26*

176 10 0
                                    

Happy reading, Readersss!!

.
.
.
.

"Aku berangkat ya bund," Monalis mengangguk lalu memeluk putrinya.

"Hati-hati disana, jangan buat kesalahan satu pun." Quensha mengangguk lesu. Sebenarnya, dirinya itu masih mengantuk sekali.

Sekarang masih pukul 3 pagi, tetapi Quensha sudah makan, mandi, beberes, dan sekarang siap untuk berangkat ke tujuannya.

"Bund, aku masih ngantuk bangeeeettt!!" pekik Quensha lalu duduk di lantai, seperti bocah yang merengek minta di belikan mainan.

"Ish, bangun kamu! Lagian siapa suruh gak tidur, disana perjalanannya jauh dek..."

Quensha berdiri dan tersenyum pada Monalis, "Kan aku pake supir kan ya bun, jadi aku bisa tidur haha!" ujarnya lalu tertawa.

Pluk

Monalis menepuk bahu Quensha keras, "Enak aja, pake mobil sendiri, lah! Udah sana, nanti keburu siang!" Suruhnya.

"Subuh aja belom bund, udah di bilang siang." cibir Quensha lalu mencium punggung tangan Monalis dan segera pergi menuju kendaraannya, di ikuti Monalis di belakangnya.

Brumm..brumm..brumm...

"Bye, bundaa!!" mobil Quensha melesat, meninggalkan mansion Arsykayl's dengan cepat.

"Semoga kamu bisa mendapatkan bukti itu, dek.."

^^^

"Morning ma," Tiyas sedang tertidur pun mendongak, mendapati putranya yang sudah siap didepannya, dengan tas ransel di pundaknya.

"Udah mau berangkat aja," Ansel mengangguk lalu menyodorkan tangannya.

"Apa? Mama gak mau ngasih kamu uang saku!" ucap Tiyas saat melihat tangan Ansel di depannya.

"Ishh, aku mau salim mama, bukan mau minta uang, jahat bangedd." Tiyas tertawa lalu memberikan tangannya dan di cium Ansel cepat.

"Kok buru-buru?"

"Iya ma, ini udah jam 5, aku kesiangan. Ya udah kalo gitu, aku pergi dulu yaaa.. bye maa!" Ansel langsung berlari keluar ruangan lalu mengemudikan mobilnya, menjauhi rumah sakit.

"Patner gue siapa ya?" gumam Ansel sambil membayangkan wajah patnernya di misi ini nanti.

"Gue semangat banget nih, karena gue bakal tau siapa yang udah bikin Delmina koma!" ucap Ansel menggebu-gebu.

Tintt..tintt..tint...

"Nenek!!" seru Ansel saat dia sudah sampai di depan teras Heni-Nenek Ansel.

Insecure banget liat mansion nenek gue batin Ansel setelah melihat mansion Heni.

Mansion tanpa gerbang, rerumputan dimana-mana, pohon rindang di setiap sudut, dan rumah besar nan megah yang ada belakang bukit ini membuat siapa saja betah di sini.

"Gue miskin ya?" gumam Ansel saat sudah keluar dari mobilnya.

"Eh.. cucu nenek, baru sampai?" Heni baru keluar dari mansionnya karena mendengar Ansel berseru.

"Iya nek, aku capek huaaaaa!!" teriak Ansel yang hanya di beri senyuman oleh Heni.

"Bentar ya, nenek panggil patner kamu dulu," Ansel mengangguk lalu tersenyum, menunggu patnernya.

QUENSHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang