1385 Words
"Ayo Augi, kamu jangan diam terus. Kita kan sudah di-welcome sama Dyrad," ujarku sambil menyeret Augi masuk ke hutan Dyrad.
"Welcome? Apa itu? Perasaan kamu suka memakai kata-kata aneh deh," tanya Augi bingung. Ia mengalah untuk diseret karena tak ingin lagi mendapat semburan rohani lagi dariku.
"Selamat datang, itu artinya. Ayo cepat!!"
"Iya-iya, jangan seret aku dong. Sakit!"
Kami berdua pun memasuki hutan Dyrad. Saat aku melangkah, aku merasa ada sekat transparan yang membuat pergerakanku sedikit terhambat. Namun aku berhasil memasukinya. Ternyata, memang ada pembatas gaib yang menyelimuti hutan Dyrad agar tak tersentuh dengan lingkungan luar. Begitu kata Augi.
Saat aku berhasil melewati pembatas gaib, mataku langsung disambut dengan pemandangan yang superrrr indah. Seakan-akan tempat ini adalah surga dunia. Aku sangat ingin mendeskripsikan tempat ini, namun sepertinya beribu kata juga tak mampu untuk menjelaskan keindahan alam hutan Dyrad. Sungguh. Tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
"Kenapa ... indah sekali hutan ini?" tanyaku masih dengan rasa takjub.
"Hati-hati Mikha. Dibalik keindahan hutan Dyrad, tersimpan beribu ancaman untuk orang yang merusak keindahannya," tutur Augi. Rasa kagumku hilang seketika saat mendengar ucapannya.
"Asal kau tahu ya, hutan di sini itu hidup Lebih hidup dari hutan di dunia manusia. Mereka bisa menyerang kalau merasa terancam, walaupun penampilannya seperti rumput sekalipun," lanjut Augi.
"Ohh gituu. Tapi aku gak mau tahu, maunya tempe."
Lalu Augi melemparkan sebuah batu berukuran besar kepadaku.
Untungnya batu itu tidak mengenaiku.
"Tolong Mikha, seriuslah." nada bicaranya berubah menjadi dingin. Membuatku merasa kalau Augi sedang tak ingin bercanda. "Di hutan ini kita tidak bisa bercanda."
"Iya, iya," jawabku pasrah. Augi berjalan-dengan gaya burung-terlebih dulu, dan menyuruhku untuk membuntutinya. Aku mengikutinya dari belakang, melompat dan menginjak jejak kaki Augi seperti di film Masha and the Bear episode menebak jejak kaki. Aku harap aku dapat respon dari Augi, kesal misalnya.
Tapi ternyata, Augi tetap diam seakan dia berjalan sendiri.
Dasar kacang!!
"Augi, aku bosan.
"Iya. Terus?"
"Ajak ngomong, kek."
"Malas."
"Ih."
Sudah lah, aku takkan berbicara lagi dengan Augi.
Karena kesal, aku tidak fokus berjalan. Aku terus menunduk melihat kakiku sendiri yang sedang melangkah. Tapi tiba-tiba aku menabrak sesuatu.
"Aduh!" seruku. "Apa ini?" tanyaku. Aku melihat ke depanku, dan ternyata terdapat sebuah pohon yang sangat besar.
"Tadi aku nabrak ini, ya?" monolog ku bingung.
"Iya." Augi menjawab pertanyaanku. Malas. "Ayo! Kita harus cepat-cepat ke istana Dyrad."
"HAHH?!!! ISTANA DYRAD?!!!"
Tiba-tiba segerombolan burung beterbangan panik setelah mendengar teriakanku.
"Jangan berisik Mikha ...." Augi menaruh telunjuk di bibirnya, mengisyaratkan untuk diam. Terlihat dari wajahnya bahwa Augi geram karena keteledoranku. "Cepatlah. Waktu kita tidak banyak," ucapnya lagi. Namun kali ini kelewat dingin, membuatku spontan menegukkan ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN MOON AND STARS SHAPE MAGIC ELEMENT
Fantasía[COMPLETE] Mikha, gadis 15 tahun menemukan peti berisi sihir terkutuk dan melepaskannya, membuat seluruh manusia tertidur dengan mimpi buruk dan dunia Immortal dilanda bencana secara beruntun. Kesalahan Mikha membuat dirinya harus mempertanggungjawa...