kau mendengarku dulu?" Jaemin menaikkan kedua alisnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast (JaemYang) ✔
Fanfiction[Warn! BxB!] Jaemin tahu keputusannya untuk mengakhiri hubungan ini amat menyakiti Yangyang, tetapi dia juga enggan melihat dan mengetahui bagaimana sakitnya saat Yangyang mengetahui kebenaran. Keadaan sekitar tidak pernah membolehkan menyukai sesam...