2065 kata
Kini, kami berdua berada di halaman belakang rumahku, dengan pakaian layaknya para detektif terkenal. Aku merasa kece dan keren! Topi, pakaian detektif berwarna cokelat tua ini, memadukan diri dengan kulit kuning langsatku.
"Kita sebenarnya kenapa sih pake baju detektif segala?" tanya Meisya kesal, terlihat risih dengan pakaian yang dikenakannya. Berkali-kali ia mencoba melepaskan topi dan jas yang dipakai. Aku langsung menahan tangannya, mencegahnya agar tak melepas barang-barang itu.
"Udah gapapa ... biar keliatan kere," jawabku dengan kekehan.
"Dasar kamu, Mikha, terlalu mendalami peran." Meisya bergerutu pelan.
Aku mengangkat bahu dan memasang wajah tak peduli. Biarkan saja dia tersiksa. Aku kan sahabat yang baik untuknya, jadi harus memperlakukannya secara tidak berakhlak.
"Kita mulai ya, pencariannya," ucapku pada akhirnya. Meisya mengangguk mengiyakan.
Kami berdua membuka peta yang berada di buku yang kini digenggam oleh Meisya.
"Kayaknya kita harus berjalan ke arah belakang rumah ini, deh," cetusnya pelan, terdengar seperti gumaman. Aku setuju, kami pun berjalan ke belakang rumah.
Sambil berjalan, aku sibuk menghitung langkah.
"Stop!" perintah Meisya, tiba-tiba.
"Sekarang kita harus mencari pohon kelapa di sebuah hutan," ungkapnya. "Aku heran, kenapa ada pohon kelapa di tengah hutan?" tanyanya padaku.
Lama-lama aku bingung juga. Ini yang antusias tuh, aku atau dia?
"Tau tuh," tanggapku sambil mengangkat bahu. "Tapi kayaknya, aku pernah lihat pohon kelapa yang peta ini tunjukkan, deh. Di halaman belakang rumah terdapat sebuah hutan kecil. Aku pernah ke sana. Walaupun hanya bagian luarnya sih, hehe." kekehan lolos keluar dari bibir, bersamaan dengan tangan menggaruk bagian kepala yang tidak gatal. "Yuk ke sana! Aku masih hafal jalannya, kok."
Meisya nampak berfikir sejenak, lalu mengangguk. "Oke-oke, aku ikut kamu aja," balasnya.
Aku dan Meisya pun bergegas pergi menuju hutan itu. Meisya terperangah melihat hutan belakang rumah yang begitu indah, dan sayangnya aku baru menyadarinya juga. Memang aku jarang ke hutan ini, kedatanganku sini pun bisa dihitung dengan jari.
Saat aku memutuskan untuk masuk lebih jauh ke dalam hutan, Meisya menahan tanganku. "Di sini gak ada hewan buas, kan?" tanyanya, degan suara yang terdengar gugup.
"Enggak ada kok, tenang," jawabku santai. "Aku lihat hanya ada burung-burung kecil dan kelinci yang ada di sini." Meisya akhirnya tenang dengan pernyataanku.
Setelah masuk begitu dalam—yang ternyata hutan ini sangat besar, untung aku mengingat jalannya—akhirnya kami menemukan pohon kelapa yang bentuknya sama persis dengan yang ada di peta. Pohon kelapa itu adalah satu-satunya pohon kelapa di hutan ini. Jadi kami tak perlu menghabiskan waktu untuk mencari pohon kelapa yang dituju.
"Ini pohon kelapanya, Mikha?" tanya Meisya. Tangannya tergerak, menyentuh batang pohon kelapa.
"Iya. Lagipula di hutan ini hanya ada satu pohon kelapa. jadi pasti pohon ini yang dimaksud," jawabku. "Oh ya, coba buka petanya? Kita harus bagaimana lagi?" tanyaku pada Meisya.
Meisya membuka buku, melihat-lihat peta di sana. "Kayaknya peti yang kita cari ada di bawah pohon ini deh. Soalnya gambar pohon kelapa-nya diberi tanda silang. Kalau di peta kan, tanda silang berarti terdapat harta karun." jelasnya panjang lebar. Aku tersenyum bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN MOON AND STARS SHAPE MAGIC ELEMENT
Fantasi[COMPLETE] Mikha, gadis 15 tahun menemukan peti berisi sihir terkutuk dan melepaskannya, membuat seluruh manusia tertidur dengan mimpi buruk dan dunia Immortal dilanda bencana secara beruntun. Kesalahan Mikha membuat dirinya harus mempertanggungjawa...