15. kecewa

34.3K 2.6K 69
                                    

"Lo yakin Van? Setidaknya ijin dulu. Lo juga barusan sembuh."

Vanya memijat keningnya. Bingung juga sebenarnya, mau bilang, tapi pasti Revan tidak mengijinkan.

"Gue gak sakit, Sasha. Lagian, gue pengen banget nonton ini. Please.. temenin gue," bujuk Vanya.

Sasha benar benar tidak paham. Bella sedang berada dikelas. Anak itu sedang menjalankan piket kelas. Dan sekarang, hanya ada ia dan Vanya di dalam uks.

Tadi, setelah Vanya terbangun, gadis itu bilang, ingin mengajaknya pergi menonton bioskop. Yang benar saja, lalu, ia harus bagaimana? Vanya yang mengajaknya jalan. Dan Revan yang menyuruhnya untuk cepat cepat mengantar Vanya.

"Oke, oke! Kita berangkat."

Baru saja Vanya memekik senang—

"Tapi!" Sasha menggantungkan omongannya.

"Lo harus ijin," lanjut Sasha. Vanya berdecak malas.

"Gak mungkin diijinin, Sasha! Lo sendiri tau Revan dari kecil. Tau kan, dia orangnya kaya gimana?"

Sasha melipat kedua tangannya didepan dada. "Terserah. Intinya gue gak mau kalo endingnya gue yang salah." Ya, seperti yang Vanya ucapkan tadi, ia sangat mengenal sepupunya itu. Dan bisa dipastikan, kalau seperti ini, ia juga yang akan kena dampaknya.

Vanya tampak berpikir. Temannya ini kenapa susah sekali di ajak nakal, sih? Padahal, bukan nakal juga sih. Kan cuma kabur. Eh, bukan juga sih. Ia hanya ingin main sebentar. Apa itu salah?

"Oke! Tunggu." Vanya mengambil ponselnya di nakas sebelah brankar. Melirik diam diam Sasha yang tengah membuka ponselnya juga di sofa uks.

Vanya membukanya. Ijin ke Revan? Tidak, yang Vanya lakukan hanyalah membalas chat chat masuk.

"Udah," ucap Vanya setelah beberapa menit.

"Gimana? Diijinin?" Vanya mengangguk.

"Asal sama lo," katanya kemudian. Vanya bersyukur kala Sasha mengangukan kepalanya. Untungnya temannya itu percaya saja dengan omongannya.

"HAI GAIS!! HAYU BERANGKATT!"

🦋🦋🦋

"Bang Evan!" Gavriel berlarian melihat abangnya yang baru memasuki rumah. Ia menyodorkan tangannya. Menyalimi tangan Revan dan menciumnya.

"Lama banget sih! Iel gak ada temen main tau. Bosan, dali tadi cuma main mobil mobilan!" Keluh Gavriel.

Revan membawa Gavriel ke sofa ruang keluarga. Disana ada neneknya yang tengah menonton tv.

"Revan? Vanya mana?" Tanya nenek celingukan.

Revan mengernyit. "Belum pulang?" Yang benar saja, neneknya menggelang.

"Mungkin nenek yang gak lihat," ujar Revan belum berfikir apa apa. Ia ikut duduk disebelah neneknya.

Nenek menghela napasnya panjang. "Dari siang nenek disini. Ga ada lihat Vanya pulang, Van."

"Sebentar. Revan telfon Vanya dulu."

Shit! Ponsel nya tidak aktif.

Revan kembali mencari kontak di handphone nya. Kali ini ia mencoba menelfon Sasha.

Tapi— sama saja. Ponsel Sasha juga tidak aktif. Ada apa ini? Ia panik? Tentu saja. Gadis itu baru saja sembuh. Dan sekarang ia menghilang?

REVANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang