24. Vampir Ras Murni

16 6 6
                                    

2470 word

Lima jam aku memulihkan diri. Aku sadar, seminggu lebih telah berlalu, hanya beberapa hari lagi waktu tersisa untuk menyelamatkan dua dunia. Beban otak bertambah saat memikirkan ini. Berbagai kemungkinan paling buruk selalu terbayang dalam benak, membuatku makin ketakutan. Untunglah Augi selalu ada untuk menenangkanku. Tanpa dia, mungkin aku sudah menyerah.

"Mikha, apa kamu sudah siap untuk misi selanjutnya? Waktu semakin berjalan, dan kesempatan kita semakin sempit." Sudah sepuluh kali Augi menanyakan hal yang sama. Sebelumnya kata 'tidak' adalah jawaban. Namun kali ini, aku jawab dengan anggukan.

"Ya. Walau kondisi separah apapun, aku harus cepat-cepat menyelesaikan misi, demi kita semua." Aku berujar penuh tekad. Augi tersenyum senang dan mengacak rambutku dengan sayapnya.

Senja bangkit, menandakan malam akan dimulai. Di misi sekarang, aku harus rela menahan kantuk demi mempercepat waktu. Vampir memang makhluk nokturnal, yang kekuatannya berkali-kali lipat lebih besar saat itu. Namun kalau kami menunggu esok, sama saja mempersembahkan waktu untuk dimakan sihir terkutuk.

Semua bekal dan persiapan—termasuk tujuh tanaman Dyrad dan barang milikku dari kerajaan penyihir putih—telah disediakan oleh pelayan istana Dyrad, memudahkan kami untuk mempersingkat waktu. Tinggal berangkat, deh!

Tak lupa, kami juga minta restu pada ratu Dichlyn, dan berterima kasih atas izinnya tinggal di istana selama beberapa waktu terakhir.

"Aku telah memberi perintah pada semua tumbuhan dan hutan agar tak menyulitkan kalian saat menjalankan misi selanjutnya. Semoga selamat sampai tujuan," ujar ratu Dichlyn sambil memberikanku kalung alam, dengan liontin berisi daun khas hutan ini. Katanya, kalung itu bisa mencegah para vampir untuk menghisap darahku, walau efeknya gak terlalu kuat. Aku merasa terbantu untuk ini.

Kami berdua telah siap di halaman istana. Aku menaiki punggung Augi, dan Augi mengepakkan sayap beberapa kali, bersiap untuk terbang.

"Eh, tunggu dulu, Augi."

Kepakan sayap Augi berhenti, dia menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Ada apa Mikha? Ada yang ketinggalan?" tanyanya.

Aku mengangguk cepat. "Tunggu sebentar." Aku turun dari punggung Augi dan meninggalkan semua perbekalan. Berlari kencang sampai menabrak beberapa pelayan istana. Mereka geleng-geleng kepala lihat kelakuanku.

"Maaf!" seruku sambil berlari, gak sempat berhenti. Biarin aja deh, ada yang lebih penting dari itu.

Setelah melewati berbagai ruangan dan lorong istana Dyrad, akhirnya aku sampai di tujuan. Kutatap pohon di depan, dan langsung memeluknya.

"Eh? Ada apa Mikha?" tanya si pohon ngeselin dengan suara serak saat aku memeluknya. Kayaknya dia lagi tidur deh sebelum ini.

Walau tanganku gak sampai ke belakang batangnya untuk memeluk—karena diameter batang si pohon yang besar, aku gak peduli. Menangis sesenggukan, air mata mengalir deras, mengingat ini terakhir kalinya kami bersama.

"Aku mau berterima kasih sama kamu, karena telah membantu dan mengizinkanku untuk menjalani misi pertama," ujarku disela tangis. Semoga gak ada ingus nempel di batangnya.

Dahan si pohon memelukku. Dapat dirasakan kalau pelukan darinya sungguh tulus. Kayaknya dia bakal kangen aku deh, hihi.

Gara-gara khayalan itu, dadaku jadi sakit karena ketawa saat nangis

"Ketulusan hati dan sikapmu yang unik membuatku kagum atas kegigihanmu dalam usaha menyelamatkan dua dunia."

Aku tersenyum kecut mendengar ucapan jujur si pohon, mengingat berkali-kali aku hampir putus asa dan menyerah. Andai dia lihat aku saat itu, pasti aku bakal ditendang dari istana Dyrad. Walau bingung juga mikir tentang gimana cara pohon nendang manusia.

WHEN MOON AND STARS SHAPE MAGIC ELEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang