23. Mencari Tujuh Tanaman Dyrad (2)

23 7 1
                                    

2233 word

Fajar dari ufuk selatan menyingsing. Merangkak dengan lambat dan malu-malu, membangunkan semua makhluk hidup-termasuk aku. Tak ada orkestra hewan, karena di sini hanya ada tumbuhan, juga aku sebagai manusia tak berakhlak yang memasuki wilayah ini.

Kelopak mata perlahan membuka, dan pemandangan pertama yang terlihat oleh mata adalah sebuah bunga kecil dengan tubuh mirip peri berdiri di hadapanku.

Aku terkejut, spontan duduk dan mundur menjauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terkejut, spontan duduk dan mundur menjauh. Ternyata bunga itu bisa bergerak! Aku baru menyadari hal itu. Dia berjalan dengan malu-malu, menghampiri. Aku berkali-kali mengedip dan mengucek mata, masih gak nyangka kalau ada keajaiban-bukan, maksudku kegilaan-seperti ini lebih dari pohon raksasa berbentuk manusia kemarin. Inginku bertanya pada si pohon, tapi kayaknya dia masih tidur. Pelan-pelan kudekati bunga itu, dan bicara dengannya.

"H-halo, kamu siapa?" tanyaku terbata-bata. Tangan bunga itu melambai padaku. Ya, melambai! Baru kusadari kalau ia tengah tersenyum, padahal dia gak punya wajah.

"Nama? Oh, aku tak punya nama. Aku adalah salah satu tanaman khas Dyrad yang kau cari selama ini," jawab bunga di hadapanku dengan suara khas anak kecil.

Aku melotot. Baru kali ini target menghampiri dengan santainya, bukan aku yang menghampiri target seperti saat mengambil bahan-bahan sebelumnya.

Namun, aku masih bingung. Bagaimana bisa dia tahu tujuanku padahal aku belum memberitahunya?

"Kok kamu tahu kalau aku sedang mengincar tanaman khas Dyrad?" Aku bertanya dengan hati-hati, takut menyinggung perasaannya. Di sini semua tumbuhan punya perasaan dan lebih hidup daripada manusia. Jadi ... aku harus hati-hati dalam berucap.

Entah kenapa aku baru menyadari dan mengingat hal itu. Teringat kejengkelanku pada beberapa makhluk dan mengungkapnya dengan kata tak sopan, membuatku sedikit merasa bersalah.

Ingat, hanya sedikit. Karena rata-rata makhluk yang aku keselin itu juga ngeselin.

"Oh, itu .... Indukku yang memberitahu tentang keberadaanmu dan misimu di sini." Bunga itu menjawab dengan tangan menunjuk ke atas. Aku ber-oh-ria.

"Namun, aku takkan menyerahkan diri padamu begitu saja. Ada permintaan yang harus kau kabulkan untuk mendapat apa yang kau inginkan." Bunga itu berkata lagi, tapi kini tangannya mengarah padaku.

Sudah kuduga, bunga ini minta imbalan. Semua di sini serba bayar. Gak di dunia manusia gak di dunia Immortal, semua gak ada yang gratis. Bahkan pakai toilet aja harus bayar.

Aku menatap bunga di depanku dan mengangguk malas. "Iya, iya .... Cepat sebutkan permintaanmu, dan jangan susah-susah, ya."

Bunga itu mengangguk. Duh ... aku bosan kalau terus-terusan manggil bunga ajaib ini dengan 'bunga itu'. Apa aku harus memberi dia nama?

"Eh, Bunga, tadi kamu bilang kalau kamu gak punya nama, 'kan?"

"Iya." Bunga itu mengangguk. "Kenapa?"

WHEN MOON AND STARS SHAPE MAGIC ELEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang