Vanya mengoleskan selai coklat kesukaan Revan. Empat bulan tinggal bersama Revan, membuat Vanya semakin tau, apa makanan kesukaan laki laki itu.
"Siap."
Selesai dengan urusan dapurnya, kini saatnya ia bersiap diri untuk ke sekolah. Revan pasti sudah hampir siap saat ini. Maka dari itu, Vanya harus gerak cepat, sebelum Revan meninggalkannya seperti kemarin.
"Sarapannya udah aku siapin dimeja. Aku mau mandi dulu," kata Vanya ketika baru saja masuk kamar. Belum juga dijawab oleh Revan, ia langsung saja menyambar handuk miliknya dan dibawanya ke kamar mandi.
Meninggalkan Revan yang sedang membenarkan dasi nya.
Kemudian Revan keluar kamar dan berjalan menuruni tangga. Segera ia menuju dapur untuk melihat apa sarapan pagi ini.
Melihat dua gelas susu dan dua lembar roti yang sudah diisi selai, membuat senyumnya tanpa sadar tersungging. Walaupun sekedar roti atau susu, tapi itu sungguh membuat paginya lebih indah.
Sengaja Revan tidak memakannya dulu karena menunggu Vanya yang sedang bersiap. Lagi pula, masih ada waktu satu jam sebelum bel masuk berbunyi.
Jangan heran, karena Revan memang selalu tepat waktu.
Sembari itu, Revan mengenakan kaca mata bundarnya. Kemudian membuka layar ponselnya. Tidak ada kerjaan lain selain membaca pdf tentang materi untuk ujian nanti. Hah! Ini salahnya yang teledor meninggalkan bukunya disekolah.
Terpaksa harus belajar melalui pdf yang ia minta dari guru mapel.
"Aaaaa tampannya my husband!" Pekik Vanya. Gadis itu baru saja turun dari tangga. Saking gemasnya, Vanya menangkup kedua pipi Revan dengan tangannya.
"Dingin Vanya.."
"Kan habis mandi. Gimana sih." Vanya beralih untuk duduk didepan Revan. Lalu mengambil satu buah roti untuk dimakannya.
Keduanya sama sama senyap. Terlarut dalam kegiatan masing masing. Revan masih belajar, dengan satu tangannya untuk memakan roti yang sudah Vanya siapkan tadi.
"Pantengin terus itu hp.. pantengin sampe mampus!" Ujar Vanya yang terlihat kesal. Sorotan matanya melihatkan bahwa gadis itu sangat tidak suka dengan kegiatan yang Revan lakukan.
Mendengar pelanturan dari Vanya, Revan mendongakkan kepala. Setelahnya ia tertawa. Menertawai sang istri yang tengah cemburu dengan benda mati.
"Aku lagi belajar."
"Ngapain belajar sih Van!? Otakmu kelewat pinter plis."
"Haha. Tetep aja lah, yang namanya belajar itu harus. Kamu sendiri, kok gak belajar, hm?" Tanya Revan mulai menghakimi. Ya gimana enggak, hari ini hari pertama mereka ujian akhir semester. Dan yang Revan lihat, bukannya belajar, gadis itu lebih memilih untuk maraton novel seharian kemarin.
"Gak usah, udah pinter." Jawaban yang sama dengan semalam kembali Revan dengar ditelinganya. Malas berdebat, akhirnya Revan mengangguk saja. Tapi setelah ini, jangan harap Revan kembali membebaskannya.
"Buru berangkat. Telat suruh lari lapangan nanti nangesss."
Vanya berdiri, tangannya bergerak menonyor Revan pelan. "Mana ada! Seumur umur kamu hukum aku emang pernah nangis? Enggak ya," elaknya yang memang sebuah kebenaran.
Revan kembali meresponnya dengan tawa. Segera ia merapihkan rambutnya dan meraih kunci mobil yang ada diatas meja.
"Lima menit gak sampe mobil tinggal yaa."
"TUNGGUIIN ELLAH," sahut Vanya yang belum selesai menghabiskan segelas susunya. Belum lagi memakai kaos kaki dan sepatu. Hadeuu.. ribet punya suami tukang disiplin.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANYA
Teen FictionCerita klasik soal Revan, Vanya, dan perjodohan. Start: 27/12/20 End: 28/06/21