7. Selamat Datang di Dunia Immortal

122 41 85
                                    

2053 kata

"Aduhhh ... sakit ...," keluhku sembari memegangi siku dan kepala yang terhantam tanah. Pelan tapi pasti, rasa sakit ini semakin menjadi.

Sepertinya aku salah.

Yang terluka tidak hanya siku dan kepala.

Melainkan seluruh tubuh.

"Arrgghhh ... sakit ...." Aku mengerang pelan, menahan sakit yang mendera.

"Dimana aku?" tanyaku kebingungan. "Apakah ini di dunia sihir? Tapi kok sama seperti bumi?"

Tak ada satupun makhluk yang menjawab pertanyaanku.

Saat aku sibuk memikirkan keberadaanku saat ini, mendadak merasa lapar. Ternyata teleportasi—bagiku itu kata lain dari terperosok ke dalam tanah—tadi membuat tenaga berkurang drastis, dan aku harus makan. Kalau tidak makan, aku akan mati, di tempat asing, tanpa dikubur dan jadi makanan burung pemakan bangkai. Malang sekali nasibku.

Oke, imajinasiku terdengar cukup berlebihan. Semua orang juga tahu bahwa tidak makan sehari atau berhari-hari tak akan membuatmu mati mengenaskan dengan mayat yang dimakan oleh belatung dan burung pemakan bangkai.

Yang harus aku pikirkan sekarang, makanan apa yang layak aku makan di sini?

Aku melihat sekeliling, ternyata banyak buah-buahan di sini. Namun aku ragu, di dunia Immortal ini—menurutku—aku tak tahu buah apa sebenarnya yang ada di hadapanku ini. Dari beberapa cerita yang kubaca, biasanya buah-buahan di dunia Immortal  berbeda dari yang ada di dunia manusia. Jadi aku putuskan untuk menahan lapar untuk sementara.

Tapi perutku mengkhianati niatku yang mulia ini.

Ah masa bodo dengan bahayanya, yang penting aku kenyang sekarang.

Lalu aku memakan buah yang ada di hadapanku ini.

Aku memakan buah yang mirip dengan daun—apa benar ini buah?—berwarna merah, dan ternyata rasanya mirip melon.

Ada-ada saja dunia Immortal ini.

"Segitu laparnya kah kamu sampai memakan buah Cerryn itu?" seseorang datang secara tiba-tiba dan mengagetkanku.

"Eh?" Aku sedikit bangkit karena terkejut. "Maaf, emang ini buah apa ya?" tanyaku bingung.

"Itu buah Cerryn," jawab orang itu. "Memang namanya terdengar indah dan rasanya enak, namun buah itu memiliki racun. Ketika kau memakannya kau akan mengalami halusinasi sesaat," jelas orang itu membuatku terkejut bukan main.

"Aduh gimana ini? Aku gak tau kalau buah ini berbahaya. Karena aku sangat lapar aku makan saja," akuku malu, "tapi gapapa deh, kalau halu-nya ketemu idola aku mau makan buah ini berapapun," ucapku lalu aku terkikik senang.

"Dasar stress," cibir orang itu.

"Eh, tadi anda bilang apa?" tanyaku bingung.

"Tidak ada," jawabnya singkat. "Oh iya. Kenapa badanmu penuh luka? Juga bajumu kenapa kotor sekali?"

"Oh ini," ucapku kikuk. "Aku membuat manusia-manusia di bumi tertidur karena melepaskan suatu sihir, lalu aku berteleportasi ke sini dengan petunjuk sebuah kertas untuk menyelamatkan bumi," jelasku panjang lebar namun tak jelas-terdengar seperti meracau.

Orang itu membelalakkan matanya, "kau .... kau manusia yang telah membebaskan sihir terkutuk itu, kan?" tanyanya menuntut jawaban.

Aku menggaruk kepala—padahal tidak gatal. "Apa sihir itu sangat berbahaya hingga kau juga cemas?" tanyaku dengan nada yang sangat pelan, hampir menyerupai bisikan.

WHEN MOON AND STARS SHAPE MAGIC ELEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang