Pagi yang cerah. Semoga saja begitu juga dengan harinya. Yah.. Vanya hanya berharap. Walaupun kecil kemungkinan. Karena apa? Entahlah, tapi pagi ini mood nya sedang tidak bagus.
Jangan tanya alasan. Karena Vanya sendiri tidak menahu alasannya.
"Hari pertama balik ke sekolah tu seneng, kek. Murung mulu," cerca Bella setelah menyeruput lemon tea pesanannya.
Sekedar info aja, ini masih pagi, guys.. hanya saja kelasnya sedang kosong. Jadilah Vanya dengan ketiga temannya memilih untuk cabut ke kantin.
Ralat ralat. Sepertinya hampir seluruh anak kelas nya memilih untuk menghabiskan waktu jam kosong mereka di kantin.
"Tau tuh. Senyum Vanyaa.. seminggu lo gak berangkat. Sekalinya berangkat ditekuk tu muka," sahut Dea. Tangannya sudah sampai di pipi Vanya, menariknya membentuk senyuman.
Vanya menepis tangan Dea dari wajahnya. Bisa molor lama lama. Ia tidak menanggapi temannya satupun. Tangannya meraih kentang goreng didepannya, lalu memakannya.
Sebenarnya Vanya juga kesal dengan dirinya sendiri. Tanggal menstruasi nya juga sudah lewat.
"Lo masih diem kita cabut."
"Jangan lah!" Dua kata keluar dari mulut Vanya. Kalau gini aja.
"Temenin gue!" Pinta Vanya. Mereka bertiga berpandangan satu sama lain. Sepertinya pikiran ketiga gadis itu sama.
"Lo minta temenin, tapi lo sendiri aja diem mulu. Kenapa sih!? Cerita dong," kata Sasha mewakili ketiganya. Bella dan Dea mengangguk membenarkan. Bukan apa apa, mereka cuma aneh aja sama Vanya yang pendiam.
Ini seperti bukan Vanya yang mereka kenal. Cerewet, bar-bar, suka komentar. Setau mereka itulah Vanya. Dan sekarang, bahkan sahabatnya itu hanya berbicara kalau perlu saja.
Yayaya. Kalian mau bilang harus memaklumi karena mama nya yang baru saja meninggal, kan? It's okey kalau untuk sehari dua hari. Tapi ini sudah seminggu yang lalu. Atau, setidaknya ada usaha dari Vanya supaya bangkit lagi.
Bukan diem aja.
"Gue bukan gak mau cerita. Tapi, aduh, gimana ya. Gue belum bisa ceritain ini. I'm sorry."
Dea menaikan satu alisnya. Kepalanya mendekat pada Vanya yang duduk disebelahnya. "Jadi, ini bukan karna tante Dera?" Tanyanya takut takut. Takut kalau Vanya tersinggung atas pertanyaannya.
Vanya menggeleng. "Enggak sama sekali. Gue udah relain mama. Walaupun kadang masih mewek kalo inget mama," jawabnya disertai senyuman. Entah apa maksud dari senyuman itu.
Bella menggigit bibir bawahnya. Dari tadi mulutnya gatal ingin bertanya.
"Ada sangkut pautnya sama kak Revan?" Keluarlah pertanyaan dari mulut Bella.
Vanya mengernyit. Lalu ia terkekeh mendengarnya. "Gue tau kalian pasti curiga sama gue," jawab Vanya dengan senyum kecut.
Sudahlah, Vanya sudah menduganya.
"Ya masalahnya yang gue lihat, kalian kaya lengket banget. Berangkat pulang bareng. Kemaren lo mau ke mall segala kudu ijin. Pas nyokap lo meninggal, emak nya kak Revan juga ada disono."
Vanya mengusap wajahnya kasar, mendengar penjelasan dari Bella. "Terserah kalian juga mau mikir gimana."
"Udahlah! Kenapa jadi diem diem gini, sih. Mending kita dugem pake es teh!" Lanjut Vanya. Ia mengangkat gelas es tehnya ke depan. Cengingisan.
Sasha ikut mengangkat gelas nya yang berisi es teh juga. Dea juga. Bella yang melihat ketiganya hanya bisa mengambil napas dalam dalam. Sabar sabar punya temen seperti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANYA
Teen FictionCerita klasik soal Revan, Vanya, dan perjodohan. Start: 27/12/20 End: 28/06/21